Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Modal Ngapalin Quran, Dapet Semua Yang Lagi Dibutuhin

Selasa, 28 September 2021
Moment ter-masyaallah tabarakallah itu selalu ada tiap hari. Alhamdulillah, Allah kasih taufik dan hidayah, semoga selalu istiqomah dalam kebaikan tanpa kesombongan. 

Awal di China Town, sering merasa sedih dan gelisah sendiri. Rasanya cuma pengen pulang karena di rumah semuanya ada. Ada ibu yang diajak ngobrol, ada ayah yang bisa anterin kemana-mana, semua supermarket bisa diakses mudah, dan sederet alasan lain yang bikin betah di rumah. Sedangkan di sini tidak ada apapun yang bisa bikin betah, selain keheningan di ruang kamar.

Allah maha baik, dan lebih tau daripada diriku sendiri. Aku cuma percaya kalo aku datang ke sini bukan sia-sia, Allah yang gerakin. Jadi meskipun nyaris ambruk karena hal-hal berkaitan hati, pada akhirnya melepaskan diri dari jeratan nafsu sendiri bisa melegakan. Sudah kupilih konsekuensi yang paling aku mampu jalani, semenjak ia memilih pergi sementara. Entah akan kembali atau tidak, aku tidak tau. Pun aku akan kembali atau tidak, aku juga tidak tau. Saat ini yang ku tau hanyalah berserah diri dan berbuat baik.

Kebaikan yang paling mudah dilakukan adalah membaca Qur'an. Setiap hurufnya mengandung 1 kebaikan. Aku ada ingat hadist yang bilang, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya keburukan itu sirna dan tergantikan oleh kebaikan. Maka yang kulakukan kini adalah mengiringi keburukanku dengan hal baik, mudah-mudahan Allah gantikan perbuatan buruk yg pernah kulakukan dengan kebaikan. Semoga Allah tutup aib-aib dari masing-masing kita.

Hidayah itu mahal, dan alhamdulillah wa syukurillah ketika kamu mendapatkannya, jangan lupa minta agar tetap diberi hidayah terus sama Allah. Beberapa minggu ini momen masyaallah sering kujumpai secara nyata.

Ketika aku lapar, ada makanan yg mendatangiku. Ketika butuh baju, ada yang memberiku secara cuma-cuma. Ketika butuh penghiburan, ada kawan yang bersedia mengantar kesini dan kesana. 

Aku bahkan baru mendekati Quran, belum seperti para hafidz/hafidzah yang menghapalkan kitabullah tapi Allah kasih semua yang aku butuh masalah perduniawian ini. Bagaimana kalau aku jadi seorang penghapal Al-Qur'an? Mungkin lebih banyak kemudahan lagi yang akan didapatkan, mengingat orng yang dekat Al-Qur'an jiwanya sangat tenang. 



Capek2 mikirin gimana caranya punya duit buat beli segala macam kebutuhan. 


Kalo ternyata dengan duduk diam dan menghapal quran, semua kebutuhan datang sendiri, kenapa harus pilih jalan yang merepotkan ya?


Semoga Allah senantiasa menjaga niat-niat baik dariku, darimu, dan memberimu ketenangan dalam menghadapi segala sesuatu.


Barakallahu fiik, jangan lupa senyum! :) 

Untuk Pejuang yang Kelelahan

Minggu, 26 September 2021
Setiap hari tidak ada bedanya. Memang tidak hampa, tapi tetap tidak berasa. Pokoknya yang ia tahu, hari ini harus melakukan sesuatu. Ada to do list yang harus diselesaikan. 

Sesekali mungkin ia menikmati, ikut tertawa dan bahkan membuat sebuah candaan dalam lingkaran itu. Ia merasa baik-baik saja, sejauh ini.

Tapi banyak waktu yang ia habiskan untuk merenung. Terlalu banyak hal yang terasa salah meskipun itu adalah pilihan yang ia utarakan untuk masa depan. Ia hanya ingin lebih baik daripada dirinya yang dulu, tapi mengapa kini makin rumit?


Sekeras apapun mencoba mengerti, dan menerima takdir yang ada, semakin tersiksa ia hingga tidak bisa lagi diungkapkan. Rasanya ingin berhenti dari semua ini dan hanya memandang langit saja, mengosongkan pikiran.


Ingin sekali merengek pada orang yang ia kehendaki, memintanya untuk mengerti, menguatkannya sekali lagi, tapi terlalu tinggi harga diri untuk kembali.


Untuk pejuang yang kelelahan,
istirahatkanlah hatimu dari apa-apa yang terkunci gengsi. Tidak ada nasehat apapun untukmu, karena dirimu lebih mengerti apa yang sebenarnya paling diinginkan. Lupakan tentang kata mereka, lupakan tentang bagaimana dan kenapa.

Kamu, sedang tidak baik-baik saja, dan kali ini, kawanmu hanyalah doa-doa yang bisa kamu bisikkan dalam sujud. Biarkan hatimu bicara se-apa-ada-nya pada Rabb yang menciptakanmu. Kamu lemah dihadapan-Nya, dan memang benar begitu, sebab kamu adalah hamba dari Tuhanmu. Biarkan matamu jadi panas karena hatimu terlalu sesak dipenuhi keinginan yang tidak tercapai. Biarkan tanganmu bergetar karena menahan beban tubuhmu ketika terlalu lama bersujud. Biarkan. 


Biarkan semuanya bergerak sesuai ketetapan-Nya. Jangan biarkan hatimu dikuasai oleh amarah yang berlarut-larut.


Kamu sedang lelah, beristirahatlah dulu. Tenangkan hati, dan lihat bagaimana Allah bantu menyelesaikan ikatan-ikatan yang mencekikmu, hingga pada akhirnya lisan hanya mampu berucap syukur. 


Untuk pejuang yang kelelahan, tenanglah. Semua hal bisa kembali ke titik nol jika Allah mau, dan bisa jadi ke titik tertinggi jika dikehendaki-Nya. Ambil jeda untukmu merefleksikan diri, nikmati apa yang Allah beri, dan pahami bahwa apapun kesalahannya pintu taubat masih terbuka jika kita masih ada di bumi.


Tenanglah, wahai pejuang... Jadi qowwam tidak pernah mudah. Jadi pemimpin tidak mungkin biasa-biasa saja. Kamu luar biasa, kita adalah orang-orang pilihan. Mundur selangkah, untuk loncat dua anak tangga itu sah aja kok.

Semoga ketenangan selalu Allah berikan pada kita. Barakallahu fiik. 


Mengakui Apa Yang Ada, Menikmati Apa Yang Tidak Ada

"Segala sesuatu yang ada pada manusia akan sangat tampak tua, kecuali matanya"


Ekspresi memang jadi peran penting ketika bicara dengan seseorang. Selain harus nyambung, sefrekuensi, atau apalah istilahnya yang mereka bilang, kamu bisa tau seseorang benar-benar mendengarkanmu atau tidak dari sorot matanya.

Mata adalah saksi, perhatian atau tidaknya kamu padanya dan ia padamu. Mata jadi kunci, sungguhkah ia meyakinkanmu, atau ia menyakitimu. 

Seringnya ketika ia mendengarkanmu, tapi matanya tidak lagi menatapmu, menjadi pertanda bahwa salah satu dari hubungan itu akan tersakiti. Dan sudah jadi hal pasti, keduanya perlu saling mengerti bahwa hubungan dua orang tidak mungkin berjalan mulus, tanpa ada salah paham.

Dari mata, turun ke hati. 

Ungkapan itu sering kali diucapkan ketika seseorang sedang naksir seseorang lain. Panca indera yang satu ini, selalu jadi kiasan untuk segala macam percintaan. 

Kesalahan ada untuk diperbaiki, bukan untuk ditinggal pergi. Tapi selayaknya manusia, ia akan mencari mana yang lebih menguntungkan baginya, daripada berkorban untuk yang bukan dirinya sendiri. Maka, mata adalah pintu pertama yang akan membuka diri secara jujur tanpa kata-kata.

Sore ini setelah lelah mengililingi ibukota, ada satu kesimpulan aneh yang aku coba cerna, tentang manusia dan titik butanya. The blind spot of human. 

Mengakui sebagai manusia artinya aku sadar bukan Sang Pencipta, lantas mengapa sering memaksa diri untuk bekerja keras pada hal-hal yang bukan di radar manusia?

Hal-hal yang bukan di radar manusia misalnya, bagaimana orang lain berpikir terhadap keputusan kita, omongan orang lain yang kita dengar, dan memaksakan orang lain berbuat seperti apa yang kita mau.

Aku cukup menikmati takdir yang sudah tertulis saja. Ketika ingin menangis ya nangislah. Nggak takut dibilang cengeng karena apa salahnya nangis ya? Ketika ingin gembira ya ceria lah. Kenapa takut dianggap aneh karena berubah jadi orang ceria? Ketika ingin marah, ya berwudu dulu lah, lantas duduk dan istighfar. Mudah-mudahan Allah angkat amarahnya. Kalau marah gak boleh marah-marah karena masalah ga akan selesai dengan amarah, yang ada malah makin bikin sakit kepala. 


Aku punya cinta, dan semoga cinta itu tetap dijaga-Nya untuk yang menjaga. Bukankah perasaan cinta adalah fitrah dari Yang Maha Cinta? Lantas, apa langkah selanjutnya ketika perasaan itu hadir?


Kamu yang paling ngerti dirimu. :)


Jujurlah, untuk dirimu dulu. Sebab matamu gak akan mampu berbohong, meski lisanmu sanggup membohongi satu dunia.

Suatu Hari

Kamis, 23 September 2021
Untuk diriku, di masa nanti yang entah kapan




Suatu hari, kamu akan selesai dengan urusan mengumpulkan, dan mulai untuk mencoba lagi dari awal.


Tidak mudah, tapi kali ini dengan kakimu sendiri, kamu melakukannya. Secara sadar dan bahagia. Tidak ada alasan dibalik alasan yang menjadi 'pegangan' atasa keputusanmu. 


Suatu hari, kamu bisa berdamai, menerima hal ganjil dan melepaskan apa yang selama ini mengikat dirimu. 


Aku yakin kamu bisa pergi dari tempat yang tidak cocok untukmu. Kehidupan maya yang mau tidak mau tetap kamu jalani, dengan alasan pekerjaan. 

Di hari yang entah kapan itu, kamu mendapati langit sedang biru dan angin berhembus kencang sehingga ujung rok kamu sedikit tersibak. Wajahmu begitu-begitu saja, tapi nampak ceria sebab kamu sudah selesai dengan urusan 'dilihat' dan mulai 'melihat' ke dalam. 

Di hari itu, kamu sudah siap dengan hadirnya dirimu yang selama ini tertidur lelap diselimuti alasan. Kamu tidak lagi banyak mikir untuk sesuatu yang dirasa benar. 

Aku mengenalmu, jika ada hal belum bisa kamu dapatkan, biasanya kamu akan mengusahakannya sampai mentok, kamu akan memikirkannya, lagi dan lagi sampai semesta memaksamu berhenti. Maka, di hari itu, adalah langkah awalmu yang semesta setujui untuk menjadi dirimu yang sebenarnya. 

Kamu bisa memulai untuk menyentuh tanah dan melakukan eksperimen dengannya sambil tertawa girang, tidak perlu lagi berkutat dengan panggilan atau kemajuan zaman untuk mengejar sesuatu yang entah apa.

Meskipun ini adalah hal abstrak, kamu bisa menjalaninya dengan suka hati. Kamu dan duniamu, sudah cukup. Kali ini benar-benar sedang merawat apa yang ada. 

Di tempat yang entah di mana, di hari itu, aku tau kamu lebih bahagia dibanding hari ketika kamu melepaskan seseorang.

Untukmu, jika masih sendiri di hari ketika langit sedang biru tanpa awan, aku tau hatimu jauh lebih lapang dan gembira. Gemersik daun bambu jadi hiburanmu, angin jadi penawar rasa sepi, dan kamu menikmatinya. 


Tapi jika sudah berdua, aku yakin hanya rasa damai dan syukur yang bisa diucapkan. Alhamdulillah, bahagia. 

Hari itu, aku tau kamu memilih untuk melepaskan sandal dan berlarian diantara rerumputan. Tertawa sendiri seperti orang yang jatuh cinta. Kamu tidak perlu validasi siapapun lagi, kamu di hari itu audah jadi bukti bahagiamu sendiri. 

Jika ada seseorang disampingmu, di hari itu. Katakan padanya, ia harus bangga padamu. Kamu sudah melewati rangkaian hidup yang ganjil, dan bertahan demi bisa menyentuh tanah-tanah dan menjauh dari arus dunia yang merah. Juga ucapkan terima kasih padanya, sebab tidak banyak yang mampu bertahan dengan ke-keras-kepala-an-mu

Hari itu, kamu bisa melihat hiruk pikuk kendaraan jadi seperti coretan warna di tembok yang menarik. Tidak lagi menyebalkan seperti saat hari kemarin. 


Untuk diriku di hari itu yang sedang berbahagia, tulisan ini hadir ketika dirimu masih belajar mengenal emosi. Belum bisa mengelolanya, baru sekadar tau aja. Kamu di hari itu, perlu ingat beberapa detail tentang dirimu di tahun ini. Semoga gak lupa tentang usahamu untuk pulang, meskipun masih dalam antrian panjang.


Aku tau kita semua sedang menunggu.
Aku yang hari ini menunggu masa depan,
Menunggu pagi, 
Menunggu ada tugas baru, 
Menunggu ngantuk, 
Menunggu balasan pesan,
Menunggu kabar, 
Menunggu jam pulang kantor,
Menunggu paket makanan, 
Sambil menunggu, apapun yang kulakukan itu akan jadi makna sebab kamu di masa depan ada.


Suatu hari, hari itu akan datang.

Kamu hanya perlu bersiap-siap mulai dari sekarang. 

Usaha Dulu, Orang yang Cuma Mau Main Aman Gak Bisa Jadi Orang Besar

Senin, 20 September 2021
"kapal itu gak berlayar di daratan." 



Dulu pas madrasah, pernah dijelasin tentang amar ma'ruf, nahi munkar; perintah mengajak kebaikan, mencegah keburukan. Manusia emang gak suka dikritik, pada hakekatnya. Mau sebagus apapun diksi kalimatnya, mau selemah-lembut apapun gestur dan tutur katanya, tetep manusia gak suka di kritik. Makanya pas dengar lagi tentang amar ma'ruf nahi munkar kukira bahasannya tentang amalan-amalan besar untuk berubah jadi baik. Ternyata justru amalan-amalan kecil yang justru lebih tidak mudah lagi karena konsekuensinya. Contohnya? Kasih nasehat.


Gak perlu jauh-jauh ke saudara, ke teman apalagi ke pasangan. Ke keluarga duluuu aja udah gak mudah. Buat pengen ngajak kebaikan ke satu orang di keluarga aja banyak banget guncangannya. Tujuan ngajak kebaikan dan mencegah munkar awalnya pengen support bukan pengen merendahkan, tapi kalau salah langkah jadi kepancing karena dapet respon negatif duluan, wah kacau malau berantem gak jelas. Allahu akbar...

Mungkin aku belum banyak belajar tentag kaedah-kaedahnya makanya masih sebatas yaudah yang penting udah kasih tau, mudah-mudahan Allah lembutkan hatinya. Udah gitu aja. Kalo kata ust. Nuzul Dzikri tuh jangan cepet-cepet nyalahin orang kalo amar ma'ruf nahi mungkar kita belum efektif. Bisa jadi yang salah itu ada di kita yang menyampaikan. 


Memang sulit dipahami, karena menyayangi kadangkala sering disalahartikan dengan mengatur. Dibilang jangan pulang larut malam, dianggep ngekang. Dibilang harus solat, direspon jangan atur neraka saya. Dan sesulit-sulitnya bicara depan umum, meski terus meminta taufik, tetap berdakwah ke keluarga yang menurutku sangat jadi PR, gak mudah mengerjakannya. Gak jarang yang menasehati jadi terpancing emosi, lupa tujuan awal hanya cari ridho Allah, bukan harus dilakukan sama yang bersangkutan.


Bukan berarti pas kasih nasehat itu aku benci, atau kesel, atau mau menunjukkan siapa yang baik/siapa yang bener sama orang yang kukasih nasehat. Tapi artinya aku peduli. Mau orang tersebut berubah, biar makin erat hubungannya sama Yang Maha Kuasa. Yaaa cuma emang gak mudah, kecuali yang Allah ridhoi.


Sama seperti ahad lalu, kerabat mengabari sesuatu yang menurutku bukan kabar baik. Syaitan ini jagoan untuk menyulutkan api dalam hati. Jadilah aku terpancing berita tersebut, sudah sebagian dikirim pesannya, sebagaian lagi belum tinggal tekan tombol send. Alhamdulillah dibisikin suruh wudhu dulu. Abis wudhu, baca istigfar terus ujung-ujungnya gak jadi kirim karena milih baca Qur'an aja. Biarin deh, biar rahasia langit aja, setidaknya menurutku pribadi sudah berjuang sampai titik nadir. Minta nasehat ke yg lebih paham sudah, konsultasi dgn ustad sudah, meski gak ketemu untuk penyelesaian konflik, mudah-mudahan Allah kasih kesabaran untuk kita biar masalah ini bisa selesai dengan baik-baik, semoga pula jadi nasehat di kemudian hari. Sulit, masih harus banyak belajar untuk kasih nasehat diri sendiri juga. Mudah-mudahan Allah kasih rido dan kemudahan ya.

Menyatakan kepada ke orang terdekat betapa kita sayang sama dia, dengan memberikan nasehat biar dia berubah jadi baik, tidak melulu mulus. Banyaknya malah sering menciderai hati, kalau bukan niat pengen cari muka Allah pasti baper. Imam Nawawi bilang emang yang paling pertama itu bab keikhlasan, baru mengajak kebaikan dan melarang keburukan. Pesan tersiratnya jelas intinya tuh kita harus ikhlas ketika memberi nasehat, bukan pengen diliat manusia, buat keren-kerenan.


Mengajak kepada kebaikan memang banyak ujiannya, tidak semua yang kita kasih tau mereka mau nerima. Juga jadi nasehat untuk diri sendiri, ternyata gak semudah itu menyampaikan apa yang kepala kita pahami ke kepala orang lain.


Ada satu catatan yang aku suka;

jika seseorang menyayangi seseorang lainnya dalam hal ini adalah saudara se-iman, maka ia akan memberinya nasehat dan mencegahnya dari keburukan. Kalau kamu dikasih tau seseorang buat berubah jadi lebih baik, tandanya ia menyayangimu. Kalau kamu dibiarkan aja, meskipun kamu salah, tandanya ia gak sayang padamu, dan ia bukan termasuk orang yang terbaik. Orang yang terbaik adalah yang menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar. Orang yang terbaik mau orang lain lebih baik darinya, lebih baik derajatnya, mencegah orang lain dari perbuatan yang tidak baik.


Belajar menerima takdir, belajar mengendalikan kendala. Begitu ada kendala, langsung dzikir atau perbanyak shalawat, istigfarnya ditambah, ngaji dll. Melatih bersikap demikian biar hidup kita bisa maksimal memang perlu banyak guncangan dulu kali. Sebab menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar juga kan, perlu ilmu. Mengisi waktu dengan ilmu, bukan sesuatu yang kontra-produktif (coping mechanism kayak rebahan, tidur yg lama, makan banyak, nonton maraton film dll) tidak mudah juga. Kalau kata Yanu, ketua osis sekaligus ketua kelas panutan se-SMP 1 bilang: Membiasakan hal yang benar, bukan membenarkan hal yang biasa. 


Semua yang berkarakter itu punya pro dan kontra, dan semakin berkarakter seseorang makin besar pro dan kontranya. Itu sunnah kehidupan. Orang yang cuma mau main aman gak bisa jadi orang besar.  Membuat orang lain jadi lebih baik, menyempurnakan orang lain meski manusia gak ada yang sempurna, ternyata inti dari amar ma'ruf nahi mungkar. 


Manusia ini kadang dzolim, alih-alih bersyukur dapet hikmah, malah kesel. Jiwanya gak amar ma'ruf, nahi munkar. Seringnya lupa kalo ruh-nya itu gak hidup buat menjalankan kebaikan. Yaaa gak semua orang juga gak bisa terima nasehat, banyak juga kok yang terima. Tapi orang-orang kayak Abu Jahal mah ada terus, kan.


Ngomong-ngomong, apa hubungannya sama quotes diatas ya? Ada yang bisa paham sama bahasan hari ini?👀



Pertanyaan-pertanyaan Tentang Kerja Keras

Jumat, 17 September 2021

Tentang kerja keras ....


ada orang yang demi uang enam puluh ribu, harus menguras tenaga mencuci mobil orang lain datang ke rumah orang tersebut,


ada orang yang hanya tinggal menunggu tanggal gajian sudah dapat berkali-kali lipat dari enam puluh ribu,


ada orang yang setiap harinya galau memikirkan mau makan apa sambil menggulirkan layar smartphone dan buka shopeefood,


ada orang yang dengan mudahnya membelikan orang lain makanan lewat online, ada yang untuk makan sehari-hari aja bingung harus cari uang ke mana


jadi kerja keras itu yang seperti apa, kalau ada orang yang bisa dapat puluhan juta dalam sedetik di NFT?


jadi kerja keras itu yang seperti apa, kalau ada orang yang kerja pagi ke dini hari lalu uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari?


jadi kerja keras itu yang seperti apa, mengorbankan segalanya demi apa? 


apa aku orang yang bekerja keras?


apa aku sudah bekerja keras?


ada orang yang bekerja tapi mencuri waktu

waktunya kerja malah berleha-leha

giliran kejar tayang malah resah kok kerjaan gak kelar-kelar



ada juga yang bekerja seperti robot

tiada henti tiada waktu

tiap hari pagi sampai pagi lagi, isi kepalanya penuh dengan rentetan jadwal pekerjaan harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan

menghibur diri dengan bekerja, tapi satu sisi ingin mengeluh dengan kerjaan


ada yang memilih bekerja terus meski cibiran orang kantor sering didengar sehari-hari

ada yang memilih berhenti bekerja karena ada pekerjaan lain yang menurutnya lebih baik

ada yang memilih tidak bekerja karena belum ada kesempatan


tentang kerja keras, seberapa keras sih 'kerja' itu?

Untuk Siapa

Senin, 13 September 2021

Jadi setelah pengakuannya, ada beberapa hal yang membuatku berpikir ulang tentang menulis di blog:

1. Apakah ini adalah benar jadi media persembunyianku sedangkan blog yang kutulis artikelnya ini dipublikasi secara masif bahkan dipajang pada bio sosmed

2. Apakah ada manfaat untuk, minimal diriku sendiri ketika membaca ulang, dan tidak menjadikanku ujub atau jumawa ketika ada orang lain yang membaca

3. Apakah tulisanku menyakiti hati seseorang dan malah membuka aib sendiri secara tanpa sadar, hingga membiarkan orang lain masuk dan memberi celah untuk mereka mendekati dan bersimpati


Bagaimana jika itu semua membuatku merasa harus terus menulis karena termotivasi ada yang baca? Padahal niat awalku hanya ingin mengenang hari-hari selama ini China Town. Kekhawatiran ini menimbulkan pertanyaan, untuk siapa tulisan-tulisan ini dibuat? Untukku? Untukmu? Untuk-Nya?


Banyak diantara tulisan yang sudah dipublikasi di laman blog ini adalah tentang orang lain yang terhubung denganku. Tidak jarang tentang keluargaku, dan tentunya sebagai pemilik blog, aku menulis untukku sendiri, aku sebagai hero dari cerita ini. Jika kembali ke awal paragraf ini, tentulah orang-orang yang pernah ada hubungan denganku jadi merasa terhubung kembali denganku setelah membaca apa yang kutulis. Sedikit banyak, aku merasa dicurangi karena ini jadi komunikasi jarum suntik; hanya sepihak. Maksudnya adalah, ketika ia baca, maka ia tahu kabarku, sedang aku gak tahu kabarnya.


Terbukti masih seberpengaruh itu kehadiran seseorang dalam caraku menulis. Kalau bisa kuceritakan pada orang lain, mungkin mereka yang mendengarkan akan memaksaku untuk move on dan melanjutkan menulis saja. Tapi jelas tidak kuceritakan karena aku saja bingung dengan apa yang terjadi. Pun sayangnya aku sedikit banyak paham tentangnya dan tentangku sendiri, kami tidak bisa semudah itu berlari, meski ada sebanyak apapun pilihan sepatunya. Rasa bersalah kami belum bisa terurai, dan dengan caraku yang seperti ini khawatir malah membuat simpulan tali mati di sepatu usang kami. Bukankah lebih baik untuk tidak menggunakan sepatu jika hanya ingin jalan kaki? Atau jika ingin lari maraton, kita gak bisa pakai sepatu kanvas karena akan sakit lama-lama kalau buat lari, kan? Analogi yang nyebelin ya? Kamu tapi paham tentang ini kan? Atau kamu membaca tulisanku untuk menghilangkan rasa bersalah yang agak menghimpit hatimu kala ada waktu senggang?


Maksudku.... aku mungkin gak sering-sering menulis di blog lagi. Cerita sehari-hari yang ingin kukenang akan ditulis di dua tempat, dan jika muncul di blog artinya tulisanku sudah ringan dan bisa dibaca sekali duduk. Makasih duhai Allah, selalu datangkan kamu sebagai pengingat. Sehat-sehat ya, kalau sakit jangan sungkan bilang tolong ke orang lain.

Rasanya jelas banget ini nulis bukan untukku aja, tapi khusus ke satu pihak ya.

Jangan berhenti, lanjut dulu fokusnya. Semangaaat! 

Lupa Istigfar dan Peringatan Untuk Merefleksikan Diri

Minggu, 12 September 2021

Hari ahad adalah waktunya untuk melakukan sesuatu diluar rutinitas bekerja, idealnya. Tapi yang kulakukan tetap bekerja. Gak, bukan berarti mau jadi robot yang hidupnya di setting buat kerja, cuma kan bingung mau apa lagi selain kerja, maunya bepergian tapi ke mana yaaa antara gak tau mau pergi ke mana, soal uangnya, atau karena masih pandemi serem aja mau kemana-mana. Yaudah kerja aja solusinya, menyibukkan diri semoga tetap istiqomah jalan di bawah naungan sunnah. 


Hari ini masih ditolong Allah, lupa istigfar bikin ada yang datang menggelitik dan bikin bertanya-tanya. Kemarin emang ada perjalanan cukup jauh dan seharian. Iya pas berangkat sih bisa istighfar, pas pulangnya lupa. Gak lama, menjelang subuh langsung didatangkan pemicu buat istigfar. Sebenernya ada apa, kenapa, biar apa, tapi pertanyaan yang gak ada ujungnya itu lebih baik gak disuarakan daripada lisanku bikin luka baru. Sebagai manusia yang lemah, aku malah membuka pintu untuk para syaitan masuk yang bikin makin lemah; berulang kali pula. Bukan dengan sengaja, kadang semampunya aku nutup pintu, syaitan itu bisa masuk sendiri, jago dia nyempil buat bikin was-was. Pintu masuk syaiton itu kan dari 3, yang pertama lalai, yang kedua syahwat hawa nafsu, yang ketiga amarah. Ketiganya aku buka semua. Lah, kan seneng ya syaitan-syaitannya, aku yang stres syaitan makin seneng. Pusing. Udah mah lalai dalam mengatur waktu, syahwat kemalasan, dan ada amarah yang merayapi hati... 


Biidzinillah, lama gak berkabar lalu ada sapaan di waktu ashar. Mungkin kepencet sebelum subuh dan rasa ga enak kalau ga balas pesanku jadi menghabiskan dua waktu shalat untuk berpikir balasannya. Mungkin setelah itu ia juga justru gak tenang dan was-was sama sepertiku. Kayaknya nih si pintu syahwat ini terbuka. Bukan syahwat seksual, tapi syahwat ke perasaan. Sebagian senang, sebagian lainnya khawatir. Lagi adem ayem, berombak lagi. Ternyata aku tuh masih belum bisa baca pola pertolongan Allah, masih fakir ilmu banget. Nyaris terperangkap jebakan syaitan buat galau sampai hilang fokus segala, tapi cuma sebentar karena air wudhu punya kekuatan melunturkan emosi negatif. Dapet akses dari Allah biar gak terprovokasi sama hawa nafsu, alhamdulillah. 


Ini cuma sementara, pun ini bukan milik kita, dari hati, pemikiran, tubuh, bahkan seluruh yang ada disekitar kita. Ini cuma titipan doang dan aku ada diatas janji Allah. Gak mungkin Allah ingkar janji. Fokus sama apa yang udah dimulai, hak Allah dulu, hak ilmu, hak orang tua, ditunaikan dulu. Niat ikhlasnya masih kendor deh kamu, tu. Coba deh revisi dulu dikit, biar lurus.


Manusia sangat mungkin suka salah ngomong, asal bicara, bikin baper sampai dianggap kayak janji buat yang dengar dan pas ia lupa, malah jadi dianggap bohong. Tolonglah, wahai hati, berdamailah...  yang tenang ya. Ini semua terjadi bukan tanpa maksud. Ada hikmah di setiap apapun, buktinya jadi auto istigfar. Allah yang gerakkin tangan-tangan kita, terima kasih untuk memberanikan diri bersuara dan datang sebagai pengingat, meskipun kembali sembunyi secepat kilat. 


Semoga Allah selalu kasih taufik dan hidayahnya untuk kita agar ga terburu-buru dalam bertindak, maaf masih kepo padahal lagi berusaha sama-sama fokus. Aku kepikiran dan yakin ada sesuatu, mungkin sudah sampai di titik jenuhmu, atau hal lain yang membebankan pikiranmu. Tapi maaf belum bisa membantu, kalau butuh sandaran biarlah Allah yang jadi tempatnya. Aku maupun kamu sama-sama lemah, gak bisa saling bersandar. Hati kita bisa berkhianat, kita pikir hati kita bisa dikendalikan nyatanya gak bisa kan? Mungkin karena kita gak punya kuncinya, makanya hati sering sulit diatur. Aku ada ingat status whatsappmu dulu, Rezeki itu diantar, kunci diantarnya rezeki itu taat. Sama, di surah Al-Anfal juga bilang;


"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara menusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (QS. Al-Anfal:24)


Padahal sama-sama tau, tapi buat menerapkan ilmu itu memang masyaallah ya? Hati kayak terpisah, gak bisa diatur. Kalau Ust. Nuzul Dzikri bilang, balasan tergantung jenis perbuatan, kalau kita gak mau diatur sama Allah nanti Allah bikin hati kita ga mau diatur sama kita. Mungkin itu kali, yang bikin ucapanku sering ga sejalur sama perbuatanku. Khilaf berkali-kali sampai orang lain nyerah. Semoga Allah tetap membersamai sepanjang jalan hijrah dan taubat di mana pun berada.


Ada satu titik di mana ketidaknyamanan itu seperti lumpur hisap, semakin berusaha keluar semakin tertarik ke dalam sampai mungkin saja tenggelam dan menghilang. Ia mampu menarik ke dalam secara mendadak, ga jarang kepanikan didahulukan daripada berdiam diri sejenak, meminta bantuan. Beberapa kali sering malu ngaku ke diri sendiri tentang satu hal, dan jadi malah saling serang nyalahin pikiran A dan pikiran B padahal semuanya ada dipikiran kita sendiri, lebih jauhnya itu semua juga Allah udah atur biar kita bisa mikir A, B, sampai C-nya. Lupa kalau aturan dunia ini cuma satu, nurut sama Allah atau binasa. Berkali-kali nyaris binasa, kalau gak karena Allah yang nolong jelas sering nyasar, sering tersesat, sering gak ikhlas, sering mempertanyakan hal yang udah terjadi, jadi manusia yang gak bersyukur dan lebih banyak nurutin syaitan daripada Allah. Maafin estu ya Allah.


Tergelincir berkali-kali, gak ikhlas jadi hamba bikin gak bisa lepas dari syaitan. Mungkin hal-hal yang dirasa berat dan gak nyaman itu terjadi karena salah posisi, salah ruang, salah waktu, salah porsi, salah situasi, dan untuk mengatasinya harus bergerak, jangan begitu lagi, pindah, move, move on.


Pain and suffering are always inevitable for a large intelligence and a deep heart. The really great men must, I think, have great sadness on earth.”


― Fyodor Dostoevsky, Crime and Punishment


Manusia gak lepas dari penderitaan, ya gimana emang bumi adalah rumah duka dan kita tinggal di dalamnya. Cuma mungkin aku sekarang harus banyak refleksi, kadang-kadang rasa gak nyaman itu lahir karena kita yang gak mau berubah, karena ada kekakuan hati kita, sementara lingkungan sekeliling kita sudah berubah, akhirnya kita jadi terasing dalam hidup kita sendiri dan merasa ga nyaman, kayak tersiksa, jadi gak gembira.


Jadi aku sekarang nyoba buat berhenti, gak melawan perubahan, coba ngerangkul perubahan, coba meluaskan biar gak gelisah lagi.  Semoga Allah terima dan dimaafkan segala kekurangan kita.

Tentang Ikhtiar Memperbesar Kapasitas Diri

Sabtu, 11 September 2021
Allah Maha Baik.

Tulisan ini dibuat setelah nonton live @adiawarja di instagram. Seorang yang jujur aku gak kenal haha siapa dia ya, tapi alhamdulillah sedikit banyak memengaruhi dalam semangat belajar. Makasiii mas feb, barokah ilmunya insyaallah.

Terinspirasi buat bisa fokus desain kayak mas feb, beliau udah 10 tahun kerja jadi desainer yang klien-kliennya dari luar negeri. Sebagai orang awam, tentu aku harus banyak cari tau, belajar, upgrade diri, biar ga stuck sama perasaan 'kok aku gini-gini aja' padahal emang ga pernah berubah. Masih sibuk milih, mau desain apa nulis. Apa dua-duanya. Apa gimana. Apa mau berhenti semua. Galau banget. Bingung.

Yaudah lanjutin aja yang aku mampu, ya aku kerjain. Gitu aja udah. Pokoknya upgrade diri, sedikit demi sedikit, pokoknya ikhtiar biar cita-cita punya kerjaan yang deket orang tua dan uangnya berkecukupan buat bantu orang terdekat bisa terwujud.

Iya kan namanya belajar lari pasti dimulai dari belajar jalan. Belajar jalan dimulai dari belajar ngerangkak dulu. Belajar ngerangkak harus lahir dulu, ada fisiknya ada jiwanya.

Kalo nggak paham, intinya udah ada kemauan dulu, terus persiapan segala macam untuk ditempa jadi makin baik dan makin baik lagi perubahannya. Mas feb ini kadang kasih tips tipis-tipis, gak melulu branding diri yang bombardir konten daily feeds (yha karena banyak klien juga sih, mana sempat) dan banyakan share meme (tapi sering relate jd menghibur, very nice hahaha). Jadi tuh, maksud dan tujuan nulis ini adalah aku mau bertumbuh jadi fokus ke desain karena cukup lama berkecimpung di dunia ini tapi nilai manfaatnya masih sedikit sekali buat bantu orang lain. Ternyata oh ternyata, memang aku yang gak upgrade kemampuan.

Ikhtiar yang aku lakukan masih tipisssss sekali dan ga berusaha eksplorasi lebih jauh, bahkan masih sering disuapi bahkan sama tim (makasih ya tim richmin udah mau bantu, semoga aku bisa segera catch up naikin skill biar gak urusan lagi sama spacing terus). Setelah kerja di China Town, aku makin sadar sama kekuranganku diberbagai hal.

Setelah sadar tentang kekurangan diri dari segi komunikasi, kurang ngaji, sekarang tentang skill desain ini. Tertampar juga sama keinginan hati buat dakwah tersirat lewat caption instagram tapi gak sadar diri kalo gak punya pengalaman apa-apa. Ih malu kali tuuu. Udah sana banyak belajar dulu aja gausah sotoy. Belajar aja belajar.

3 bulan di China Town, punya email kantor dengan kata depan designer@namakantor(dot) com sering jadi bahan lamunan. Kok bisa ya, jadi desainer?

Design is not my passion.

Dari dulu karena keseringan di rumah, hobiku cuma baca, ngapalin jargon iklan di tv, sama ngayal. Gak ada faedahnya ya kalo diliat-liat? Apa coba ngapalin iklan di tv. Tapi ya qodarullah, tiap nyalaim tv yang muncul iklan jadi hapal sendiri.

Jadi desainer pun berkat rahmat Allah, dikasih keluarga yang berkecukupan dan lingkungan yang mendukung buat belajar komputer dan perangkat lunaknya semacam corel draw dan photoshop. Yang lama-lama, jadi fokus main photoshop sampai punya gelar desainer.

Momen main photoshop ini dimulai dari iseng bikin cover fanfiksi oppa-oppa sama eonni-eonni korea hahahaha. Pernah ada masanya jahiliyah, dan sesuka itu sama mereka sampai bikin cerita dan covernya sendiri. Sekitar tahun 2011an mungkin, lupa sih kapan main photoshop. Tapi inget banget dulu Ps masih warna putih sama gambar mata belum ada Ps CS atau CC, bahkan pas pertama punya laptop di tahun 2011 masih pake Ps CS3 hoho. Baru upgrade ke CS6 tahun 2017, dan CC 2015 di tahun 2021. Sama-sama 10 tahun kayak mas feb di dunia digi-digi ini tapi aku masih belum ada apa-apanya astagfirullah ngapain aja yak :')

Alhamdulillah ga gitu nyesel juga waktu muda melakukan itu, karena di umur segini pada akhirnya ngerti dari kegiatan kurang bermanfaat itulah aku jadi mau berubah.

Sekali lagi aku gak ngerti desain, aku gak pernah ngerasa punya passion apapun. Yang aku lakuin selama ini cuma untuk memenuhi rasa penasaran aja. Sangat jelas ini hidayah Allah biar berhenti dari ngayal ga jelas.

Mudah-mudahan 10 tahun lagi kalau Allah kasih rezeki umur, di umur 34 aku bisa punya nilai manfaat yang lebih lagi buat bantu orang sekitarku kayak yang mas feb lakuin hari ini. Tentunya, aku juga berdoa buat kamu yang baca tulisan ini, bisa sama-sama ikhtiar buat berdakwah dalam bekerja supaya jadi manusia yang bermanfaat. Biar ketemu Allah nanti gak malu. Biar ketemu malaikat nanti seluruh tubuh kita bisa jawab yang baik-baik karena mulut kita dikunci ga bisa bohong.

Mudah-mudahan Allah ampuni kita semua. Semangat yuk jadi yang lebih baik lagi!

Buat Ibu Dari Anak Tunggal yang Melankolis

Kamis, 09 September 2021
Ibu, jangan pergi. Aku gak mau sendiri.


Seberapa banyak teman yang dimiliki, tetap yang pertama dicari adalah ibu. Ketika semua orang memuji sampai mencaci maki, ibu ada di sana membersamai. Jatuh cinta, patah hati, ibu yang pertama dengar kisahnya. Dari 7 milir manusia di dunia yang bisa datang silih berganti, aku berharap ibu gak pergi.

Umurku baru 24, artinya ibu sudah berjuang selama lebih dari 25 tahun untuk hidup bersama ayah mengarungi luasnya pelayaran rumah tangga. Jelas apa yang aku ceritakan padanya, gak sebanding dengan apa yang ia rasakan dan sembunyikan.

Ibu pandai bermain peran. Ia selalu siap jadi satpam ketika aku salah, siap jadi badut ketika aku ada masalah, siap jadi rumah ketika ingin keluh kesah.

Maaf selama ini lebih sering acuh dan abai, aku yang tidak paham, bu. Aku kira, tidak berkabar artinya ibu baik-baik saja. Aku kira, tidak ditanya artinya ibu percaya aku mampu melakukannya. Tapi ternyata, memang hidup tidak pernah semudah itu.

Terima kasih ibu, tanganmu selalu hangat untuk kusentuh tiap kali merasa tidak baik-baik saja. Banyak kurangku tidak pernah kau permasalahkan, meski di mata orang lain itu adalah kesalahan besar.

Kalau saat hancur ku disayang, apalagi kalau ku jadi juara.....

Nggak pernah bosen dengerin cerita ibu. Kadang, ibu kayak pesulap yang bisa ubah cerita berat jadi komedi, dan kita berdua sering menertawakan hal yang menyebalkan, untuk menghibur diri. Ibu, kalau gak ada ibu, aku sama siapa.... Cerita yang kita punya terlalu banyak untuk disimpan sendiri, bu.

Orang lain boleh pergi dan datang sesuka hati. Boleh bikin kecewa dan sakit hati berkali-kali. Semoga aku ga bikin ibu kecewa. Maaf kalau selama ini suka cerita yang sedih-sedih, bikin khawatir karena jauh, tapi makasih ibu udah percaya aku buat berpetualang sejauh ini.

Orang di luar sana cuma tau aku seperti di dalam bingkai yang kutunjukan lewat media. Tapi cerita dibalik bingkai itu, hanya aku, ibu, ayah, dan Allah yang tau. Mudah-mudahan apapun yang kukerjakan di sini bisa jadi amal dan ladang pahala bagimu, ibu. Semua ilmu yang kupunya datangnya dari ridho-mu. Ridho orang tua adalah ridho Allah. Aku gak bisa apa-apa kalo ibu sbg kaki tangan Allah gak ridho....

Makasih ibu, sebanyak apapun kata-kata yang ditulis, gak akan pernah cukup buat mengapresiasi seluruh rasa sayangmu padaku. Semoga Allah melindungi ibu dari marabahaya. Jangan dulu pergi ibu, aku belum berbakti.....


Bergerak Maju, Berlayar dan Menuju Pulang

Rabu, 08 September 2021
Peristiwa bisa terulang, dan itu bukanlah kejadian yang mengejutkan, seharusnya. Yah tapi lagi-lagi sebagai manusia biasa, kebetulan yang berulang tetap punya efek kejut. Entah positif atau negatif, tergantung siapa yang berbisik; was-was dari syaitan atau hati nurani dari tuhan.

Ada banyak hal besar yang kini berani dipilih demi misi hidup sebagai hamba di dunia yang penuh kesedihan ini. Rumi bilang, bumi adalah rumah duka dan kita memang bermukim di situ. Pantaslah kalau memang kita hidup berdampingan dengan sedih. Aku tidak lagi membenci kesedihan bila ia datang padaku.

Sebagian lain sudah selesai bertarung dengan diri sendiri dan bersiap dengan pertandingan lebih besar; menjadi masyarakat skala kecil yakni keluarga. Sebagian lainnya masih mencari apa yang penting di dunia ini. Semuanya bergerak, dalam pelan maupun tempo cepat. Mengarungi sungai-sungai yang menghanyutkan dan berpotensi menenggelamkan. Kita semua bergerak dalam antrian kematian.

Nasehat itu petunjuk. Hati bagai pintu yang harus selalu diketuk.

Badai yang datang tidak pernah disambut suka cita, tapi setelah bisa melewati badai barulah bisa berpesta sambil cerita dengan riang gembira. Selalu seperti itu, dan akan terus seperti itu. Mimpi-mimpi yang sukar diraih, angan-angan semu, kisah cinta yang pahit, usaha-usaha yang gagal, semua itu akan jadi cerita di suatu sore nan tenang di masa depan.

Mencari makna dalam pelayaran kehidupan tidak selalu mudah. Tidak apa menjalani rutinitas seperti biasanya, atau ingin meningkatkan kualitas diri dari hal terkecil setiap hari. Tapi hidup bukan sekadar rutinitas dan pencapaian terhadap duniawi. Ini perjalanan yang ditempuh untuk Allah, dan menuju Allah sebagai tujuan pulang.

Masa depan yang selalu dibayangkan itu, boleh dijadikan acuan agar terus berproses dari baik menjadi lebih baik. Tapi bukan tujuan pulang. Jadikan dunia sebagai jembatan untuk mendapatkan tempat pulang terbaik.

"Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan." (Q.S Al-Baqarah:28)


Sebagai pengembara, dunia memang sangat menarik dengan berbagai hal. Dunia menyuguhkan sesuatu yang indah, meski terkadang jenuh, dunia punya banyak cara agar kita bisa berkutat hanya dengannya tanpa mengingat tujuan pulang. Kita tahu padahal isi dunia hanyalah sementara. 


Semua hal bergerak. Aku, kamu, kita, kalian, semua orang, semuanya, sesuatunya. Waktu juga bergerak. Masa lalu tidak bisa diubah tapi bisa direnungi, apa hikmahnya dan apa perbaikan untuk yang akan datang. Semoga kali ini kesalahan yang lalu diampuni, dan taubat kita diterima. 


Kita bukan tuhan, gak bisa atur semua urusan. Bahkan diri sendiri saja Allah yang gerakkin bukan atas kehendak kita pribadi. Mana mungkin Allah gak lihat kesalahan yang kita buat, sedangkan Ia sangat dekat.


Aku mau bergerak dan berlayar, sampai waktunya pulang.

Bukankah Kita Bersama Karena Saling Mencinta Mengapa Ribut Saling Ingin Dicinta

Senin, 06 September 2021
Bahasa itu jembatan agar bisa memahami makna. Bahasa itu cara manusia untuk bisa mengenal sesamanya agar bisa menerima dan membantu satu sama lain.

Tapi kemudian, bahasa juga bisa jadi simbol perpecahan. Di mana semua hal bisa disalahkan karena bahasa. Semua bisa cerai berai karena bahasa. 

Bahasa itu netral, tidak berat sebelah tapi selalu dipandang berbeda pada setiap orang, tergantung kacamata yang dipakai.

Seingatku kita berada dalam satu kapal kecil yang siap berlayar. Atau itu mungkin karena aku sudah terlalu lama di dalam kapal, jadi terombang-ambing oleh isi kepala sendiri.

Ini semua bukan tentang salah dan benar. Perkara kapal juga bukan tentang siapa yang salah membaca kompas dan siapa yang benar mengembangkan layar. Lagi-lagi ini hanya tentang bahasa, mau terus berlayar meski beda rute dan kemungkinan mati bersama, atau membiarkan kapal berhenti di pulau terdekat untuk menyelamatkan diri masing-masing?


Mengingat adalah hal yang tidak menyenangkan. Terlalu banyak hal terjadi membuat memori jadi acak, kalau dipaksa untuk mengingat malah benci menyebar seperti serbuk yang ditabur pada air.

Semakin diingat, semakin tersayat.

Ada yang belum selesai dikenang, dan itu wajar untuk manusia-manusia melankolis. Dengan mazhab agamis, tentu sisi yang itu harus ditekan dan dibuang karena tidak punya nilai manfaat.

Tapi mari letakkan semua hal yang mengikat lalu menjejerkan segala penat dalam sebuah surat.

Adakah letaknya yang kurang tepat, sehingga bisa diperbaiki untuk melonggarkan kepala dari sakit kepala hebat?

Adakah yang bisa dipercepat agar hati tidak merasa ketat oleh berbagai macam alasan berat?

Adakah yang bisa diperlambat untuk memproses ingatan yang sempat dirawat?

Kepada setiap diam yang berisik di dalam kepala masing-masing, bolehkah aku mendengarmu bersuara? 

Perihal Tidur Orang Normal

Sebagian orang mampu tidur sampai 8 jam per hari. Sebagian lainnya, sulit tidur bahkan untuk 4 jam. Beberapa diantaranya, ketika weekend lebih bisa bangun siang daripada pagi seperti biasanya.

Aku termasuk yang sulit tidur, makanya ketika kemarin bisa tidur cukup banyak ada rasa terharu. Ternyata aku bisa juga tidur cukup. Dengan catatan tertentu. Faktornya masih belum unlock sih. Cuma kemarin itu, seperti Spongebob bilang, rumah nenek adalah tempat ternyaman jadi aku tidur dengan nyaman deh! Aku bisa ngantuk saat semua orang sedang berbincang-bincang, trus tertidur lebih dari empat jam di satu hari. Woooow! Waktu dulu sempat videocall, dan itu juga bisa langsung tidur lebih dari empat jam.

Apa memang harus ada 'orang lain' dulu supaya merasa ngantuk? Nggak tau. Belum pernah baca jurnalnya juga. Mungkin nanti bakal di update tulisanku di judul ini kalau punya hipotesis baru.

Soalnya perihal tidur ini salah satu hal yang mesti aku ubah kalau mau jadi versi terbaik. Kurang tidur tuh kurang baik buat kesehatan, tapi maksain tidur gak bisa.

Pokoknya pelan-pelan, mari kita tidur cukup. Semangat! 




=== Update 1 November 2021

Kini sudah bisa tidur minimal 4 jam dengan metode lepas gadget. Haha alhamdulillah. Sayangnya, punya efek samping bisa tidur beberapa ronde sehingga jadi over sleep seperti orang yang abis diputusin. Bawaannya pengen tidur terus karena gak mau pegang gadget. Udah seminggu terakhir bisa tidur 6 jam cuma dibeberapa waktu siang-siang bisa ketiduran juga! Ketidurannya juga 2 jam, itu ketiduran apa keenakan tidur haha. 

Temen-temenku sih bilang itu hal bagus aku bisa tidur 6 jam + 2 jam ketiduran. Tapi aku kok ngerasainnya kayak terlalu banyak tidur kayak ada yang salah dengan diriku. Masih mencari akar utamanya kenapa kok bisa tidur selama itu. Padahal selama 23 tahun ini tidur itu kayak susaaaah banget.

Soalnya aku curiga kalau diriku punya hal yang disembunyikan, alias aku denial sama keadaaan tertentu dan aku lagi 'kabur' dari hal itu. Semacam coping mechanism tapi ini bahaya banget sampe diri sendiri gak ngenalin 'keadaan tertentu' itu malah badan udah 'kabur' duluan. Something's wrong with me. Tapi masih nggak ngerti apa yang wrong :(

Nanti di update lagi soal tidur ini kelanjutannya gimana yak!

Auf Wiedersehen! 

Menulis Surat Untuk Diri Sendiri

Sabtu, 04 September 2021


Aku lupa pernah mengirim email untuk diri sendiri di tanggal ulang tahunku. Pas buka email kaget sendiri, lah ini isinya apa? Kapan ngetiknya? Lupa.

Kayaknya besok aku harus tulis INGET biar gak gampang lupa deh. Harus ada perubahan dong, kan usianya makin dewasa. Masa mau lupa terus. Lupa mulu ingetnya apa? 

Isi emailnya kebanyakan pertanyaan konfirmasi yang dimulai pake pertanyaan 'gimana, udah.... belom?" dan aku speechless. Gak tau mau bales apa sama isi emailku yang kayaknya itu penuh energi positif.

Setiap hari bersyukur, alhamdulillah masih dikasih kesempatan taubat. Hari ini tentu harus lebih banyak lg bertafakur dan bersyukur atas kebaikan Allah yang melembutkan hati orang-orang disekitarku untuk memberikan makanan untukku.

Memanglah rezeki itu ada di langit, ada di genggaman Allah. Aku gak pernah takut gak makan, karena yakin apapun itu pasti yang terbaik buatku dari Allah. Sesayang itu Allah sama aku, dan Allah gak akan kasih ujian yg melampaui batas kemampuan. Allah tau aku mampu, dan aku tau masalahku itu kecil... Ada Allah yang Maha Besar (ini dapet dari email yang kuketik sendiri!) 




China Town jelas akan jadi perjalanan singkat menuju-Nya, jalur akselerasi untuk status kehambaanku. Mudah-mudahan Allah berkahi ditempat ini untuk belajar ilmu dunia, bukan untuk menguasai duniawi, tapi jadi jelas mana yang hak dan bathil supaya disaat nanti dapat amanah lebih besar, aku tidak dzalim kepada orang-orang yang bekerja bersamaku. Biarlah yang tidak tau tetap tidak tau tentang hari ini. Bukan hari yang besar, tidak perlu terlalu diperingati, yang penting kan orang terdekatku tau dan ingat aja alhamdulillah. Dikasih makanan alhamdulillah. Nanti gantian aku yang bagi-bagi. Pengennya sih bisa sedekah subuh yang rajin gitu. Cuma karena masih keterbatasan waktu dan dana, paling diakumulasikan untuk orang terdekat dan berbagi sama yang lebih butuh.

Ngomong-ngomong, kalimat penutup di emailnya bagus ya?

Jangan keras-keras sama diri sendiri. Yang sayang sama kamu banyak, jangan dihempas gitu aja, sayangku....

Alhamdulillah wa syukurillah, semoga Allah senantiasa hadir dalam hati kita agar hati selalu merasa cukup atas segala sesuatunya. 

Dua Empat di Empat Sembilan

Jumat, 03 September 2021
Pagi yang tenang dan indah. Terbangun sebelum alarm berbunyi jadi kebanggaan sendiri di hari ini. Oh, sudah waktunya ya. 


Sudah bertambah usia, bertambah ilmu, semoga bertambah pula keimanan dan derajat di sisi Allah SWT.

Alhamdulillah tahun ini genap berusia 24. Tidak terasa menjalani tahun demi tahun, gejolak batin yang sering berantem dengan diri sendiri. Bertumbuh, dan menerima diri seutuhnya.

Perjalanan hidup masih berlanjut, kini bukan lagi daun hijau. Ada perasaan untuk melihat setiap keadaan dengan sudut pandang terjauh, namun tetap secara sadar melihat skala terkecilnya. Sekarang aku sudah bergabung di barisan orang-orang yang membangun sistem, objeknya bukan lagi diri sendiri tapi kebermanfaatan untuk lebih banyak orang di sekitar. Oh idealisme pertama di umur 24. Semoga Allah jaga niatku.

Punya dua amanah besar di tahun ini. Mungkin akan melemah, mungkin akan merasa lelah, berbekal laa illa ha illawlaah, laa hawla walaa quwwata illa billah, hasbunallah wa ni'mal wakil, aku yakin bisa dan dimampukan oleh-Nya.

Ini salah satu kebaikan-Nya dalam setiap peristiwa. Allah menghilangkan satu orang, dan mendatangkan sepuluh orang. 

Perayaan yang terlalu dini dari kantor. China Town yang sering kupandang tidak ramah, buktinya tetap tunduk pada ketetapan-Nya. Allah Baik, dan aku diberikan rahmatnya.

Sehari sebelum genap usia dua empat, aku sempat ingin membeli makanan manis, tapi urung dibeli. Tidak lama, dua box Dunkin Donuts berada diatas meja jam 12 siang. Diantarkan sejoli yang sedang dimabuk cinta karena hari ini mereka ada meeting dengan owner. Masyaallah... Aku baru kepikiran kemarin, udah dateng di meja esoknya. 



Sejak kemarin ucapan-ucapan sudah kuterima dan do'a sudah terpanjatkan. Makanan, kue, dan lainnya sudah kunikmati. Alhamdulillah, bahagia dan terharu. 

Umur 24 ini dibuka dengan perjalanan menuju kota tenang. Kota yang selalu jadi saksi ketika aku patah hati. Solo trip yang dijemput ini agak terdengar horor tapi biarlah aku melakukannya hari ini demi sebuah keyakinan; bakti. Mudah-mudahan Allah berikan kekuatan atas setiap langkah yang kupilih, agar tidak salah jalur dan ridho atas setiap apapun yang terjadi.

Belajar adalah obat patah hati terbaik. Mungkin memang benar, aku mau fokus kerja adalah kalimat manis yang bisa aku resapi maknanya sebagai aku harus banyak belajar lagi. Tahun kemarin aku banyak belajar. Tentang makna sabar, makna ikhlas, tentang cara kerja jalur langit, tentang ikhtiar, tentang hal yang terasa namun tak tampak dipandang mata. Secara sadar, aku berani mengambil banyak keputusan karena terpacu olehmu. Tahun ini tentu aku akan belajar lebih banyak lagi. Inginku ada perubahan besar secara internal dalam keluarga. 

Bekerja adalah amanah dari Allah, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban, dan menuntut ilmu itu wajib, sebab bodoh itu dosa. mudah-mudahan aku tidak termasuk golongan orang yang dzalim karena lalai dengan tanggung jawab sebagai anak, sebagai pekerja, sebagai pembelajar, dan sebagai hamba. 

Di perjalanan menuju kota tenang, aku mendadak terbayang kamu yang pastinya masih bekerja di hari sabtu seperti ini.

"Kalau aku ulang tahun kamu ngucapin apa?" 

"Apa ya, 'cie ulang tahun'?" katamu gak yakin. 

"Yah gitu aja?" 

"Bingung mau bilang apa."


Semogalah di hari baik ini, aku dan kamu selalu diberi perlindungan dan hidayah. Sebagaimana keinginanmu untuk fokus bekerja, doaku membersamai. Untukku, semoga tahun ini bisa aku lalui dengan ketenangan dan cinta yang bersumber karena-Nya, dari-Nya, dan untuk-Nya.

Kesan Pertama dan Keajaiban Waktu Dhuha

"Darimana datangnya hujan? Dari air turun ke bumi. Darimana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati."


Klasik. Hidup ini menarik dengan segala paradoks dan rahasianya. Tidak hanya soal hujan dan cinta dari petikan lirik lagu diatas, tapi lebih pokok lagi, yakni tentang menggantungkan harapan pada Yang Maha Pemberi Cinta.

Berisik ya, ngomongin cinta mulu.

Tapi kalo gak karena cinta, kita tuh ga ada di dunia ini. Kalo gak ada cinta, gak bakal ada manusia hidup karena ya... ga ada rasa welas asih, bakal ada perang.

Ngomongin cinta, gak lepas dari yang namanya kesan pertama. Pasti, sebelum jatuh cinta, ada momen di mana hati rasanya berdesir. Aih, berdesir. Syahdu banget. Hahaha. Intinya kesan pertama akan selalu terkenang.

Kesan pertama selalu berbekas. Sangat jelas meski sudah berlalu lama sekali. Misalnya saat pertama kali gak ranking 1. Subhanallah... Estu kecil ini gak pernah ngerasa bodoh lantas BOOOMMM momen pertama dapet sentilan dari Allah. Nangis, sedih, kecewa, sampai gak mau makan cuma karena gak dapet ranking 1 lagi. Berasa dunia hancur gitu kan selama ini bangga dan dibanggain orang sekitar. Jadi kalo gak ranking satu, yang ada di kepala estu umur 11 tahun waktu itu adalah, aku gak bisa dibanggain orang tua lagi. Masih kecil udah overthinking ya lol.

Aku kecil dihibur ibu, kata ibu gak rangking 1 juga gak apa-apa, kan udah berusaha. Allah tuh tau kok kita udah usaha. Trus sederet kalimat motivasi lain dan menyadarkanku satu hal:

Apa yang aku mau, gak selalu sejalan dengan apa yang Allah mau.


Kalau gak salah 2011, pertama kali mulai solat dhuha. Jarak kelas ke masjid itu harus lewatin lapangan basket, ruang guru yang panjang membentang dan lapangan parkir. Jauh banget masyaallah. Tapi berbekal tekad motivasi agar lulus UN di tahun depan, yaa tetap dikerjakan. Tahun pertama berhijab juga karena aturan sekolah. Abis itu berbagai guncangan mulai kerasa. Tapi setelahnya akan selalu Allah permudah apapun yang lagi dibutuhin. 

Ujian hati itu lebih menggetarkan daripada ujian fisik. Terus ketika kamu mengalaminya sekali, sakit luar biasa. Dua kali, masih sakit cukup lama namun perlahan mampu kembali. Ketiga kali, sakit tetap terasa namun bisa terkendali. Proses yang salah akan membawa pada hasil yang salah pula. Namun baiknya Allah, meskipun prosesnya salah, diperbaiki oleh-Nya berkali-kali supaya aku mengerti. 

Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ada hal menarik tentang kesan pertama dan hubungan antara solat dhuha. Ketika pertama kali lihat sesuatu dan hal itu berkesan banget, kita bisa aja jatuh cinta sama sesuatu atau seseorang tersebut. Tapi gimana kalo pada akhirnya mereka nunjukin sisi asli mereka, gimana cara mereka ngadepin konflik, masih lanjut cinta apa udah nyerah aja? Kan gitu ibaratnya. Iya sih kalo ke manusia, okelah mayoritas lebih pilih nyerah aja daripada mempertahankan. Tapi untuk agama? 

Ketika kita mencoba dekat sama Allah, Tuhan kita sendiri, mencoba mencintai-Nya dan kata Allah tidak ada orang beriman tanpa Allah uji, maka kita terus-terusan dikasih ujian. Apakah kita akan nyerah bergerak menuju Allah? Atau kita tunduk dan patuh atas segala ketetapam-Nya?

Kesan pertama selalu bisa terbingkai apik, gak ada yang nyangkal buat gak bisa dilupain. Terus hubungannya solat dhuha itu apa sama kesan pertama? Hiburan.

Solat dhuha itu penghiburan untuk setiap masalah. Sama kayak kesan pertama yang kamu gak bisa lupa, solat dhuha tuh yang bikin Allah inget kamu. Kamu minta dihibur Allah di waktu dhuha, maka Allah inget kamu terus.

Tidak ada yang mudah, tapi bukan tidak mungkin bisa berubah. Kalau kita mau dan Allah kasih, ya kita pasti dibikin mampu sama Allah yang Maha Baik. 


Ini waktunya belajr lebih banyak lagi tentang-Nya, tentang ketenangan, tentang cara-Nya memberikan cinta agar ada peningkatan ujian, agar semakin bersih ketika nanti pulang dan bertemu dengan-Nya. Semoga kita semua selalu diberikan hidayah dan istiqomah dalam beribadah.

Barakallahu fiikum, jangan lupa istirahat! 

Semua Bergerak dan Tunduk Pada-Nya

Kamis, 02 September 2021
Waktu berjalan maju, dan masa lalu ada untuk dijadikan pelajaran untuk masa depan. Kemarin dan hari ini, rasa penyesalan itu masih ada dan semoga tidak hilang karena dengan perasaan sesal itu justru aku bisa terpacu untuk berubah jadi lebih baik.

Banyak berita bahagia sebenarnya sejak bulan agustus lalu, hanya karena satu riak ombak di pantai kadang terlupa bahwa air yang tenang masih di tengah lautan.

Semua orang bergerak pada jalan takdirnya masing-masing. Memulai usaha mikro, memulai belajar bahasa asing, mulai kembali melukis, mulai kembali menulis, melanjutkan studi hingga negeri Eropa, dan masih banyak lagi.

Semua bergerak berdasarkan kehendak-Nya. Ada yang ingin sekali studi sampai luar negeri, punya banyak teman orang asing, punya pekerjaan bertaraf internasional, dan ada juga yang ingin sekali hanya jadi orang sederhana. Hidup dan tunduk pada apa yang Allah sodorkan padanya.

Duluuu sekali saat SMA, kawanku yang paling gak umum itu senang bereksperimen. Dia bilang, hidup ini gak ada yang penting. Sebab ia sadar, ketika ia ingin dan serius sedikit saja, ia akan mendapatkan apa yang ia mau. Makanya ia jadi senang membantu orang lain saja, karena tidak punya hal yang begitu penting untuk dirinya sendiri. Entah sekarang bagaimana kabarnya. Dulu aku kagum dengan cara berpikirnya yang aneh. Semua hal yang kuketahui, ia bisa bantah dengan hal logis lain yang tetap pada koridor agama. Keren tapi ternyata gak sekeren itu karena pada akhirnya manusia memang labil dan Allah berkuasa untuk membolakbalik hati. Terakhir kuingat, ia bekerja di sebuah perusahaan cukup ternama dan ya betul, pergaulan mengubah cara berpikir.

Tapi ini bukan tentang kawan SMA-ku, ini tentang seluruh manusia di bumi ini yang bergerak seolah-olah itu adalah gerakannya sendiri. Padahal dibalik itu tetap Allah yang melakukan pergerakkan.

Aku senang di China Town karena punya banyak waktu luang di pagi dan malam hari. Semuanya waktu mustajab untuk berdoa. Jam kerja dimulai sebelum dhuhur sampai maghrib, selebihnya mau lembur atau pulang ya bebas. Tapi karena boss-ku ini masih muda dan cukup religius, maka seringkali jam 7 malam para pekerjanya diusir pulang jangan di kantor, sabtu minggu libur karena mereka ibadah di salah satu hari itu.

Lihat betapa Allah sebenarnya kasih apa yang aku butuh, bukan cuma yang aku ingin.

Setahun lalu, mana sempat aku punya waktu menulis seperti sekarang.

Pagi, revisi. Siang kejar desain dan edit video, sore masih revisi, malam masih diteror untuk sebuah revisi minor. Senin sampai minggu gak ada abisnya revisi terooss. No life. Aku sampai protes ke bunwel waktu itu hahaha, "bunnn aku mau ketemu manusia bun, kita semua no life banget." tebak jawabannya apa? Iya betul, suruh istighfar dan bersabar. Semua orang di kantor itu memang no life. Acara makan-makan jarang, pergi sekadar refreshing juga gak ada. Beneran hanya kerja, kerja, kerja, bahkan mau ngaji aja aku kesulitan. Pokoknya ngaji tuh bener2 me time yang harus sampe matiin hp dan kunci pintu kamar. Kalo gak gitu tetap diteor karena temen sekantor lain juga satu kosan, aku gak bisa dihubungi eh dia yang kena juga.

Alhamdulillah sih banyak ilmunya, karena kerja 24/7/365 dan emang Allah tau aku mampu, jadi BISA BISANYA BERTAHAN DENGAN RITME KERJA KAYAK GITU. Masyaallah, hebatnya Allah kasih aku kekuatan untuk bertahan.

Sempat terbersit di hati, apakah aku akan ke luar negeri sungguhan setelah dari China Town ini? Sebab sekelilingku rasanya bukan seperti Indonesia. Cari makan harus lihat tempatnya halal/non, dengar adzan susah, kemana-mana gak ada yang kenal. Walah, berasa pindah dunia emang ini magic sekali Allah kasih storyline begini.

Mungkin hidup teman-teman lain juga begini sama kayak aku. Banyak surprise-nya! dan yaaa kalo ada pil pahitnya coba telen aja dulu. Gak enak sih, tapi kan kalau obat bisa bikin sembuh. Siapa tau emang ini jalannya biar bisa sembuh dari keluhan yang selama ini dirasakan. Al Qur'an kan asy-syifa, penyembuh. Apapun yang terjadi, Allah gak mungkin salah kasih takdir.


Mengimani takdir itu bukan untuk para ahli ibadah, tapi wajib bagi seluruh umat islam. Inget, rukun iman kan? Mengimani qodo & qodar. Oh, aku ada satu doa yang diulang-ulang tiap sujud!


Ya Muqollibal Qulub Tsabbit Qolbi 'alaa Diinik (Wahai Yang Membolak-balikkan Hati, teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agama-Mu).

Sama banyakin istighfar. Mudah-mudahan Allah kasih jalan supaya lapang hatiku dan hatimu dalam menghadapi setiap persoalan.

Siap dan Bersiap-siap

Rabu, 01 September 2021
Angin tidak selalu berhembus ke arah yang kita ingin, namun berhembus kemanapun Allah gerakkan.



"Hiduplah, dan jadilah orang yang bermanfaat." begitu kira-kira ibu pernah bilang padaku.

Kalau dipikir lagi, sejak kecil sampai dewasa ini, ibu cuma bilang tiga hal. Sehat, selamat, rezeki agung. Udah. Itu aja. Itupun beliau dapat dari almarhumah mbah uti. Ayah juga ga pernah bilang apa-apa selain, hati-hati. Aku gak pernah dituntut untuk jadi sesuatu, dan menjadi seseorang.

Haaah.... Menyadari hal itu rasanya hidup di China Town makin berat. Ingin rasanya usai dan lepas dari semua hal disini untuk kembali berkumpul dalam keluarga salak yang isinya cuma bertiga. Tapi sekali lagi ketika nyaris menyerah gini, Al Qur'an kasih petunjuk. Sehabis isya tadi kebetulan asal buka dan seketika itu air mata tidak henti turun.

"Dan berdoalah," Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baiknya pemberi tempat." 
(QS Al Mu'minun:29)


Bener-bener deh, sejak interview pertama sampai hari ini gak ada hentinya merenung, menjejaki apa yang sebenarnya akan Allah sampaikan padaku sampai sudah lewat tiga bulan di kota ini. Pesan apa sih yang mau Allah kasih tau ke aku, sampai bisa-bisanya 'nyasar' ke dunia ini. 


Memanglah dunia dan akhirat punya batas yang jelas, namun bias karena terlalu banyak suara. Mungkin hanya dengan cara ini, aku bisa punya suara sendiri memetakan batasan duniawi dan ukhrowi agar tidak lagi terombang-ambing oleh pendapat mayoritas.

Meskipun dilanda khawatir akan aqidah yang bisa jadi melenceng, yakin Allah Maha Penjaga... Aku, dengan izin Allah, pasti dijaga-Nya agar tetap dalam koridor.

Terima kasih untuk semua orang yang mengunggah kajian-kajian para ustad/ustdzah sehingga tetap bisa mencari ilmu meski tidak bisa pergi kemanapun. Makin banyak tau, makin tampak banyak lubang pada cangkir-cangkir yang kumiliki. 

Akumulasi dosa itu sampai hari ini makin terasa, alhamdulillah bini'matillah masih diberi kesempatan untuk merasakan getirnya kekecewaan akibat kesalahan diri sendiri yang sempat lalai untuk bertaubat. 

Sempat dulu Mak Muri bilang, "Allah itu bayar kontan kebaikan dan keburukan kita di dunia. jadi kalo ada yang ga enak, ada yang terasa sulit, itu bukan karena Allah mau nguji kita, tapi Allah mau hapus dosa-dosa kita di masa lalu." MasyaAllah... Baik banget ya, Allah tuh :') 

Udah salah, tobatnya lama, tapi masih mau ngampunin kita punya dosa. Terus sekarang bersedihnya karena apa? Masalahnya apa? 

Nggak ada kan. 


Cuma bisa bersyukur, mudah-mudahan iman islam ini dijaga Allah sampai hari akhir nanti. Gak cuma aku, tapi keluargaku, anak cucu kerabat sampai teman-teman semua. 

Hidup bukan apa yang kita mau, tapi apa yang Allah tetapkan.

Mungkin ini ketetapan Allah untuk sementara ada di China Town, untuk bekerja, dan untuk terus bertafakur atas segala hal. Mungkin memang karena aku yang keras kepala, (bahkan nabrak tembok pun si tembok yang bakal minta maaf) sampai harus sendiri rasain berada ditengah-tengah kaum berbeda dan bermukim di sini. Mungkin saking aku mudah gelisah dan takut kehilangan, justru aku diberikan kondisi yang bikin ketakutan itu muncul. Tujuannya tidak lain agar aku bergantung pada Allah saja.

Orang tua itu titipan, sewaktu-waktu bisa diambil oleh-Nya (meskipun aku ga kebayang dan rasanya ga mau membayangkan kalo ga ada mereka pasti sedih banget). Teman-teman yang baik itu titipan, rezeki materi dan non material juga titipan. 

Dari Allah, untuk Allah, dan kembali ke Allah.

Untuk manusia yang sedang melakukan hijrah (berpindah tempat), aku merasa ini bukan tempat ideal untukku. Tapi Allah kasih ini tempat, untuk bisa dipakai berpikir. Tentang apa-apa saja yang dititipkan dan tentang hal-hal yang hilang. Sesungguhnya semua peristiwa ada kebaikan didalamnya. Hanya saja aku belum tahu, Allah belum buka pintunya.

Sabar dulu.

Kita siap-siap saja untuk pulang daripada harus mengejar apa yang tidak bisa terkejar. Perubahan itu pasti ada. Tapi jika bersumber ke Allah, mudah-mudahan tetap terjaga semuanya.

Alhamdulillah 'ala kulli hal.