Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Selesai Dengan Diri Sendiri Itu Batasnya Apa?

Minggu, 30 Oktober 2022
Batasnya sampai nerima kekurangan diri kah?
Sampai bisa ngobrol dengan ayah kah?
Sampai bisa konsisten dengan satu bidang kah?
Sampai berhenti isolasi diri dari lingkungan kah?
Atau sebenarnya bukan di hasil itu semua?

Apakah batas selesai itu ada di proses aku tidak lagi banyak bertanya melainkan banyak membuat solusi atas masalahku?
Tidak lagi menyalahkan diri melainkan mengerti batasan dan memulai dari apa yang aku mampu? Mengatakan aku tidak mampu ketika memang tidak bisa dan tidak ada waktu? 

Apakah batas selesai dengan diri itu artinya aku mempercayai diriku dengan seiizin Tuhan bisa berhasil dan gagal tanpa perlu kecewa berlebihan? Aku menerima kesalahanku dan mempelajari polanya supaya di masa depan jadi lebih baik?


Di mana batas selesai dengan diri sendiri itu?

Laki-laki yang Hilang Dalam Kabut dan Perempuan yang Telah Surut Rindunya

Minggu, 16 Oktober 2022
Kio itu sering sakit, tubuhnya lemah karena punya banyak alergi. Salah makan sedikit, tubuhnya merah-merah. Kalau terlalu capek, Kio bisa tiba-tiba pingsan. Kena debu, dia bersin-bersin sepanjang hari sampai hidungnya merah dan berair. Makanya Mei gak pernah absen buat bawain mainan apapun ke rumah Kio, biar anak laki-laki itu gak kesepian.

Buat Mei, Kio seperti adik yang harus di jaga, meskipun ia sendiri punya adik kandung bernama Tian. Tapi Tian kuat, ia jago Tae Kwon Do dan punya banyak teman di sekolah, makanya Mei gak khawatir soal Tian. Kalau Kio, karena homeschooling, jadi temannya cuma Bi Inah, Mama dan Papa nya, juga Mei dan Tian saja. Rumah mereka sebelahan, jadi wajar kalau Mei merasa harus peduli sama Kio.

Kio itu orang yang paling semangat kalau Mei ajak buat ngelukis, gak kayak Tian. Makanya Mei lebih suka main bareng Kio daripada Tian. Tapi Kio juga nyebelin. Tiap hari Mei dikasih buku isinya soal-soal matematika karena Mei paling benci perhitungan. Nilai matematikanya 6 padahal Tian 9. Kio terlalu rajin sampai punya gudang soal perkalian dan Mei harus isi soal itu kalau mau main bareng Kio. 

Mei mana mau mengerjakan 10 soal tiap hari. Paling bagus 3 soal dia kerjakan, sisanya Mei akan membawa buah sebagai sogokan, atau coklat bar meskipun tau Kio gak akan makan coklat karena alergi, dan melakukan hal lain seperti membuat pembatas buku dari daun yang dikeringkan misalnya, agar dia tetap main bareng Kio meski soal itu tidak dikerjakan semua.

Lalu suatu hari, Kio pindah.

Anak laki-laki yang sering memberikannya soal matematika itu tiba-tiba hilang padahal kali ini Mei sudah mengisi semuanya tanpa banyak alasan. 

Mama dan papa Mei terlalu jarang di rumah, jadi mereka juga gak tau apa yang terjadi dengan keluarga Kio. Tian juga bingung, mungkin sedikit marah karena Kio pergi tanpa pamit bikin Mei jadi mengurung diri di kamar sampai seminggu lamanya.


Sejauh ini, hanya itu yang Mei ingat dari memori masa kecilnya. 10 tahun yang lalu, saat ia baru masuk sekolah dasar. Seragam merah putih itu kini sudah berganti jadi putih abu-abu. Mei nyaris melupakan semua tentang Kio, kalau saja orang tuanya tidak mengajak mereka berkunjung ke Los Angeles, Amerika liburan semester kemarin.

Seorang laki-laki yang tinggi sekali, rambut hitam yang lembut, mata coklat yang sangat Mei kenal itu menyodorkan tangannya,

"long time no see, Meidy. It's me, Kio!" dengan ringan seolah tak ada penyesalan.

Dan begitu saja, Mei memilih untuk diam mengabaikan Kio yang kini mengikuti langkahnya sampai ke depan hotel tempatnya menginap. Anak laki-laki itu terus mengoceh dalam bahasa inggris yang membuat Mei semakin pusing.

Terlalu buru-buru.

Kio yang buru-buru menghilang, dan 10 tahun kemudian kembali ke hadapan Mei.

Tidak tahan dengan ocehan anak laki-laki itu, Mei akhirnya menyuruh Kio diam. Los Angeles hari itu cukup cerah meskipun jam di tangan Mei menunjukan pukul tujuh malam. Normandie Ave malam itu sepi, hanya ada beberapa mobil yang lewat. 

Kio tidak lagi bicara, Mei juga hanya diam ketika tangannya digenggam Kio.

Tidak ada percakapan apapun yang terdengar.

"I'm sorry-"

"Diem dulu bisa gak sih!"

"Okay..."

"Let's talk tomorrow. Too shock for conversation right now. Lepasin tangan aku."

Mei lantas menceritakannya pada Tian, sebagai adik kandung sekaligus kembaran Mei, Tian tentu gak setuju kalau Mei ngobrol berdua dengan Kio.

"Ngobrolin apa lagi sih? Kalian pacaran apa gimana pas masih SD? Sok-sokan mau ngobrol. Besok tu orang suruh ke sini, kita ngobrol bertiga di Cassell's Hamburgers!" ultimatum Tian.

"Ngasih tau nya gimana? Orang tadi aku gak minta nomer dia!"

"Dih terus gimana?"

"Ya.. gak tau. Liat aja dia besok ke sini apa gak."

"Ga jelas banget."

"Emang."

"Lu ngapain naksir orang kayak begitu sih, mbak?"

"HAH SIAPA YANG NAKSIR?"

Suara Mei melengking, Tian tutup kuping.

"Aduh berisik banget kalau lagi salting. Ya siapa lagi selain lu yang naksir lah."

"Ngawur!"

"Lah terus apa? Udah 10 tahun loh, orang lain mah udah sebodo teuing kali. Ini masih diinget, masih ditanggepin."

"..."

"Kalau besok dia gak dateng gimana, tuh?"

"Hmm.... yaudah?"

"Yaudah apa?"

Mei diam. Terlalu banyak yang ingin ditanya sampai rasanya semua pertanyaan itu jadi gak penting dan enggan ditanyakan. Kalau Kio gak datang, aku bakal gimana ya...

"Kelamaan lu ah jawabnya. Keburu laper."

Percakapan itu masih gantung. Mei sendiri mempertanyakan bagaimana perasaannya kepada Kio setelah 10 tahun ini, apa-apa yang sudah ia lakukan untuk mengobati kecewanya, dan apa yang sebenarnya terjadi pada Kio. Karena tidak bisa tidur, Mei akhirnya menggambar sesuatu di buku pocket nya. Sebuah gambar mawar dengan duri yang melingkari indahnya mawar merah tersebut. Di halaman belakangnya, ia menulis 10 pertanyaan untuk Kio besok.

Sayangnya, besok Kio tidak muncul di depan hotel. Tidak juga muncul di esokan harinya, sampai empat hari ia di Los Angeles, Mei tidak melihat Kio ataupun ada titipan di resepsionis untuknya dari Kio.

Mei kecewa lagi.

Kio dianggap sebagai mimpi di kota Hollywood itu bagi Mei. Liburan sudah habis, semester baru di mulai esok pagi. Tapi tetangganya terlalu ramai sejak kemarin, Mei yang penasaran mengintip dari jendela kamar ke sebrang.

Kio pindah lagi ke rumah sebelahnya.

Kio datang lagi.

Jadi mau sampai kapan, malas-malasan?

Selasa, 04 Oktober 2022

Kalau boleh bilang, sejujurnya aku malu.

Terlalu banyak orang hebat di sekitarku. Terlalu banyak mimpi-mimpi yang aku tunda karena kelalaianku sendiri. Setelah satu bulan lebih beranjak ke usia dua lima, banyak bisikan yang mengusik hal mana yang mau kamu seriusi untuk seisinya diisi rasa syukur?

Mungkin gesit langkah mereka jauh berbeda dengan rute perjalanan hidupku.

Aku lamban, 

aku penuh bimbang dalam melihat peluang,

dan masih penuh ragu ketika mencoba satu hal.


Yang sungguh ingin bergerak,

melewati batas mustahil dalam kepalaku,

tanpa tapi,

tanpa nanti.


Semua alasan sibuk.

Semua alasan penuh jadwal.


Apakah itu yang kumau?

Seluruh waktu habis demi memangkas sepi di kalbu?

Apakah itu yang kumau?

Menyatakan sibuk demi ego yang enggan takluk?

Ataukah itu yang kumau?

Mengumpulkan rupiah demi impian yang bahkan tidak meriah?


Semua alasan itu hanyalah air dalam muara malas.


Malas mengenali diri,

Malas mengenali Tuhan nya sendiri.


Mereka sudah bergerak menghidupi mimpi,

kapalnya sudah bernavigasi ke Grand Line pribadi,

sedangkan masih ada yang sendu mencari,

padahal peta dan kompas ada ditangannya sendiri.


Kamu sudah tahu,

apa yang kamu mau.

Jadi untuk apa semua ketakutanmu itu?




@catatanuntukdikenang - Oktober 2022