Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

The Heartbreak

Senin, 22 Januari 2024
Apa yang membuatmu ingin kembali hilang dengan tetep ingin dikenang oleh mereka dalam ingatannya?
Seberani apa kakimu melangkah dan menerima bahwa jadi biasa-biasa saja tidak menyakiti siapapun?
Berapa lama kamu ketahui bahwa perpisahan yang paling kamu benci dan takuti itu sesungguhnya amat dekat lebih dari nadi dan darah?

Butuh waktu berapa lama untuk meninggalkan apa yang sudah kamu bangun sejak beranjak pergi dari rumah? Mau sampai mana ujungnya?

Butuh berapa lama lagi untuk pergi dari belenggu yang kamu ciptakan sendiri?

Ilusi apalagi yang kini kamu yakini akan terjadi?

Mau sejauh apa lagi kamu kabur dari rasa takut yang terus mengikuti seperti bayangan raksasa itu?

Kapan berhenti canggung dan mulai menjadi tenang?

Dimana batas-batas yang harus bisa dilangkahi itu?


Tidakkah kamu penasaran?
Tidakkah kamu ingin tahu bagaimana rasanya berhenti?
Tidakkah kamu ingin tahu rasanya menjadi dirimu sendiri tanpa gelisah?


Tidakkah kamu ingin dicintai lagi dan mencintai sebagai balasannya?

Kepada Tuhanmu yang sudah memberi segala hal di dunia ini?

Bentuk Dunia Dari Mata Seseorang Yang Ditinggalkan

Selasa, 16 Januari 2024

Jauh sebelum hari ini, ia sendiri sudah menyadari jika ia tidak pernah beranjak sejak lama. Meski rekam jejak langkahnya tercetak puluhan ribu dalam jam pintar yang tersemat di lengan kirinya, meski banyak dijelajahi kota di Pulau Jawa, meski ia berpindah dari tempat ke tempat, ia sendiri tahu betul kalau dirinya tidak pernah beranjak dari titik itu.


Mereka kira, ia adalah segala baik yang Tuhan turunkan karena bicaranya yang santun. Mereka kira, ia adalah segala cinta yang Tuhan turunkan karena relanya ia dan tidak banyak menuntut sesiapapun. Mereka kira, ia adalah segala peluk hangat dan teduh karena siap menjadi tong sampah emosional mereka. Perkiraan yang mereka berikan padanya, kini telah menjadi tembok besar, sebuah kastil indah nan kokoh yang kini mengelilinginya.


Ia juga, sungguh.. ingin seperti mereka. Mengira dirinya adalah segala baik, cinta, hangat dan teduh yang Tuhan turunkan seperti ucapan itu. Sama ketika dia bilang ia adalah segala cinta dan hidupnya, saat masih hidup dulu. Ia sungguh ingin.. beranjak dari kastil itu dan berlari entah kemanapun.. ia hanya ingin melihat dunia, selain dari matanya.


Nyatanya setelah seribu dua ratus hari lebih, ia masih ada di tempat yang sama. Tidak ada perubahan kecuali yang buruk. Ia sudah memastikan dalam tiga ratus hari terakhir. Saat rindu yang ia kira habis, saat semua hal menjadi biasa lagi, saat sebuah video kembali membuatnya bertanya-tanya kenapa aku sesedih ini lalu menangis lagi sebelum tidur.


Bagaimana kabarnya di atas sana? Apakah masih bisa ingat aku? ia bertanya-tanya dalam hatinya. 


Ternyata masih ada banyak rindu dan emosi yang menumpuk dalam dirinya. Tidak ada waktu untuk bersedih karena secara sadar ia sering menambah kesibukannya demi tidak teringat akan peristiwa lama, tapi ia tau kalau itu hanya kamuflase, ia tau kalau ia sedang mencoba menjadi penipu.


Tidak ada yang menarik selain merancang strategi untuk ikut meninggalkan dimatanya. 


Di mata yang perlahan terlelap itu, ia sekali lagi berucap tidak apa baginya jika tak ada kawan dalam perjalanan di dunia ini, asalkan ia turut pergi juga. Ia tidak betah di dalam kastil sendiri. Meskipun ialah yang mengunci pintu kastil dan tidak membiarkan orang lain memasukinya. 


Ialah paradoks, doa dan dosa yang mereka tidak pernah bayangkan. 


Setelah jauh begini, ia masih tetap ingin menjadi mereka yang meninggalkan. Sebab dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk mengingat mereka yang meninggalkan. Ia tidak ingin meninggikan kastil dan bersembunyi didalamnya untuk dilupakan, sementara ia malah mengingat semua hal dalam hening dan sepi.


Ia juga ingin berhenti.


Untuk melihat dunia.. yang lain.





"..I’m clumsy
Wouldn’t it have been nice
The person who is standing forgotten..."
      -Choi Yu Ree (최유리) – 동그라미 (Shape) | 
Cover by Seungkwan SVT 

Maybe Next Time

Pukul dua pagi. Saat semua orang sudah lelap dalam tidur, ia masih terjaga dengan puluhan informasi tidak berguna yang didapatkan dari menyelam dari tweet ke tweet. Ia ingin berhenti, namun tubuhnya lebih dulu bergerak untuk menggulirkan layar dibanding mematikan gawai dan memejamkan mata.


Tahun baru, semangat baru. Katanya. 

Sudah lewat dari seminggu ia merasa tahun ini akan sama saja. Ia yang masih malas, masih takut, dan sisi lainnya yang masih ambisius dan impulsif. 

Kalau boleh bercerita, ia sendiri sudah tidak berharap apa-apa lagi. Meskipun yakin gagal dua tiga kali bukan akhir dari segalanya, namun perihal menemukan dan ditemukan orang lain untuk saling berbagi beban dan mengasihi sangat terasa jauh untuknya. Ia rela jika adik-adik sepupu atau rekan kerja yang lebih muda mendahului. Ia merasa tidak urgent untuk mempunyai hubungan, karena memang sedang tidak mood untuk berkasih sayang. Tidak ada yg cocok, tidak ada yg rela memberikan waktu mereka padanya, kalau ia mau bicara lebih jujur. Tidak is a strong words, tapi kalau bukan tidak, ia sendiri akan meragukan pernyataannya. Memang ada orang yang rela sehidup sesurga dengannya? Dengan dirinya yang kepalanya penuh hiruk pikuk pertanyaan dan kebohongan. Dengan dirinya yang punya stamina fisik rendah, darah rendah, dan self-esteem rendah pula?

Kata mereka, jodoh cerminan diri. 
Ia sudah dengar itu sejak masih pakai rok putih biru. 

Tapi justru itu, ia semakin ingin kabur dari segala hal yang menjadi aturan dunia. Ia tidak ingin bertemu jodoh yang pengecut, plinplan, tergesa-gesa dan keras kepala seperti dirinya.

Terbukti gagal dua tiga kali ternyata memiliki efek besar baginya untuk sekadar membuka diri. Ia memang baik-baik saja di luar, namun pada pukul dua pagi, segala perasaan yang ia sembunyikan itu memeluknya hingga pagi. Menyelimuti diri dengan perasaan sedih lalu esok harinya terbangun untuk menuruti keinginan dunia ini, lagi. 

Tahun baru, doa-doa yang disemat masih yang itu. 


Semoga semoga itu sudah digaungkan kerabatnya sejak enam tahun lalu. Jika ditarik kebelakang, mungkin bahkan sepuluh tahun lalu ketika putih abu-abu masih terbalut dalam tubuh. Ia tidak berhenti untuk percaya keajaiban Tuhan. Ia percaya pada suatu hari akan datang untuk berhenti, lalu memulai lagi tanpa curiga dan menghitung mundur berapa lama waktu tersisa sebelum ditinggal pergi. 

Ia percaya akan temukan. 
Ia percaya akan dipertemukan. 

Peruntungannya bilang, mungkin ada kesempatan di lain kali.