Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Kotak Waktu Bernama Foto

Rabu, 17 November 2021
Pagi yang biasa, hari berjalan pada umumnya. Tapi barangkali Allah hendak mengingatkanku kalau aku tidak boleh terlalu larut dalam angan-angan.

Kemarin, setelah tiba-tiba mimpi konflik bersama orang di masa lalu dan siangnya benar-benar berkirim pesan padamu salah satu diantara mimpi itu, aku merasa tidak lagi berat ataupun sedih, dan sedikit banyak mengerti kalau kesalahan terbanyak tentulah ada pada diri ini meskipun tidak seluruhnya.

Adalah foto screenshot yang entah kenapa tadi pagi aku membacanya satu per satu di bulan-bulan ketika sakura bermunculan.

Membacanya membuatku senyum-senyum sendiri karena isinya tidak lebih dari bahasan mengenai ketakutanku, dan ketidakpercayaanku pada semua sosok di dunia ini termasuk diriku sendiri.


Agak terhenyak, beberapa kalimat yang ia tulis barangkali memang terkabul atas seizin Allah setelah sementara selesai. Tulisan ataupun doa-doa yang sempat dikirimkan padaku, kalau bisa dipeluk, mungkin sudah kupeluk erat dan berterima kasih. Sebab Allah menunjukmu, mendatangkanmu untuk hadir dalam cerita hidupku bukan tanpa alasan.


Meskipun banyak cela, hadirku ini, semogalah bisa juga menjadi setitik nasehat untukmu sebagaimana dirimu yang selalu menjadi pengingatku.


Segala percakapan, challenges yang dilakukan, doa-doa yang dipanjatkan, sudah tertulis jadi amalan. Mudah-mudahan keburukan yang sempat dilakukan bisa terhapus dengan kebaikan lainnya di masa ini.


Benar rupanya, kotak memori ada dalam fotografi. Meskipun semuanya bergerak dan berubah sesuai dengan keinginan-Nya, foto yang tersimpan tidak akan berubah sama sekali. Mereka seperti membekukan waktu dan kita akan mencair karenanya. 


Tidak pernah sekalipun menyesal memotret segala sesuatu yang bahkan hanyalah potret langit dan awan-awan secara blur. Sebab disaat itulah aku secara sadar utuh hadir penuh menjalani kehidupan tanpa rasa ingin kabur.


Memori tidak pernah lagi menyakiti, bila kita izinkan ia berkenala tanpa harapan. Memori tidak pernah lagi menghakimi, bila kita izinkan ia menerima kesalahan. 


Kesalahan ada untuk diperbaiki, bukan untuk ditinggal pergi.


Ikhlas tidak terucap dan sabar tidak berbatas.


Foto-foto mungkin bisa membawa kita kilas balik pada ingatan yang seru atau mengharu biru. Bisa juga seperti mesin waktu doraemon yang bikin gagal move on. Tapi ketahuilah, semua hal yang sedang dijalani ini Allah yang kehendaki. Maka mudah-mudahan aku dan kamu, kita semua, bisa saling memperbaiki agar melepas apapun yang sifatnya duniawi.


Semoga saja kotak waktu itu pada akhirnya membawa kita pada kebaikan lain yang Allah ridhoi.



Barakallahu fiikum. 

A Twist In My Story

Sabtu, 13 November 2021

Sabtu sore di China Town, hujan mengguyur kota beberapa hari belakangan. Sudah masuk minggu kedua Rabiul Tsani di hijriyah ini. Kalau dipikir-pikir, waktu bergulir sama cepatnya seperti awal tahun masehi yang kukira berputar melambat setelah ditinggal pergi. Meskipun sempat pesimis, apa bisa hidup dengan memori ditinggal lagi, nyatanya hari ini masih bisa bernapas sebagaimana umumnya manusia di bumi.


Berita-berita kehilangan, dan berita-berita kelahiran silih berganti memenuhi halaman sosial media. Semua cerita saling baur-membaur menghujani penduduk maya. Mungkin karena sudah mengurangi interaksiku di sana, aku jadi bisa melihat betapa hebatnya manusia-manusia di dalam dunia maya berinteraksi dan dijejali informasi tiap hari. Agak nampak seperti perang informasi, tapi mungkin itu hanya sekadar aku punya opini. Karena aku sekarang merasa tak mampu beradaptasi di ruang maya, akhirnya memilih kembali ke blog untuk merenungi hal-hal yang terjadi padaku secara nyata.


Ada suatu momen di mana aku sangat ingin membuat tweet dan mendedikasikan tweet itu pada seseorang, tapi berakhir men-discard tweet, menutup aplikasinya dan... uninstall. Aku memilih kembali berkomunikasi secara purba saja, tanpa ada suara yang terdengar manusia lain, tanpa ada kata yang dibaca orang lain. Mereka bilang telepati, tapi pada prakteknya hanya doa dengan sepenuh hati.


Sejujurnya aku tidak begitu bagus dalam menulis tangan, tulisanku berubah-ubah sesuai dengan kondisi pulpen yang digunakan dan mood saat menuliskannya. Pun ketika mengetik di platform untuk menulis seperti di blog atau wattpad, rasanya tulisanku masih begitu-begitu saja dibandingkan tulisan-tulisan orang lain. Tapi entah mengapa, meskipun aku sudah menghindar dari tulis menulis, pada akhirnya aku akan kembali menulis. Ya, tulisanku akan masih tetap sama sih tentang apa yang kurasakan. Bukan tulisan agar menginspirasi, atau tulisan fiksi yang bisa dinikmati, tapi sepertinya memang Allah memberiku fitrah dalam hal linguistik ini. Semoga kedepannya aku bisa meningkatkan skill di kepenulisan ini saja ya. Udah lelah mencari, aku hanya ingin menerima apa yang ada dan berfokus mengembangkannya aja. Sebab seperti yang sudah diketahui, untuk menerima diri itu tidaklah mudah. Dan prosesnya cukup panjang lagi melelahkan.


Di China Town, seperti yang kalian tahu, aku tidak begitu menyukai tempat ini. Namun hanya disinilah aku bisa menenangkan diri. Kalau ini ada di zaman Rasulullah, mungkin bentuknya akan jadi sebuah goa, namun karena ini tahun 2021, maka tempat bertafakur-ku adalah sebuah kosan tanpa cahaya dengan dinding berwarna hijau. Sungguh mengingatkan pada karpet masjid, kan? :) Allah Maha Tahu atas segala sesuatu.


Maudy Ayunda bilang, "tidak ada yang lebih pedih, daripada kehilangan dirimu." dan aku kini mengerti, mengapa lirik lagunya begitu mudah membuat pipi dihujani air mata ketika diputar meski cuma sekali. Bahwa, tanpa Allah aku benar-benar tersesat dan kesedihan begitu menyayat hati. Ditinggal pergi oleh seseorang yang pernah berjanji memang mampu membuatku hilang arah dan merasa tidak berarti. Namun, baiknya Allah yang selalu menolongku saat patah hati. China Town adalah tempat terbaik untuk refleksi diri. Apa yang sesungguhnya harus kulakukan sebagai bentuk cinta kepada-Nya yang sangat bermurah hati.


Tidak ingin lagi aku menjadi reaktif untuk sesuatu, tidak ingin lagi selalu merasa menjadi korban padahal bisa jadi aku pelaku patah hati.


Hidup ini memang menarik. Kadang seperti menonton drama, kadang seperti pemeran utama. Dan seperti lirik lagu dengan judul yang sama dengan judul artikel ini, aku mau bilang kalau ceritaku bisa berubah-ubah sesuai skenario-Nya. Dan aku gak masalah kalau aku harus berkawan dengan air mata, atau menerima kesepian sebagai tamu utama, Allah tidak akan pernah salah kasih takdir dan segala yang terjadi adalah yang terbaik menurut-Nya. 


Kalau kamu merasa sedang lelah dan tidak sengaja membaca tulisan ini, semoga kamu ingat bahwa meskipun kini dunia terasa memojokkanmu, ada seseorang yang selalu mendoakanmu. Selalu. Jadi berbesar hatilah, lalu jangan segan meminta bantuan, kepada siapapun yang kamu mau jika kamu butuh :)


"So you see, this world doesn't matter to me I'll give up all I had just to breathe The same air as you till the day that I die I can't take my eyes off of you."

Kita jauh ntah di mana, namun dekat di doa.

Kepada Seluruh Hal yang Pernah Terjadi

Minggu, 07 November 2021
Apa yang kamu ingat tentang usia dua puluhan? 


Mayoritas akan bilang isinya tentang suka cita. Bertemu banyak orang baru, teman-teman yang sefrekuensi, tenaga yang mumpuni, dan sebagian besar pasti merasakan gairah cinta terhadap lawan jenis.


Banyak diantaranya yang mengejar cita-cita, banyak juga yang sibuk foya-foya, dan diantara lainnya bertanya-tanya, untuk apa aku ada di dunia?


Hal tersulit ketika sedang merasa marah adalah mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan. Mungkin aku merasa marah pada makhluk-Nya, atau marah pada diriku sendiri yang tidak mampu menjadi kusir dari nafsuku. Lantas kebaikan Allah yang sangat banyak kepadaku ini jadi terlupa. Dan sempit menguasai isi hati.


Sibuk menggali potensi, berlatih tanpa henti, melupakan banyak cerita tentang itu dan ini. Dan akhirnya, berkontemplasi. Sebenernya apa sih? Apa yang mau aku cari dari seluruh kesibukan yang kujalani?


Menjadi jujur pada diri sendiri rupanya seperti sengaja menabur garam pada sariawan. Perih, meskipun menyembuhkan. Ada rasa traumatis dan kelelahan ketika membuka diri pada kesalahan yang pernah dilakukan.


Usia dua puluhan bagiku, adalah waktu ketika memulai mengenali perasaan. Menggali makna dan sedang berusaha membasuh luka pengasuhan. Sebagian bilang bahwa aku terlalu maskulin untuk jadi perempuan, terlalu berani mengambil keputusan. Dan aku makin bertanya-tanya, kemanakah fitrahku dan perjanjianku dengan Rabb-ku Yang Maha Baik, mengapa aku bisa lupa? 


Umur dua puluhan, apalagi yang sudah menuju tengah maupun berada di akhir, umumnya merasakan kegelisahan luar biasa mengenai hal-hal yang tak kasat mata. Mungkin berkenaan tentang pasangan, atau berkenaan tentang pengembangan diri. Mencari-cari, apa sih sesungguhnya yang Allah mau dari diriku yang kecil ini? 


Mengapa Allah terus menjauhkanku dari orang yang baik padaku? Lantas, sesungguhnya apa yang aku harus aku lakukan atas segala hal yang datang dan pergi?


Allah... Ketika kuingat segala salahku di masa lalu, dan bahkan yang baru hari ini terjadi, aku merasa tidak pantas untuk seluruh rahmat yang kurasakan setiap harinya. Terlalu banyak kebaikanmu Ya Allah... Bagaimana caraku membalasnya? 


Engkau Yang Maha Tahu atas segala isi hati dan setiap pergerakan. Engkau yang Maha Penjaga, dan tempat bergantungnya seluruh harapan. Maafkan aku masih lalai dalam menunaikan hak-Mu, dan masih sering merasa sedih atas segala sesuatu yang tak dimiliki olehku. Aku terlalu ingin jadi pengatur, padahal itu bukan pekerjaanku. Engkau-lah yang Maha Mengatur.


Wahai Allah, kepada siapa nama dan doa-doa yang kutitip pastilah Engkau ketahui. Sebagaimana kegelisahan yang mengusik ini, pastilah Engkau yang Maha Mengerti kapan waktu terbaik untukku menemukan fitrah dan kembali.


Kepada sesiapapun yang pernah kujanjikan tak akan pergi, maafkanlah aku terlalu sombong ketika berujar. Maafkan bila pahit pada tindakan dan terlalu bermanis di bibir tanpa pengantar. 


Bila perbuatanku yang berubah-ubah seperti musim hujan di Bulan Juni itu nyatanya menyakiti hatimu, semoga Allah memberimu kelapangan hati agar memaafkanku. 


Ketahuilah bahwa aku sama lemahnya denganmu, aku sama-sama manusia sepertimu, dan kemampuanku hanyalah sebatas permintaan maaf tak langsung seperti ini. Sebab entah siapa yang kusakiti, entah siapa pula yang enggan bertemu lagi setelah disakiti. Mungkin sedikit, mungkin banyak, aku tidak tahu pasti. Yang aku tau, aku merasa perlu menyampaikan ini padamu; bahwa aku menyesal telah menyakiti dengan lisan dan perbuatanku.



Kepada seluruh hal yang pernah terjadi, aku kini tidak akan lagi memusuhimu. Aku nyata dan mengerti mengapa kamu melakukan itu di masa lalu. Dan aku akan memaafkan diriku atas salah tindakan itu. Menerima kalau hidupku tak akan pernah sama dengan mereka punya opini, bahkan perbedaan itu sampai pada iklim hati. Allah Maha Mengerti mengapa aku terlahir seperti ini. 



Aku masih menggali, apa yang sebenarnya Allah mau. Belajar berhenti untuk mengatur urusan yang bukan pekerjaanku. 



Jika Rabb-ku menghendaki perpisahan, maka berpisahlah dengan kemudahan. Begitu juga dengan pertemuan, jika Allah menghendaki pertemuan, maka terjadilah dengan tanpa kesusahan.


Aku ingat sebuah kutipan :


"I have loved you, I did my best."
(Jane Hawking, Theory of Everything)




Semoga selalu diberikan kekuatan dan kesabaran. 


Barakallahu fiikum.