Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Kuliah Sambil Kerja Tuh Susah Gak Sih?

Sabtu, 12 Agustus 2023

Tiap ditanya sama teman lama, saudara ataupun orang asing di transportasi umum, pas tau aku lanjut studi sambil kerja pasti muncul pertanyaan "Eh susah gak sih kerja sambil kuliah gitu?" dan jawabanku selalu "lumayan" tapi kayaknya gak pernah spesifik, maksud dari lumayan tuh apanya yang lumayan? Lumayan susah atau lumayan gampang? Atau lumayan stress, lumayan seru, atau gimana gitu, ambigu banget aku tuh ngomongnya. Hanya karena bakal panjang dan belum tentu yang nanya mau mendengarkan ceritaku, jadi kubiarkan jawabannya menggantung kayak gitu. 

Lama-lama, ternyata pertanyaan kayak gini merambah ke dunia maya ya. Kayak.... aku liat buanyak banget orang yang maju mundur buat ambil S2, persis seperti aku di tahun 2019!! hahaha. 

Beberapa hari yang lalu, di timeline twitter (sekarang namanya X Apps) muncul ini:

terus jadi kilas balik. Eh ngomong-ngomong aku nulis ini pake label CUD alias Cerita Untuk Dikenang. Jadi memang isinya flashback atau sesuatu yang menurutku bisa dijadikan pelajaran dan dikenang aja sih hehe. Mudah-mudahan konsisten yaa nulis segmen ini.


Yuk lanjutt! Dulu pas lulus S1 disaat beberapa temanku lebih memilih langsung ambil master degree, aku lebih ngutamain kerja dan cari pengalaman di dunia nyata (apakah sekolah itu dunia mimpi wkwk) terus baru beneran studi lanjutan di tahun 2021 pas udah kerja sekitar 2 tahunan sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan rintisan.


Berhubung baru bulan lalu aku sudah dinyatakan lulus S2 (alhamdulillah) jadi mau share cerita-cerita seputar dunia kerja dan kampus. Tapi disclaimer dulu karena ini pengalaman pribadi, jadi apapun yang aku lakuin belum tentu cocok diaplikasikan ke dirimu yang baca ini ya!


Sebelum ngobrol lebih jauh, kenalan dulu yuk! Aku lulusan Fikom yang bekerja sebagai desain grafis, sampai aku publish blog ini, aku masih single jadi mungkiiiinn sebagian besar bakal bilang 'pantesan ambil S2, masih lajang' hahahaha. Daaann memang agak menyimpang ya, dari komunikasi ke desain, tapi karena suka yaa kujalani dengan suka cita saja meskipun ada dukanya. Kerjaan desain grafis kurang lebih ga jauh-jauh dari revisi... revisi... dan revisi... Tiap hari gak kurang dari 9 jam di depan monitor buat revisi. Oh! Terus juga perusahaanku bukan lihat dari seberapa tinggi akademik, jadi kalau mau sampai S3 juga gak ngaruh ke kenaikan gaji hanya semata-mata aku seorang dengan background pendidikan tinggi. Lah, terus buat apa dong lanjut master, kalo jadi sarjana aja udah cukup???


Jawabanku mungkin gak memuaskan para gen-Z dan gen-α sih.... karena alasan utama aku S2 yaaa cuma mau nyenengin satu-satunya laki-laki di rumah alias dalam rangka berbakti kepada orangtua (ayah). Sisanya, aku pikir ijazah S2 ini bisa dipergunakan buat banting stir ke pekerjaan lain, jadi dosen misalnya. Atau beberapa back-up plan yang udah kupikirkan, mayoritas membutuhkan ijazah S2. Jadi yaa, aku menjalani dua prioritas besar dalam satu waktu selama 2 tahun lamanya.


Aku ceritain senengnya dulu pas kuliah sambil kerja. Biar gak kepanjangan aku rangkum 

Top 3 Happiness You Can Get When Apply in Master Degree While A Full Time Worker: 

1. Bisa liat perspektif baru dari mereka yang bekerja di bidang selain desain dan sosial media. 

Buatku yang bisa 8-12 jam di depan layar terpaku, duduk sambil buka edit foto dan video, pas dikelas aku suka nyimak mereka-mereka yang bidangnya jauh beda dariku. Ada yang into politik, bisnis, travel agent, dan lainnya tuh memperkaya wawasanku.


2. Ketemu orang-orang akademis

Sebagai seorang praktisi desain (jiakh :D) aku jadi lebih aware bedanya seorang akademisi dan praktisi, karena itu juga makanya gaya bahasaku bisa fleksibel tergantung dengan siapa yang kuajak bicara. Menurutku ini super penting apalagi di dunia karir. Kalau gak bisa 'ngobrol' sama orang, di dunia kerja nanti jadi sulit karena bakal banyak salah paham. Apalagi misalnya cuma bisa dan biasa 'ngobrol' sama orang kantor yang tipe pebisnis kasual ngomong lo-gue, dan pas 'ngobrol' sama orang akademisi yang kaku tetep pakai lo-gue kan bakal dianggap rude, nggak sopan, dan ga menghargai mereka. Sebaliknya, kalau cuma biasa ngobrol sama orang akademisi 'saya-anda' terus ngobrol sama tipe praktisi yang ceplas-ceplos kan juga obrolannya jadi awkward, jenuh dan bisa jadi gagal dealing project. Kalau menurut aku sih, bisa menyesuaikan diri tuh salah satu skill yang wajib semua orang punya. Gak peduli dia lulusan S1, S2, S3 atau SMA/K yang penting tuh bisa saling menghargai semua orang. 


3. Diskon buku buat pelajar. 

Meskipun udah 25 tahun which is dianggap gak muda lagi buat sebagian orang, tapi berkat masuk S2 masih dianggap pelajar loh! Banyak membership buku-buku, jurnal, travel, nonton, sampai bahkan Spotify kasih diskon pelajar. Seru banget kan beli apa-apa bisa dapet diskon khusus. Yuhuu!



Nah, Top 3 Worst Things Being A Full-time Worker and Master's Degree Student:


1. Nangis sambil nugas dan kerja. 

Kalau ditanya susah, yaa... susah. Gak bohong banyak waktu-waktu yang kugunakan untuk nugas sambil bercucuran air mata karena capek, suntuk, tiap hari kerja weekend kadang masih kerja mana sambil nugas. Belum lagi drama-drama kehidupan diluar dari kuliah dan kerja kayak keluarga, pertemanan, percintaan, wah rasanya kayak terpojok, mengecil, dan mau hilang aja saking tertekannya. Alhamdulillah dibantu doa dari dua orang tua, teman-teman dekat, dan lingkungan kantor yang suportif, ternyata kerja dan kuliah ga semenakutkan itu kalau udah dijalananin.


2. Duit keluar lebih cepat dari duit masuk. 

Aku kerja kan sebagian uangnya dipakai buat biaya semester. Meskipun dapet beasiswa setengah harga dari kampus, tapi tetep aja aku perlu bayarrrr. Jadi rasanya udah capek-capek kerja, tapi duitnya lenyap dalam sekejap tuh sakit juga loh. Ada beberapa kali aku mikir 'kok gini banget ya, temenku yang lain udah ganti device jadi lebih bagus, punya mobil, punya rumah, aku masih ga punya apa-apa' sedih kalau mikir dari perspektif itu mah. hahahaha. Nah kalau udah kayak gitu, biasanya aku hubungin ibu atau teman-temanku yang punya spiritual bagus, aku ajak ketemu bila memungkinkan, dan ngobrol santai atau ngaji bareng via telefon. Abis itu biasanya ilang perasaan sedihnya sih....... Umumnya bakal journaling hal2 yg disyukuri dan ganti perspektif, ohh ternyata aku mampu biayain kuliah diri sendiri ya, hebat juga kok itu.


3. Gak ada waktu main

Emang sih, beda banget vibesnya dari pas S1 yang masih bisa nugas sambil ke perpus atau nongkrong di kosan temen sambil masak-masak mi instan, di S2 nih levelnya a lonely wolf jadi yaa sendiri-sendiri aja, kalau mau tau sesuatu yaa cari tau sendiri soalnya temen-temen yg lain belum tentu butuh dan tau. Semua orang di kelas S2 pekerja, jadi sibuknya lebih ekstra dibanding anak S1 yang nyambi jadi asisten lab dan punya side hustle. Makanya buat bisa kuliah tiap hari selama setahun setengah via online dan offline gitu udah apresiasi banget sih menurutku. Hampir gak bisa main, karena udah tepar duluan kalau ada waktu libur mending tiduurrrrr!


Nah, setelah aku jabarin begini... jadi kebayang kan, arti 'lumayan' tiap ditanya susahnya kuliah sambil kerja? :D

Untuk Seseorang yang mendadak menjadi penting II

Senin, 07 Agustus 2023

Pertama, kuucapkan selamat atas keputusan besar yang telah berani kamu ambil. Kali ini dengan sungguh-sungguh doaku agar dia yang kamu pilih benar menyayangimu setulus kebaikanmu padanya. Kedua, tanpa mengurangi rasa kebahagiaan dalam hidupmu, aku ingin sampaikan kesedihanku karena sepertinya sejak awal namaku tidak pernah sepenting itu untuk menjadi teman diskusimu. Tidak ada bedanya aku berteman sejak puluhan tahun lalu, pada dasarnya aku sama seperti kebanyakan orang di hidupmu yang datang dan pergi jadi tidak pernah diingat sebagai satu istimewa yang perlu didahulukan.


Baiklah, kuakui memang cerita ini terbentuk mungkin karena terlalu banyak nonton drama romansa tentang teman jadi cinta. Tapi sejak judul postingan ini ditulis tahun 2014 pun, sudah kuakui kalau kamu penting. Entah ke arah mana, tapi hadirmu adalah penting bagiku. Kukira meski tak kuterima perasaan itu, kamu tetap akan melambaikan tangan. Kenyataannya, kamu juga seperti mereka yang hanya bisa kutatap dari jauh. 


Semakin jauh, semakin tak tergapai. 


Hal ketiga, aku terlalu terkejut sampai bingung harus berkata apa tapi aku benar-benar tidak siap dengan berita ini. Mungkin sedikit aku memikirkan diriku yang akan ditekan berbagai pihak dengan pertanyaan berulang. Sisanya, aku memikirkan ucapan-ucapan tempo dulu yang sudah kadaluarsa. Sudah kuduga akan terjadi namun saat terjadi rasanya tidak bisa kupercaya.


Aneh ya?


Setelah ini, tidak berapa lama lagi mungkin kehidupan kita semakin tidak nyambung dan bersebrangan. Mungkin tali merah itu memang bukan mengikat kita, hanya saling bersinggungan saja selayaknya tali rumit dalam gulungan takdir.


Kepadamu yang mendadak jadi penting dibanding berita kelulusanku, sekali lagi kuucapkan selamat berbahagia. Doaku mengiringimu selalu..........