Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Gak Pernah Kerja Ya?!

Kamis, 17 November 2022
Kerja di bidang kreatif kayak gini, sangat maklum kalau banyak orang yang mikir "kok bisa punya uang tapi gak keliatan pergi ke kantor?" akibat sehari-hari mendekam terus dalam kamar, sekalinya keluar cuma buat terima paket.

Karena itu, aku memaklumi meskipun agak bosen yaaa dituduh gak pernah kerja cuma karena tanganku lembut. Positive thinking, mungkin ada beberapa orang yang pakai lotion tapi masih tetep kulitnya kasar karena mau gak mau kerja di lapangan. Aku kan kerja di ruangan, jadi kulitku lembab, pas salaman terasa halus seperti yg gak pernah kerja di dapur.

Jujur awalnya kalau disindir "Mbak mah enak, kerjanya di ruangan ber-AC, gak pernah kerja kasar kan!" gitu kayak cukup nyelekit ya. Rasanya kerjaanku yg selama ini dilakukan gak berguna dan remeh, atau kalau pun itu berguna jadinya malah kayak terlalu "wah" sampai dicemooh.

Aku lupa kalau sebenarnya yg mereka bilang tuh, yaa ada benernya.

Emang enak kok 😂

Gak pernah kerja kasar pakai tangan juga emang betul, seperti yg mereka bilang. Cuma yg luput dikomentari, selama ini yg kerja kasar si otak yg bentuknya ketutupan sama tempurung kepala. Ketutupan hijab pula karena aku berkerudung. Makin gak keliatan kan?


Jadi kalau mau adu nasib kayaknya salah deh.
Gak bisa dibandingin gitu loh, maksudku.


Pekerjaan yg harus di lapangan, pakai fisik, dan tenaga yg kuat gitu gak cocok buat aku yang dari kecil suka mimisan. Pekerjaan yg harus di ruangan, mikir pakai otak, ngerangkai kata atau editing di monitor, mungkin gak cocok buat orang yang mudah bosan dan punya ekstra energi buat wara-wiri.

Tapi emang rumput tetangga lebih hijau ya, tiap ada celah buat ngeluh, kadang salah tempat malah jadi ajang adu nasib. 


Sekarang udah ngerti kalau semakin bertambah umur, lingkar pertemanan makin sempit, ketemunya paling sama orang-orang di kantor atau teman lama atau teman baru dari hobi lama, ya gitu-gitu aja lah intinya. Apalagi kalau udah berkeluarga kebanyakan makin sempit lagi, makin susah ketemu orang lainnya selain anggota keluarga kedua belah pihak. 

Mungkin aja mereka yg bilang gitu ke aku, sebenernya lagi capek dan punya masalah sendiri. Tapi berhubung ada aku yang di mata mereka tampak baik-baik saja seperti boneka barbie dalam bungkus plastik, jadi jedeeeerrr bilang kayak gitu. 

Kalau ditanya kerjaanku tuh apa, paling gampang bilang kerja desain produk karena keliatan bentuk package gitu kan. Padahal desain tuh luaaass. Kayak ilustrasi juga masuk ke desain. Bikin komik, bikin konten instagram, dan banyak hal lain. Aku sendiri ngerjain banyak, bikin stiker lah, bikin animasi gif nya, bikin poster, bikin konten, edit ini itu banyak sekali. Otak yg bekerja ini gak dianggep kerja karena... Ya kali otak nya keluar dari tempurung terus pake kemeja dan berangkat ke kantor? Agak horor ya. 

Ini tuh sama kayak kalau lihat atlet e-Sport kerjanya 12 jam main game di depan monitor. Dibilang kayak gak ada kerjaan pula, padahal mereka lagi kerja, ngecek bug, system, sound, graphic, material, dan lainnya yang keliatan remeh bahkan gak banyak yang tau kalau itu semua harus di cek demi user experience, biar banyak yang main, banyak yang beli produk game tersebut. 

Ngomong-ngomong soal kantor, akibat pandemi era yang harus work from home itu jadi makin banyak orang kenal istilah: kerja di rumah aja. Jadi sekarang gak perlu capek jelasin kalau nanya kantornya di mana sama ibu-ibu tetangga/kenalannya orang tua kita. Bilang aja 
"aku kerja di kantor swasta." gak usah ribet-ribet bilang start-up, atau kantorku online blablabla. Mereka nanyanya demi kesopanan kok, umumnya. Bukan beneran antusias sama pekerjaan kita, kalau dijelasin juga mereka pusing sama istilah bahasa asing. Kalau kerjanya gak di BUMN, BUMD, yaa bilang aja swasta hahahaha mereka udah auto bilang "ohhhh" dan tinggal alihkan topik buat ngobrolin yang lain. 


Penutup buat tulisan ini, aku cuma mau bilang kalau ada yang bilang tangannya kok mulus, gak kerja ya?

Jawab dalam hati aja:
Otak saya yang ga mulus, ga bisa pake body lotion soalnya hahahahaha



Lilin dan Kura-kura Tua

Minggu, 13 November 2022

Malam itu cerah, langit tanpak bersih dengan sedikit awan dan bulan sabit yang bersinar terang. Sebuah lilin yang cerewet sejak tadi mengajak kura-kura itu bicara meskipun pada akhirnya ia yang berbicara terus, sedangkan kura-kura itu sibuk menjadi pendengar.


"Kalau kamu sadar, kita berdua punya kesamaan." Kura-kura tanpa nama itu diam saja ketika lilin putih dengan tubuh besar itu bicara. Hari itu, jagat malam terlalu sunyi untuk sebuah kuil besar sehabis perayaan tahun baru. Tidak ada hujan hari ini. Menurut kepercayaan mereka, itu pertanda baik. Apalagi seminggu sebelum perayaan hujan turun tiada henti. 


Lilin yang tubuhnya semakin memendek itu hanya melirik ke arah kura-kura tua yang merangkak pelan diantara keramik-keramik berisi dupa. Tahu kalau ia diabaikan, ia menyahut lagi.


"Kita sama-sama lambat, Pak Kura-kura." ucapnya.


Kura-kura itu berhenti. Hendak menoleh, namun pergerakannya pelan.


"Aku sih lebih baik daripada kamu, Lin." jawab Kura-kura itu. "5 Tahun aku bergerak ke sana-sini, meskipun ujungnya bakal kembali ke kolam kecil di pojok kawasan ini. Setidaknya aku bergerak. Aku tidak habis sepertimu." sombongnya.


"Eh, aku bisa kembali lagi tau!" Sang Lilin tidak terima.


"Ya, kalau mereka-mereka mau mengambil lelehanmu dan menyatukanmu dengan sumbu yang baru." imbuh Kura-kura. 


"Artinya, aku lebih beruntung dong daripada bapak yang kerjanya hanya mondar-mandir gak jelas." sungut Lilin.


Angin-angin menimbulkan gemerisik diantara dedaunan seolah menertawakan percakapan dua makhluk Tuhan. Sang lilin masih menyala, menerangi seperempat bagian dari ruangan tersebut. Diantara temaram, Kura-kura kecil yang usianya sudah tua itu berjalan lagi sampai tidak sadar sudah ada dipojokan meja. Ia terjungkal ke bawah, otomatis kepalanya masuk dalam tempurung.


"Dasar penakut! Jatuh begitu saja langsung sembunyi. Pak, kamu gak lihat aku tetap berdiri tegak meskipun hujan badai menggelegar kah?" ejek Lilin.


"Persamaan kita itu lambat, seperti katamu, Lin." Kura-kura mengeluarkan kepalanya lagi setelah hampir saja tempurung itu terbalik membuat dirinya tidak bisa bergerak kemana-mana. "Aku lambat pergi kemanapun yang aku mau karena beban tempurungku ini. Sedangkan kamu, harus lambat meleburkan diri supaya cahayamu tetap ada sampai matahari menggantikan kehadiranmu. Kita lambat di jalan masing-masing."


"Sebenci-bencinya aku berjalan lambat," lanjut Kura-kura itu, "aku senang karena setidaknya aku punya teman satu nasib. Sama-sama mengerti bahwa tidak apa-apa untuk bergerak perlahan ataupun menghancurkan diri sendiri agar bisa menerangi orang lain." 


Sang Lilin diam sejenak.


"Tapi aku benci diam saja pak... Aku mau bergerak meskipun lambat sepertimu. Aku ingin seperti kembang api yang indah dan dikelilingi oleh banyak manusia meski hanya sehari di malam tahun baru. Atau aku juga ingin seperti lampu-lampu neon di papan reklame yang selalu dilihat oleh banyak orang. Aku benci menjadi diriku, meliuk-liuk sendirian hingga tubuhku tidak lagi utuh." keluh Lilin.


Kura-kura tersebut berjalan perlahan. Pelan-pelan sekali untuk sampai di bawah kaki meja yang ada lilin cerewet itu diatasnya. 

"Awalnya aku juga membenci diriku yang bergerak pelan seperti ini. Aku ingin jadi kucing yang disayang-sayang menusia. Atau jadi seperti tupai yang bisa lompat sana sini. Aku juga terkadang ingin sekali jadi cacing-cacing di tanah yang tidak perlu mendengar bising setiap hari." jawabnya.


"Tapi aku mengerti setelah aku mendengar keluhanmu." lanjut kura-kura itu. Lilin putih tadi tampak penasaran. Tubuhnya tinggal setengah saat ini, hampir habis.


"Mengerti apa?" tanya Lilin.


"Kadang kita hanya perlu bicara seperti ini, Lin. Mengeluh apa yang kita inginkan tidak terwujud, bukan untuk dinasehati atau diberi solusi. Hanya mengeluh saja. Mengeluh dari apa-apa yang tidak bisa kita capai. Atau kusebut ini sebagai berbagi cerita?" Kura-kura tersebut terkekeh. Jenis kekehan yang biasa ditemui ketika merasa lega.


"Selama ini kita hanya mengeluh di dalam hati, kan?" tanya kura-kura. 


"Ya..." Jawab Lilin. "Aku mengeluh karena terlalu cepat mencair jika panas dan angin sedang bersama. Aku juga mengeluh kalau api mulai menjalar di sumbu dengan lambat, seolah-olah aku disiksa untuk melihat senyum-senyum manusia yang berdoa dan berbahagia. Aku hanya bisa mengeluh sendirian, lilin-lilin disekitarku tidak pernah setuju dengan pendapatku. Katanya aku aneh."


"Fungsi lilin itu sebagai pengganti cahaya saat gelap. Kamu tahu itu, kan, Lin?"


"Iyaa, tapi kan aku mau juga bisa bergerak bebas!"


"Lantas, kamu mau apa setelah ini? Masih malam tahun baru, kamu mau berdoa jadi lilin yang bergerak bebas? Katanya keinginan bisa terwujud di malam ini."


Lilin tertawa. 


"Terima kasih kepedulianmu, Pak Kura-kura. Tapi aku juga tidak mau pergi dari tempat ini. Nanti doa mereka yang datang tidak terwujud."


Sang kura-kura tersenyum. 


"Tentu, kau aslinya sudah tahu betapa pentingnya dirimu di sini, kamu hanya ingin mengeluh, kan?"


Malam itu, sang lilin kembali menghanguskan dirinya sampai pagi. Sementara kura-kura itu ditemukan mati terbalik di bawah kolong undakan tangga kecil dekat tempat lilin itu di simpan.