Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Gak Pernah Kerja Ya?!

Kamis, 17 November 2022
Kerja di bidang kreatif kayak gini, sangat maklum kalau banyak orang yang mikir "kok bisa punya uang tapi gak keliatan pergi ke kantor?" akibat sehari-hari mendekam terus dalam kamar, sekalinya keluar cuma buat terima paket.

Karena itu, aku memaklumi meskipun agak bosen yaaa dituduh gak pernah kerja cuma karena tanganku lembut. Positive thinking, mungkin ada beberapa orang yang pakai lotion tapi masih tetep kulitnya kasar karena mau gak mau kerja di lapangan. Aku kan kerja di ruangan, jadi kulitku lembab, pas salaman terasa halus seperti yg gak pernah kerja di dapur.

Jujur awalnya kalau disindir "Mbak mah enak, kerjanya di ruangan ber-AC, gak pernah kerja kasar kan!" gitu kayak cukup nyelekit ya. Rasanya kerjaanku yg selama ini dilakukan gak berguna dan remeh, atau kalau pun itu berguna jadinya malah kayak terlalu "wah" sampai dicemooh.

Aku lupa kalau sebenarnya yg mereka bilang tuh, yaa ada benernya.

Emang enak kok 😂

Gak pernah kerja kasar pakai tangan juga emang betul, seperti yg mereka bilang. Cuma yg luput dikomentari, selama ini yg kerja kasar si otak yg bentuknya ketutupan sama tempurung kepala. Ketutupan hijab pula karena aku berkerudung. Makin gak keliatan kan?


Jadi kalau mau adu nasib kayaknya salah deh.
Gak bisa dibandingin gitu loh, maksudku.


Pekerjaan yg harus di lapangan, pakai fisik, dan tenaga yg kuat gitu gak cocok buat aku yang dari kecil suka mimisan. Pekerjaan yg harus di ruangan, mikir pakai otak, ngerangkai kata atau editing di monitor, mungkin gak cocok buat orang yang mudah bosan dan punya ekstra energi buat wara-wiri.

Tapi emang rumput tetangga lebih hijau ya, tiap ada celah buat ngeluh, kadang salah tempat malah jadi ajang adu nasib. 


Sekarang udah ngerti kalau semakin bertambah umur, lingkar pertemanan makin sempit, ketemunya paling sama orang-orang di kantor atau teman lama atau teman baru dari hobi lama, ya gitu-gitu aja lah intinya. Apalagi kalau udah berkeluarga kebanyakan makin sempit lagi, makin susah ketemu orang lainnya selain anggota keluarga kedua belah pihak. 

Mungkin aja mereka yg bilang gitu ke aku, sebenernya lagi capek dan punya masalah sendiri. Tapi berhubung ada aku yang di mata mereka tampak baik-baik saja seperti boneka barbie dalam bungkus plastik, jadi jedeeeerrr bilang kayak gitu. 

Kalau ditanya kerjaanku tuh apa, paling gampang bilang kerja desain produk karena keliatan bentuk package gitu kan. Padahal desain tuh luaaass. Kayak ilustrasi juga masuk ke desain. Bikin komik, bikin konten instagram, dan banyak hal lain. Aku sendiri ngerjain banyak, bikin stiker lah, bikin animasi gif nya, bikin poster, bikin konten, edit ini itu banyak sekali. Otak yg bekerja ini gak dianggep kerja karena... Ya kali otak nya keluar dari tempurung terus pake kemeja dan berangkat ke kantor? Agak horor ya. 

Ini tuh sama kayak kalau lihat atlet e-Sport kerjanya 12 jam main game di depan monitor. Dibilang kayak gak ada kerjaan pula, padahal mereka lagi kerja, ngecek bug, system, sound, graphic, material, dan lainnya yang keliatan remeh bahkan gak banyak yang tau kalau itu semua harus di cek demi user experience, biar banyak yang main, banyak yang beli produk game tersebut. 

Ngomong-ngomong soal kantor, akibat pandemi era yang harus work from home itu jadi makin banyak orang kenal istilah: kerja di rumah aja. Jadi sekarang gak perlu capek jelasin kalau nanya kantornya di mana sama ibu-ibu tetangga/kenalannya orang tua kita. Bilang aja 
"aku kerja di kantor swasta." gak usah ribet-ribet bilang start-up, atau kantorku online blablabla. Mereka nanyanya demi kesopanan kok, umumnya. Bukan beneran antusias sama pekerjaan kita, kalau dijelasin juga mereka pusing sama istilah bahasa asing. Kalau kerjanya gak di BUMN, BUMD, yaa bilang aja swasta hahahaha mereka udah auto bilang "ohhhh" dan tinggal alihkan topik buat ngobrolin yang lain. 


Penutup buat tulisan ini, aku cuma mau bilang kalau ada yang bilang tangannya kok mulus, gak kerja ya?

Jawab dalam hati aja:
Otak saya yang ga mulus, ga bisa pake body lotion soalnya hahahahaha



Lilin dan Kura-kura Tua

Minggu, 13 November 2022

Malam itu cerah, langit tanpak bersih dengan sedikit awan dan bulan sabit yang bersinar terang. Sebuah lilin yang cerewet sejak tadi mengajak kura-kura itu bicara meskipun pada akhirnya ia yang berbicara terus, sedangkan kura-kura itu sibuk menjadi pendengar.


"Kalau kamu sadar, kita berdua punya kesamaan." Kura-kura tanpa nama itu diam saja ketika lilin putih dengan tubuh besar itu bicara. Hari itu, jagat malam terlalu sunyi untuk sebuah kuil besar sehabis perayaan tahun baru. Tidak ada hujan hari ini. Menurut kepercayaan mereka, itu pertanda baik. Apalagi seminggu sebelum perayaan hujan turun tiada henti. 


Lilin yang tubuhnya semakin memendek itu hanya melirik ke arah kura-kura tua yang merangkak pelan diantara keramik-keramik berisi dupa. Tahu kalau ia diabaikan, ia menyahut lagi.


"Kita sama-sama lambat, Pak Kura-kura." ucapnya.


Kura-kura itu berhenti. Hendak menoleh, namun pergerakannya pelan.


"Aku sih lebih baik daripada kamu, Lin." jawab Kura-kura itu. "5 Tahun aku bergerak ke sana-sini, meskipun ujungnya bakal kembali ke kolam kecil di pojok kawasan ini. Setidaknya aku bergerak. Aku tidak habis sepertimu." sombongnya.


"Eh, aku bisa kembali lagi tau!" Sang Lilin tidak terima.


"Ya, kalau mereka-mereka mau mengambil lelehanmu dan menyatukanmu dengan sumbu yang baru." imbuh Kura-kura. 


"Artinya, aku lebih beruntung dong daripada bapak yang kerjanya hanya mondar-mandir gak jelas." sungut Lilin.


Angin-angin menimbulkan gemerisik diantara dedaunan seolah menertawakan percakapan dua makhluk Tuhan. Sang lilin masih menyala, menerangi seperempat bagian dari ruangan tersebut. Diantara temaram, Kura-kura kecil yang usianya sudah tua itu berjalan lagi sampai tidak sadar sudah ada dipojokan meja. Ia terjungkal ke bawah, otomatis kepalanya masuk dalam tempurung.


"Dasar penakut! Jatuh begitu saja langsung sembunyi. Pak, kamu gak lihat aku tetap berdiri tegak meskipun hujan badai menggelegar kah?" ejek Lilin.


"Persamaan kita itu lambat, seperti katamu, Lin." Kura-kura mengeluarkan kepalanya lagi setelah hampir saja tempurung itu terbalik membuat dirinya tidak bisa bergerak kemana-mana. "Aku lambat pergi kemanapun yang aku mau karena beban tempurungku ini. Sedangkan kamu, harus lambat meleburkan diri supaya cahayamu tetap ada sampai matahari menggantikan kehadiranmu. Kita lambat di jalan masing-masing."


"Sebenci-bencinya aku berjalan lambat," lanjut Kura-kura itu, "aku senang karena setidaknya aku punya teman satu nasib. Sama-sama mengerti bahwa tidak apa-apa untuk bergerak perlahan ataupun menghancurkan diri sendiri agar bisa menerangi orang lain." 


Sang Lilin diam sejenak.


"Tapi aku benci diam saja pak... Aku mau bergerak meskipun lambat sepertimu. Aku ingin seperti kembang api yang indah dan dikelilingi oleh banyak manusia meski hanya sehari di malam tahun baru. Atau aku juga ingin seperti lampu-lampu neon di papan reklame yang selalu dilihat oleh banyak orang. Aku benci menjadi diriku, meliuk-liuk sendirian hingga tubuhku tidak lagi utuh." keluh Lilin.


Kura-kura tersebut berjalan perlahan. Pelan-pelan sekali untuk sampai di bawah kaki meja yang ada lilin cerewet itu diatasnya. 

"Awalnya aku juga membenci diriku yang bergerak pelan seperti ini. Aku ingin jadi kucing yang disayang-sayang menusia. Atau jadi seperti tupai yang bisa lompat sana sini. Aku juga terkadang ingin sekali jadi cacing-cacing di tanah yang tidak perlu mendengar bising setiap hari." jawabnya.


"Tapi aku mengerti setelah aku mendengar keluhanmu." lanjut kura-kura itu. Lilin putih tadi tampak penasaran. Tubuhnya tinggal setengah saat ini, hampir habis.


"Mengerti apa?" tanya Lilin.


"Kadang kita hanya perlu bicara seperti ini, Lin. Mengeluh apa yang kita inginkan tidak terwujud, bukan untuk dinasehati atau diberi solusi. Hanya mengeluh saja. Mengeluh dari apa-apa yang tidak bisa kita capai. Atau kusebut ini sebagai berbagi cerita?" Kura-kura tersebut terkekeh. Jenis kekehan yang biasa ditemui ketika merasa lega.


"Selama ini kita hanya mengeluh di dalam hati, kan?" tanya kura-kura. 


"Ya..." Jawab Lilin. "Aku mengeluh karena terlalu cepat mencair jika panas dan angin sedang bersama. Aku juga mengeluh kalau api mulai menjalar di sumbu dengan lambat, seolah-olah aku disiksa untuk melihat senyum-senyum manusia yang berdoa dan berbahagia. Aku hanya bisa mengeluh sendirian, lilin-lilin disekitarku tidak pernah setuju dengan pendapatku. Katanya aku aneh."


"Fungsi lilin itu sebagai pengganti cahaya saat gelap. Kamu tahu itu, kan, Lin?"


"Iyaa, tapi kan aku mau juga bisa bergerak bebas!"


"Lantas, kamu mau apa setelah ini? Masih malam tahun baru, kamu mau berdoa jadi lilin yang bergerak bebas? Katanya keinginan bisa terwujud di malam ini."


Lilin tertawa. 


"Terima kasih kepedulianmu, Pak Kura-kura. Tapi aku juga tidak mau pergi dari tempat ini. Nanti doa mereka yang datang tidak terwujud."


Sang kura-kura tersenyum. 


"Tentu, kau aslinya sudah tahu betapa pentingnya dirimu di sini, kamu hanya ingin mengeluh, kan?"


Malam itu, sang lilin kembali menghanguskan dirinya sampai pagi. Sementara kura-kura itu ditemukan mati terbalik di bawah kolong undakan tangga kecil dekat tempat lilin itu di simpan. 

Selesai Dengan Diri Sendiri Itu Batasnya Apa?

Minggu, 30 Oktober 2022
Batasnya sampai nerima kekurangan diri kah?
Sampai bisa ngobrol dengan ayah kah?
Sampai bisa konsisten dengan satu bidang kah?
Sampai berhenti isolasi diri dari lingkungan kah?
Atau sebenarnya bukan di hasil itu semua?

Apakah batas selesai itu ada di proses aku tidak lagi banyak bertanya melainkan banyak membuat solusi atas masalahku?
Tidak lagi menyalahkan diri melainkan mengerti batasan dan memulai dari apa yang aku mampu? Mengatakan aku tidak mampu ketika memang tidak bisa dan tidak ada waktu? 

Apakah batas selesai dengan diri itu artinya aku mempercayai diriku dengan seiizin Tuhan bisa berhasil dan gagal tanpa perlu kecewa berlebihan? Aku menerima kesalahanku dan mempelajari polanya supaya di masa depan jadi lebih baik?


Di mana batas selesai dengan diri sendiri itu?

Laki-laki yang Hilang Dalam Kabut dan Perempuan yang Telah Surut Rindunya

Minggu, 16 Oktober 2022
Kio itu sering sakit, tubuhnya lemah karena punya banyak alergi. Salah makan sedikit, tubuhnya merah-merah. Kalau terlalu capek, Kio bisa tiba-tiba pingsan. Kena debu, dia bersin-bersin sepanjang hari sampai hidungnya merah dan berair. Makanya Mei gak pernah absen buat bawain mainan apapun ke rumah Kio, biar anak laki-laki itu gak kesepian.

Buat Mei, Kio seperti adik yang harus di jaga, meskipun ia sendiri punya adik kandung bernama Tian. Tapi Tian kuat, ia jago Tae Kwon Do dan punya banyak teman di sekolah, makanya Mei gak khawatir soal Tian. Kalau Kio, karena homeschooling, jadi temannya cuma Bi Inah, Mama dan Papa nya, juga Mei dan Tian saja. Rumah mereka sebelahan, jadi wajar kalau Mei merasa harus peduli sama Kio.

Kio itu orang yang paling semangat kalau Mei ajak buat ngelukis, gak kayak Tian. Makanya Mei lebih suka main bareng Kio daripada Tian. Tapi Kio juga nyebelin. Tiap hari Mei dikasih buku isinya soal-soal matematika karena Mei paling benci perhitungan. Nilai matematikanya 6 padahal Tian 9. Kio terlalu rajin sampai punya gudang soal perkalian dan Mei harus isi soal itu kalau mau main bareng Kio. 

Mei mana mau mengerjakan 10 soal tiap hari. Paling bagus 3 soal dia kerjakan, sisanya Mei akan membawa buah sebagai sogokan, atau coklat bar meskipun tau Kio gak akan makan coklat karena alergi, dan melakukan hal lain seperti membuat pembatas buku dari daun yang dikeringkan misalnya, agar dia tetap main bareng Kio meski soal itu tidak dikerjakan semua.

Lalu suatu hari, Kio pindah.

Anak laki-laki yang sering memberikannya soal matematika itu tiba-tiba hilang padahal kali ini Mei sudah mengisi semuanya tanpa banyak alasan. 

Mama dan papa Mei terlalu jarang di rumah, jadi mereka juga gak tau apa yang terjadi dengan keluarga Kio. Tian juga bingung, mungkin sedikit marah karena Kio pergi tanpa pamit bikin Mei jadi mengurung diri di kamar sampai seminggu lamanya.


Sejauh ini, hanya itu yang Mei ingat dari memori masa kecilnya. 10 tahun yang lalu, saat ia baru masuk sekolah dasar. Seragam merah putih itu kini sudah berganti jadi putih abu-abu. Mei nyaris melupakan semua tentang Kio, kalau saja orang tuanya tidak mengajak mereka berkunjung ke Los Angeles, Amerika liburan semester kemarin.

Seorang laki-laki yang tinggi sekali, rambut hitam yang lembut, mata coklat yang sangat Mei kenal itu menyodorkan tangannya,

"long time no see, Meidy. It's me, Kio!" dengan ringan seolah tak ada penyesalan.

Dan begitu saja, Mei memilih untuk diam mengabaikan Kio yang kini mengikuti langkahnya sampai ke depan hotel tempatnya menginap. Anak laki-laki itu terus mengoceh dalam bahasa inggris yang membuat Mei semakin pusing.

Terlalu buru-buru.

Kio yang buru-buru menghilang, dan 10 tahun kemudian kembali ke hadapan Mei.

Tidak tahan dengan ocehan anak laki-laki itu, Mei akhirnya menyuruh Kio diam. Los Angeles hari itu cukup cerah meskipun jam di tangan Mei menunjukan pukul tujuh malam. Normandie Ave malam itu sepi, hanya ada beberapa mobil yang lewat. 

Kio tidak lagi bicara, Mei juga hanya diam ketika tangannya digenggam Kio.

Tidak ada percakapan apapun yang terdengar.

"I'm sorry-"

"Diem dulu bisa gak sih!"

"Okay..."

"Let's talk tomorrow. Too shock for conversation right now. Lepasin tangan aku."

Mei lantas menceritakannya pada Tian, sebagai adik kandung sekaligus kembaran Mei, Tian tentu gak setuju kalau Mei ngobrol berdua dengan Kio.

"Ngobrolin apa lagi sih? Kalian pacaran apa gimana pas masih SD? Sok-sokan mau ngobrol. Besok tu orang suruh ke sini, kita ngobrol bertiga di Cassell's Hamburgers!" ultimatum Tian.

"Ngasih tau nya gimana? Orang tadi aku gak minta nomer dia!"

"Dih terus gimana?"

"Ya.. gak tau. Liat aja dia besok ke sini apa gak."

"Ga jelas banget."

"Emang."

"Lu ngapain naksir orang kayak begitu sih, mbak?"

"HAH SIAPA YANG NAKSIR?"

Suara Mei melengking, Tian tutup kuping.

"Aduh berisik banget kalau lagi salting. Ya siapa lagi selain lu yang naksir lah."

"Ngawur!"

"Lah terus apa? Udah 10 tahun loh, orang lain mah udah sebodo teuing kali. Ini masih diinget, masih ditanggepin."

"..."

"Kalau besok dia gak dateng gimana, tuh?"

"Hmm.... yaudah?"

"Yaudah apa?"

Mei diam. Terlalu banyak yang ingin ditanya sampai rasanya semua pertanyaan itu jadi gak penting dan enggan ditanyakan. Kalau Kio gak datang, aku bakal gimana ya...

"Kelamaan lu ah jawabnya. Keburu laper."

Percakapan itu masih gantung. Mei sendiri mempertanyakan bagaimana perasaannya kepada Kio setelah 10 tahun ini, apa-apa yang sudah ia lakukan untuk mengobati kecewanya, dan apa yang sebenarnya terjadi pada Kio. Karena tidak bisa tidur, Mei akhirnya menggambar sesuatu di buku pocket nya. Sebuah gambar mawar dengan duri yang melingkari indahnya mawar merah tersebut. Di halaman belakangnya, ia menulis 10 pertanyaan untuk Kio besok.

Sayangnya, besok Kio tidak muncul di depan hotel. Tidak juga muncul di esokan harinya, sampai empat hari ia di Los Angeles, Mei tidak melihat Kio ataupun ada titipan di resepsionis untuknya dari Kio.

Mei kecewa lagi.

Kio dianggap sebagai mimpi di kota Hollywood itu bagi Mei. Liburan sudah habis, semester baru di mulai esok pagi. Tapi tetangganya terlalu ramai sejak kemarin, Mei yang penasaran mengintip dari jendela kamar ke sebrang.

Kio pindah lagi ke rumah sebelahnya.

Kio datang lagi.

Jadi mau sampai kapan, malas-malasan?

Selasa, 04 Oktober 2022

Kalau boleh bilang, sejujurnya aku malu.

Terlalu banyak orang hebat di sekitarku. Terlalu banyak mimpi-mimpi yang aku tunda karena kelalaianku sendiri. Setelah satu bulan lebih beranjak ke usia dua lima, banyak bisikan yang mengusik hal mana yang mau kamu seriusi untuk seisinya diisi rasa syukur?

Mungkin gesit langkah mereka jauh berbeda dengan rute perjalanan hidupku.

Aku lamban, 

aku penuh bimbang dalam melihat peluang,

dan masih penuh ragu ketika mencoba satu hal.


Yang sungguh ingin bergerak,

melewati batas mustahil dalam kepalaku,

tanpa tapi,

tanpa nanti.


Semua alasan sibuk.

Semua alasan penuh jadwal.


Apakah itu yang kumau?

Seluruh waktu habis demi memangkas sepi di kalbu?

Apakah itu yang kumau?

Menyatakan sibuk demi ego yang enggan takluk?

Ataukah itu yang kumau?

Mengumpulkan rupiah demi impian yang bahkan tidak meriah?


Semua alasan itu hanyalah air dalam muara malas.


Malas mengenali diri,

Malas mengenali Tuhan nya sendiri.


Mereka sudah bergerak menghidupi mimpi,

kapalnya sudah bernavigasi ke Grand Line pribadi,

sedangkan masih ada yang sendu mencari,

padahal peta dan kompas ada ditangannya sendiri.


Kamu sudah tahu,

apa yang kamu mau.

Jadi untuk apa semua ketakutanmu itu?




@catatanuntukdikenang - Oktober 2022

A Five Brother for The Only Child

Senin, 08 Agustus 2022

Already a year di China Town. Kerasa sih, agustus tahun lalu lagi nangis-nangis di kamar ini sambil mengerjakan kerjaan. Tahun ini masih sama, tapi jingkrak-jingkrak karena sambil dengerin lagu. Beberapa bulan belakangan, lagi kepatil sama lagu-lagu Day6. Sebagai orang yang dengerin lagu karena baca liriknya dulu, aku mau sungkem sama YoungK kok bisa kamu nulis lagu isinya kisah hidupku semua mas??? :( 


Kata mereka, setiap orang punya puber kedua di dalam hidupnya. Puber pertama ketika masih muda. Saat itu, hal tersulit dilakukan adalah mengungkapkan isi hati kepada seseorang yang kita sukai. Mungkin diselingi sama tugas-tugas sekolah juga. Secara alami, puber ditandai dengan siklus menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Di masa puber pertama, semua tandanya nampak jelas dan bisa terukur perkiraannya. Sedangkan untuk puber kedua... ini cuma masalah feeling. Lah terus apa hubungannya pesona anak band dan soal puber kedua?


Sebenernya gak ada juga sih, kayaknya. Walah jadi gak yakin gini ya penulisnya. 


Sebenernya aku agak yakin ini cuma ketertarikan aja, bukan sesuatu yang filosofis. Masih ambigu juga apakah ini karena rasa penasaranku untuk bisa main instrumen musik belum terpenuhi, masih ada sisa perasaan dengan tuan berjas hitam setelah sepuluh tahun berlalu, ataukah masih ada amarah dengan laki-laki melankolis di tahun lalu? Yang jelas, buatku pesona anak band itu bisa bikin pusing, dalam koridor positif.


Aku mau bilang kalau DAY6 bukan cuma anak band yang bisa bikin lagu, tapi mereka itu.... abang-abang dengan kemampuan berbeda yang bisa ngubah pattern hidup orang. Aku sendiri masih gak nyangka mau nerusin sekolah, padahal pas lulus sarjana buanyak pikiran yang bikin gak mau lanjut. Qodarullah, setelah episode patah hati part kesekian malah bisa lanjut sekolah. Tapi diperjalanan itu jujur rasanya ga mudah, udah kayak yang pengen nyerah. Allah malah ngebikin aku ketemu grup band korea yang lagi hiatus karena membernya pada wamil buat nyemangatin :')) 


Mendadak aku terpesona sama personaliti membernya, khususnya Park Sungjin dan kerja keras beliau (ngomongnya sopan soalnya berasa ngomong sama bapak wkwk). Jujur aku gemessss banget pengen kasih tau dunia kalau aku naksir berat sama bapak satu ini, selain berwibawa, bisa ngemong temen2nya ke jalan yang benar, suka punya pikiran sendiri wkwk aneh tapi aku suka tandanya dia idealis, sayang papa mama kalau apa2 pasti yg dibawa obrolan orangtuanya gitu weh, oh sama dia tuh gak gitu sering muncul di internet. Buatku, cowo (termasuk idol) yang jarang upload di sosmed tuh baguuus tandanya menikmati hidup di real life (ya tapi gak tau kalo dia punya second account buat rant yaa haha itu sih terserah deh privasyyy).


Terus ditengah kesulitan menjalani hari sebagai pekerja dan pelajar, member DAY6 Kang YoungHyun alias YoungK alias Brian Kang sudah lebih dulu menjalani hari sepertiku di tahun 2017-2019(?) dan udah lulus S2 coba ya allah masyaallah Kang Bri, kamu mah ambisnya mantappu jiwa :''') Jadi, aku sekarang memanut langkahnya kang bri buat go ahead ngejalanin dua hal besar ini. Sampe gak tau lagi lah pokonya aku jalanin aja. Terus kadang masih nangis kalo lagi cape banget. Tapi semangat juangnya masih ada lagi tiap abis ngaji, atau malah makin nangis tiap nonton video everyday6 kang bri bilang "guys, aku tuh cape banget ini gak mudah..." (T_T) banjir air mata. Aku ngerasa banget susahnya, tapi kalau Kang bri aja bisa, masa aku nggak sih... (sisi ambisnya keluar).


Meskipun udah dua orang yang menurutku cocok dijadikan abang-abang angkat, masih ada satu abang lagi yang tingkahnya kayak anak kecil tapi kalau mode serius dia tuh omongannya bisa dalem banget, namanya Jaehyung, karena dia anak LA mari panggil J aja. Sesama virgo, jadi kurleb tau tsundere nya J nih kayak apa, kadang berasa ngaca deh kalau dia ngelakuin sesuatu tuh haduh kok bisa sefrekuensi gini padahal J lahirnya 92! Aku 97 btw.


Mana sering banget ngecengin Wonpil kan, berasa chaotic sibling aura nya dapet banget. Aku suka aja sih kalo ada Wonpil tuh tingkahnya lucu, kayak dia punya kepribadian 4D deh. Aku belum pernah punya temen yang punya kepribadian gini, jadi seneng banget liat wonpil gemes, lucu, manis, huhu mau jadi adek aku aja bisa ga sih kamu tuh pil? ;;;( 


Kombinasinya Wonpil tuh Doun. Ya allah ini upin ipin cabang korea deh, sama-sama usil. Tapi Doun lebih usil lagi dan mukanya emang disetting dari pabrik komedi. Dia ngapain aja jadi kayak nonton srimulat, lucunya bukan lucu gemes tapi lucu ngakak gitu paham ga sih?:( Kalau punya temen kayak Doun sih bakal aku ajak sering2 jajan es krim biar ngakak terus. making my day more bright Jiakhhh Un, Un, mau ga sih lo jadi adek gue?;;;(


Pokoknya, almost 4 month or more jadi My Day daaann sangat terhibur banget sama Day6. Diskografi lagunya, konten jadul-jadulnya, pelajaran hidupnya, semuanya ini cukup membantu aku buat grow more. Meskipun ada sedihnya pas tau J left the agency. 


Btw aku tuh ternyata udah suka lagu congrats dari awal debut mereka, tapi yaudah selintas aja karena waktu itu masih OOR garis fanatik wkwk. Aku hampir jadi My Day pas Jae sering rilis vlog, karena mantengin Jae di youtube itu berasa belajar bahasa inggris with JaeSix haha, tapi gak jadi. Malah 2022 gara-gara Sungjin yang notabene gak ada konten sama sekali LOL kok bisa yaa... yaa bisa laaahh kan kuasa Allah.


Aku lupa tahun berapa, mungkin sekitar 2010 kali ya pernah banget deket dan suka sama anak band. Kayaknya karakter anak band kalo digeneralisasi itu punya selera humor aneh yang aku sukai deh. Soalnya beberapa kali secara gak sengaja aku nyangkut sama orang yang latar belakangnya anak band terus. Kayak... ih kenapa gitu semesta mempertemukan aku dengan manusia-manusia anak band? apakah hidupku seindah petikan melodi gitar di pagi hari? Haha. 


Dari kenal Day6 ini aku berasa punya abang-abang yang merangkul secara virtual. I hope someday I found my own bro [husbu] who treat me like them.

Melewati Waktu Dengan Perlahan

Selasa, 02 Agustus 2022

Sudah memasuki akhir musim panas. Agustus tahun ini datang begitu cepat seolah setahun lalu tidak terjadi apa-apa. Jatuh bangun masih terasa tidak ada beda. Lelah masih begitu dominan, si pengecut dalam diri masih enggan turun tahta. 


Mata melihat sekitar, setahun dapat mengubah siapapun menjadi berbeda. Tapi aku masih sama seperti daun-daun di pohon nakal yang menjadi teman setia trotoar jalanan. Meskipun terasa ada tali yang samar-samar bisa kugenggam, tapi masih terasa jika kaki tidak menjejek ke bumi. Gravitasi disekitarku mungkin nol, entahlah aku sudah lupa bagaimana menghitung masa.


Terlalu riuh hidupku dengan mimpi-mimpi yang aku ciptakan sendiri, hingga tidak ada ruang bagi sesiapapun untuk masuk. Kamu tuh gak diajak. Harusnya kamu juga sadar hal itu. Dari setahun perjalananku kali ini, tidak ada namamu dari bagian mimpi-mimpiku. Kamu gak bisa begitu saja menyerobot apa yang sudah jadi antrian sejak mereka-mereka meninggalkanku dengan begitu banyak bekas luka. 


Aku perlu memeluk diriku lebih erat, kehadiranmu terlalu tinggi dan aku tidak sedang ingin meraih apapun selain tanganku sendiri.


Waktu yang berjalan, puluhan tahun pun, adalah waktu perkenalan terpanjang dan belum tentu dirimu menemukanku diujungnya. Aku masih belum menemukan apa yang menarik, jadi silakan mencari yang lain. Aku sungguhan tidak ingin diganggu dengan hal semacam ini, tidak kecuali ia adalah laki-laki dengan mata rubah setinggi 183 senti yang tampil di televisi.


Jika nanti waktu berulang lagi,

mungkin saat itu takdir benar-benar mengikat sebuah tali untuk kita.

Tapi jika tidak,

berbahagialah dengan dirimu sendiri.

Mudah Saja Bagi Mereka yang Mau

Senin, 25 Juli 2022

Untuk cerita yang usai, masih belum luntur ucapan terima kasih telah membentukku seperti ini. Meskipun berulang kali memantrai; bahwa 'yang mereka miliki saat ini bukanlah perlombaan, jangan ambil hati', terlalu membingungkan untuk tidak memikirkan mengapa secepat itu semua orang berubah haluan dan menemukan, sedangkan ada orang-orang sepertiku yang masih enggan untuk berhenti mengisolasi diri.


"Memangnya sedalam itu kah?" tanyamu suatu hari. 

"Tidak juga..." jawabanku menggantung, tak ingin bicara lagi meskipun kepalaku penuh berisi susunan kalimat panjang yang diplomatis untuk menyangkal.

"Lantas?" pertanyaan berulang yang sudah kudengar ribuan kali, bahkan sejak usiaku genap dua puluh (saat ini usiaku dua empat).

"Hanya... Terlihat menakutkan."


Untuk sebuah acara sakral yang ikatannya sangat kuat, inginku perang batin ini usai terlebih dulu. Berupaya untuk mengikat simpul-simpul yang terlepas dari dalam sebelum membuat rajutan yang lebih rapi di luar. Sayangnya prioritas sering terbalik-balik sampai lelah yang tersisa menguasai diri ini. Berkali-kali kacau, merasa bodoh dan sepi. Lalu marah-marah karena tidak mampu jadi kusir di kereta sendiri. 


Bagiku, membuka diri adalah perjalanan paling melelahkan yang harus kutempuh saat ini. Segala macam tragedi membuat enggan bangkit lagi, tapi nyatanya sampai empat tahun setelah kabut mengisi diri, aku masih hidup dan menjalani hari-hari seperti orang normal. Segala macam komedi mengisi ritme monoton seorang puteri tunggal di pentas yang sepi pengunjung. 


Pilihan-pilihan ini bisa disederhanakan, bagi mereka yang mau. Sedangkan aku menjalaninya dengan rumus perhitungan yang memutar jauh, sambil berharap cepat selesai. Ada waktu-waktu dimana ingin menyederhanakan hal rumit di dalam kepala, tapi yang kulakukan justru lebih banyak waktu untuk merumitkan hal sederhana.


Mungkin benar, pada akhirnya ini hanya tentang apa yang benar-benar bisa kutoleransi, tentang mecari damai dalam berisiknya suara dalam hati, dan tentang nanti yang ingin kuubah sesuai kehendak Yang Maha Suci.


Bagi mereka yang mau, segalanya akan mudah dan dipermudah.

Bagi mereka yang enggan, segalanya terasa jauh dan ambigu.

Bagi mereka yang siap, badai apapun berani dihadapi.

Bagi mereka yang enggan, kerikil tampak seperti hujan meteor.


Lantas kapan waktu untukku mau dan siap?

Masih tak terjawab, masih tak ingin menjawab.


Menyatu Dalam Narasi

Kamis, 07 Juli 2022
Yang mampu menyentuh tanpa disentuh, mampu mengubah tanpa perlu bertemu wajah, dan menguatkan saat segalanyabterasa berat.

Ialah narasi. Sepotong episode dengan lapisan kata-kata penuh rasa. Yang melahap tak perlu seorang juri atau koki, tentang rasa semua orang setuju.

Ia mungkin hanya sebait,
atau separagraf saja,
tapi bagi mereka,
tersuarakan cukup melegakan.

Ialah narasi. Dikemas dalam berbagai versi.
Film romansa masa kini, 
Novel fanfiksi dan nonfiksi, 
Siniar berseri, sampai lagu remaja patah hati.

Kehilangan menjadi pintu. Tersiar seantero negeri secepat kepergiannya. Tangan-tangan hangat mengulur saling bantu. Yang terkasih dipeluk dingin air dan kembali puluhan hari lamanya.

Ia mungkin temukan tempat, yang dalam firman-Nya tertulis ada sungai-sungai indah mengalir. 
Maka meski terkesan tanpa pamit, ia sudah yakin yang ditinggalkan tegar tak mencair. 

Tapi bahkan gunung es pun bisa runtuh. 
Air mata turun dengan deras. 
Suara tawa bisa pecah.
Yang indah jadi tinggal kenangan. 


Itulah narasi. 
Yang bagi sebagian bisa menguatkan. 
Dan bisa meruntuhkan diwaktu bersamaan.
Cerita memperkaya imaji dan menyatukan isi hati.

Tapi Sepertinya

Rabu, 06 Juli 2022
Meskipun pergi, aku tidak yakin itu bisa berubah. Satu tahun bisa mengubah satu jadi sebuah, atau dua jadi banyak jumlah, atau dari buruk jadi baik, dari baik menjadi lebih baik. 

Segalanya bisa berubah,
kalau ia mau. Kalau ia mendapat restu langit bumi. Kalau ia mampu. 

Tapi ia lemah. Ia tidak mau memikul beban, tidak ingin ditinggal, tidak mau berubah, penakut, dan benci gagal. 

Hantu itu lebih besar, lebih bikin takut ketimbang berpindah tempat. Hantu yang terus menarik dalam pekat sekalipun menjerit ingin lepas terjerat. Mengenyahkan semua yang merah jambu menjadi abu-abu.

Hilang asa jadi perkara. 
Ketika segalanya semakin jauh, semakin tertinggal dan menyisa keluh.


Tapi sepertinya, 
cuma lelah. 
cuma butuh jeda. 
cuma perlu berani.

Pertanyaan Untuk Polaris

Kamis, 09 Juni 2022
Tidak ada hal yang ingin kuucapkan melainkan terima kasih sudah mempercayaiku, sekalipun ada banyak kali waktu dan kesempatan yang aku gagal untuk menjadikan ekspektasi menjadi realiti. Ada terlalu banyak air mata yang tertahan di pelupuk mata, ada banyak kata yang tertahan dalam ujung lidah, yang semuanya hanyalah angin bila nanti disuarakan. Tak masalah bila tidak ada yang tahu, masih tersa kerepotan jika banyaj yang tahu. Rupanya aku masih seperti kaktus baru tumbuh. Belum siap tumbang ketika ada yang butuh.

Polaris.. Polaris..
Jangan benci aku...

Di tengah lelah, mungkin satu-satunya api yang redup ini jadi penghias kegembiraan. Api yang tidak mampu dilihat orang lain, sebuah api kecil yang menjadi tali paling kuat; penghubungku dengan-Nya. Yang apabila keredupan ini adalah polaris untukku, maka aku tida akan protes. Sebab aku tahu, masih banyak hal yang belum becus dikerjakan dan masih menyianyiakan waktu. Tapi pasti apapun yang kulakukan, Yang Maha Cinta sudah mengetahuinya. Bukankah tidak perlu lagi khawatir dibenci?

"Aku ingin apa yang kuketahui, mereka juga tahu"
Tapi semakin aku menginginkannya, semakin mengerikan jalan yang harus kulalui.
Lama-kelamaan aku merasa buta, seluruhnya jadi berkabut, dan pertanyaan "apakah ini sudah benar, atau hanya ilusi?" bergema di kepala menuntut jawab.

Lantas semua usaha-usaha ini, apakah membuahkan hasil yang baik di penghujung usia?
ataukah hanya sebatas penggugur kewajiban saja?
akankah seluruhnya menjadi catatan baik selama perjalananku sebagai penutup di seratus hari nanti?
ataukah akan menjadi pintu atas dosa-dosa di masa lalu yang perlu diketahui mereka?

Akankah semangat yang sedang  kuusahakan ini sampai padamu yang sama sedang gelisahnya sepertiku?
Ataukah kau temukan aku di titik rendahku dan mendorongku naik lagi hingga sama tenangnya sepertimu?
Bisakah kita bertemu untuk kupercaya bahwa kau pernah nyata sebagai tanda selesai?
Atau aku terlalu banyak meminta pada-Nya tanpa pembuktian yang sungguhan?

Polaris... Polaris...

Harus dengan cara apalagi aku menggapaimu?
Cermin kemarin sudah hancur berkeping-keping.
Makin jauh tergapai,
Makin dekat terbuai.

A Good Life That We Should Fight For

Kamis, 26 Mei 2022

Watching around the socmed timeline, probably until next week they'll still talk about MA & JC's wedding. Like.. every where and every perspective, media trying to embed me with their narration. I don't say its bad, but too much. I know it's a good news, we celebrate it happily and waiting what happen next after she's married.

But seriously, I had enough with the romantic-smart-good backgrounds-oppa combined by super-talented-Indonesian-girl, so we can have the same oppa when we dont have to same like her. Lol. We love oppa, mostly. 

But have u ever think the oppa need someone who have a good life, like MA?

Wait before u judging me bcz my 'julid' side, please understand this is not an open letter hate speech. I want to wake you up because MA has giving us the enlightenment for have a good life. We should have a good life.

A good life will bring you to a mission of life. The mission of life isn't to be happy. I once read Prof. Syed Naqub Alatas write: "The Prophets also suffered but theyre know themselves, the meaning and purpose of life and where are theyre heading so their suffering is not a kind of unhappiness (shaqawah) but they knew their stations (maqamat)."
The mission of life isn't to be happy, Ralph Waldo Emerson once said that it is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well.

What i wanna say is, you dont need to be ashamed of yourself to anyone. All you need is believing your God and believing yourself when making a decision. Everyone can make a rumours but you can make a masterpiece that everyone tremors. Lol.

Ok listen, from my point, its true for super uneasy to embrace the moment when we should making a decision. Or simply every steps that we took is hard. We're not MA. But There is no coincidence in the world. Everything that is created has a purpose. Everwy purpose there are devices and resources. We have resources.

Some people go to Oxford and learn very hard for going there, some people left Oxford and create their path into something they called start up. Some people go to random colleges for make their parents happy. Some people trying so hard to get out the college with their thesis. And, some people never apply to college just because they don't want to.

Some people just sit in the room, watching their kitten fighting. Some people busy for making money. Some people missing their family who took study abroad. Some people enjoy-stressing in the office. Some people want to left the company. Some people never going anywhere and choose to close with their family. There are so many people in this world and their story. How cool Allah making all the different scenarios for 7 billion human being. And that's why, because we have speciality in our blood (free from God, a gifted), why we should equating yourself with others?

We are all different.


But one thing you should understand is, a hard work.


Ok, true, I believe in God giving us innate goodness. Everyone is special, but with extra struggle, someone will be strong. A strong person can decide whatever they want. You can choose to be wise or not after that.

Not only a hard work, of course we should be a smart worker person in this life. We need to have a collaboration with friends, need to taking advice from guru, professor or other.

As human, I feel tired to find who I am. Sometimes tired with my own expectations while everyone around me never give a pressure. Wonpil from Day6 said this shall too pass. And maybe it's just a matter of time. Everything that burden you today, tomorrow won't burden you anymore.

I, of course not as smart as MA, not good at cooking like Chef Renata too, not good looking girl you'll find on Internet. I'm just a random girl talking about her story when she's still alive, dealing with her mind, and just it.

But from what i know is, everything in this world have a meaning in the end of episode. So embrace every moment with joy and full laughter. Never regret the decision we make because they're not meaningless.

I remember Trafalgar Law from One Piece episode ever said, "The weak don't get to decide anything, not even how they die."

I can decide, so i trust myself isn't weak. I just wanna tell you guys, we can choose whatever we want. But remember everything have consequences. Be careful to choose, the time never give you seconds chance for regreting the decision.


S2. In the middle of night deep thought. 26.05.22

Untuk Sesiapa yang Sedang Merasa Takut

Rabu, 25 Mei 2022

Tentang takut dan menjadi tumbuh.


Ada waktu tenang yang menghanyutkan air, hingga ke sungai-sungai penuh mimpi.

Sebuah pulau yang tak terjangkau mata, tapi sering dicari-cari.

Tak ada di peta tapi bisa ditebak-tebak pakai hati.

sebuah tanya “Mau jadi apa kamu nanti”


Ada waktu riuh yang mengobarkan api, hingga tinggi asap hitam berkepul

Seperti udara kering, rasa sesak itu timbul.

Luruh seusai dilahap dengan banyak beban dipikul

Dan jawaban apapun terdengar bagai seruling sumbang yang bersiul.



Lalu ditengah hiruk pikuk itu,

ada sebagian yang berhasil merakit ulang dari sisa abu.

ada sebagian yang membuat gebrakan baru.

ada pula yang semangat membangun tempat baru.



Tapi ada juga yang tak mampu.

dan ketidakmampuan itu membuatnya terasa seperti di dalam air

semua hal seperti melayang dan tidak penting di satu waktu.



Hening dan dingin. 

Sebuah kombinasi yang tak pernah usai saat ditanya “mau dibawa kemana hidup ini?”

Hening dan dingin.

Sebuah kombinasi sempurna untuk larut dalam mimpi.




Bisakah untuk tetap tumbuh di dalam palung samudra?

Bisakah untuk tetap berkelana dengan kapal yang tersisa?

Bisakah untuk tetap bergerak dengan tangan hampa?

Bisakah untuk tetap ada tanpa merasa terluka?



Bisa.

Bisa.

Bisa.

Bisa.



Episode belum selesai,

luka yang lalu akan usai,

kebisingan akan lerai, 

perjalanan menuju pulau itu akan segera tercapai…

Katarsis di Masa Krisis

Minggu, 22 Mei 2022

Aku juga tidak tahu mengapa kamu mendadak jadi paling penting di kehidupan ini. Kamu jadi sesuatu yang dipikirkan setiap hari, bertanya-tanya dalam hati mengapa setiap lagu yang didengarkan terasa seperti suara hati untukmu.


Meskipun jauh tak tergapai, entah mengapa duduk dan mendengar lagu-lagu lama terasa seperti kita berdua berada di satu tempat yang sama. Aku sadar, ini sudah terlalu jauh dari perasaan kagum. Tapi lagi-lagi, bahkan kini aku sudah hapal judul lagunya dari denting di detik pertama.


Lucunya, ini semua tidak terjadi hanya pada diriku saja. Ratusan, bahkan mungkin ribuan atau milyaran orang juga merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. mungkin memang begitu rasanya menyukai seseorang yang wujudnya ada dibalik layar. 


Akui saja dalam sekejap mata, seseorang yang biasa saja menjadi luar biasa dimata seorang penggemar.


Kamu yang menjadi penting, kini menemani dalam hening. Terima kasih untuk menjadi katarsis di kehidupan ini......

Tobatnya si Hoarders

Senin, 09 Mei 2022
Di usia berapa kamu baru sadar kalau dirimu itu tipe penimbun alias hoarders? Kalau aku di usia 24 tahun.

Setelah masuk kerja di kantor dengan orang-orang yang mayoritasnya sudah selesai dengan diri sendiri, aku melihat banyak sekali hal yang perku kuperbaiki segera. Salah satunya adalah: Hoarding.

Hoarding disorder, dari apa yang aku cari adalah perilaku gemar menimbun barang yang tidak berharga. Pokoknya apa aja disimpen deh. Aku punya banyak penggaris waktu SD dan masih bagus, pensil mekanik, pulpen gel warna warni, tas selempang, dll alasannya bisa karena menganggap barang tersebut akan berguna di kemudian hari. Ada juga pin/bros naruto yg dikasih sama temen-temen sekolah dulu, ada juga yg dikasih gebetan pas SD (buset kecil-kecil udah genit), sampe masih nyimpen krayon patah juga karena sayang kalau dibuang :')

Alhamdulillah' ala kulli hal. Keinginanku tahun ini adalah selesai dengan diri sendiri supaya segera memberi manfaat lebih luas kepada yg lain. Pelan-pelan mengharmonisasi dari dalam, memperbaiki komunikasi, melanjutkan perjuangan dari guru-guru yang ilmunya ditransfer padaku sejak bangku TK hingga kini.

Aku baru tahu istilah ini di tahun kemarin, saat menunggu seminar keuangan dimulai. Merefleksikan hasil test dengan kebiasaan sehari-hari ternyata mengetuk hati si anak keras kepala ini. Ternyata memang banyak yang harus diperbaiki.

Ngomongin soal Hoarder tipe, kemarin baru aja 'membuang timbunan barang' dan tentu aja ada perasaan aneh (semacam gak rela dan agak keberatan). Jujur, pas beresin barang itu sering terjadi nostalgia sampai bisa 6 jam buat beresin meja dan lemari doang. Banyak buku yang kemudian di loak, baju dikasih ke yang mau, dan meskipun sudah berdus-dus yang sudah 'dibuang' tapi ternyata masih banyak benda tak terpakai di rumah.


Kalau bukan karena mikirin gimana nanti di hari akhir, apalagi saat perhitungan amal, kayaknya itu barang masih bertengger di rumah deh. Tapi takut gak sih, kebanyakan nyimpen barang dan gak di pake tuh malah memperlama di padang mahsyar? Matahari berasa sejengkal di atas kepala tapi gak bisa lewat shirat karena masih ngitung dosa dari timbunan barang yg gak dipake. Hadeh mendingan aku kasih ke mereka yang lebih butuh aja deh!


Alhamdulillah banget ada yang mau nampung baju-baju bekasku. Thrifting kan harus beli ya, ini mah ambil gratis insyaallah masih bagus dan bersih. Cuma pasti beberapa orang banyak yang gengsi pake baju orang lain.


Padahal kenapa coba ya, nih beberapa manfaat menurutku ketika dapet baju bekasan:

1. Mengurangi limbah baju
Kalau baju dibuang itu kainnya gak bisa terurai. Sama kayak plastik, baju yang dibuang begitu aja gak bakal bisa tiba-tiba bikin tanah jadi gembur :') jadi pake baju bekas = go green.

2. Hemat
Baju baru tanpa keluar uang, salah satunya bisa pakai baju bekas orang lain. Kalau di instagram ada namanya @tukarbaju jadi daripada beli baru, mending tukeran sama orang lain biar ga bosen sama baju yg itu itu saja.

3. Mix n Match
Kalo tipe nyentrik atau yg suka kombinasiin baju gitu sih cocok banget buat pilih beberapa baju bekas. Again, daripada beli baju baru dan belinya banyak padahal dipake cuma sekali atau beberapa kali aja, akan lebih bijak jika uangnya dipakai untuk hal lain, misalnya traktir orang terdekat mungkin?


Setelah tau bahwa nimbun barang tidak ada gunanya selain bikin penuh rumah, aku memilih tobat. Baca bukunya Marie Kondo The life changing magic of tidying up dari 3 tahun lalu tapi baru bergerak tahun ini. Kupikir sesuatu yang spark joy itu yaa kan mesti disimpan. Tapi gak semua spark joy bisa disimpan karena WE ALL GROWN UP! Meskipun aku masih pake binder dari zaman SD sampe umurku sekarang (artinya aku hoarder level akut gak sih kalo ini wkwk) tapi tetep aja masa iya masih mau nyimpenin seragam sekolah sama semua buku LKS dari SD-SMA?????? Untuk apa.......


Kuakui gak mudah untuk berubah, membuang barang beserta memorinya ke tempat lain juga menantang adrenalin, tapi setiap tindakan dinilai dari niatnya kan. Jadi yaa balik lagi ke niatnya: buat apa nyimpen barang tersebut? Mau dipake, mau dikasihin supaya bermanfaat buat orang lain, atau disimpen aja sampe gak bernilai lagi?


Choose your fighter! 





Barakallahu fiikum, 
Estuwise 

All I Want Is Grown Up! But I'm not That Ready

Kamis, 05 Mei 2022
Setiap kali mata memandang langit biru dengan awan putih bertumpuk yang tampak empuk seperti roti bantal, setiap itu pula kepala tidak berhenti berpikir mengenai waktu.

Sudah berjalan hampir seperempat abad, baru kali ini benar-benar merasa siap menjadi anak kecil.

Lucu rasanya karena baru siap menjadi anak-anak di usia dewasa muda. Tapi mau bagaimana lagi. Waktu itu, aku tidak siap menjadi anak-anak disaat harusnya aku menjadi anak-anak. Banyak kondisi yang membuat seseorang jadi dewasa lebih cepat, dan tumbuh menjadi orang dewasa yang kekanakan.

Tidak dipungkiri masa kecilku yang penuh dengan kesendirian dan kebingungan itu, membentukku jadi seorang yang ignoran. Boleh dibilang, sisi egoisku selalu menang untuk berbagai hal. Aku diandalkan diberbagai situasi. Dan sebagai konsekuensinya, selain mendapat 'panggung' untuk bersinar, beban yang kubawa juga terlalu gengsi untuk dibagi.

Di berbagai persimpangan, banyak hal yang kusesali. Khususnya bagian sulit menerima kenyataan. Mungkin sebagian orang tidak mau melakukan sesuatu karena orang lain, tapi aku selalu melakukan apapun untuk orang lain. Entah sebagai validasi, entah untuk menyenangkan hati yang lain. Intinya, selalu punya dasar untuk pembuktian diri.

Lantas, setelah jauh waktu berlalu. Setelah lelah menumpuk ribuan kali, setelah jatuh bangun dengan statement creating my own way sejak sekolah menengah pertama, yang salah selama ini adalah aku tidak punya tumpuan utama.

Aku tidak bisa meluas karena tidak punya poros. Kalau ibarat pohon, akar yg kumiliki sebagai dasar itu lemah sedangkan batangnya sudah terlanjur tumbuh tinggi. Tidak heran tiap kena guncangan meski kecil, batang pohonnya seperti mau runtuh.

Lebih lucu lagi, aku merasa siap menjadi dewasa waktu umurku belum genap tujuh belas tahun. 

Bisa dibayangkan berapa banyak komedi yang kulakukan untuk menyelamatkan peranku menjadi dewasa? 


Sebenernya aku paham, apa yang waktu itu kulakukan pasti intinya agar semuanya aman dan tidak ada komentar negatif. Aku yang dulu tidak masalah untuk berkorban demi orang lain, diriku yang waktu itu merasa tidak bisa diselamatkan makanya butuh validasi.


Aku yang sekarang, sama seperti orang-orang di luar sana, sedang mencoba menjadi lebih baik. I try to be better, everyday. Just like you. We're still trying to be better version aren't we all? 

Dibandingkan ingin mengubah apa yang sudah terjadi, aku yang sekarang lebih fokus kepada perbaikan di hari esok. Yang sudah berlalu tidak diungkit untuk dicari kesalahannya. Sudah jelas salah, maka tugasku memaafkannya lalu berubah. Berubah ke arah yang benar dan baik. Benar dulu, baru baik. 

Sesederhana itu harusnya. Sejak dulu rumusnya cuma itu. 

Tapi aku berputar-putar, mencari, memaki, dan menyelamatkan diri sendiri dari turbulensi, barulah paham konsep ini. 


Aku siap menjadi anak-anak, setelah itu aku baru bersiap menjadi dewasa muda. Setelah kematangan itu sempurna, masih ada pr lain yang perlu dikerjakan sebelum Tuhan memintaku pulang keharibaaNya.

Smile often, do better, life well, and stay healthy. 





Mencari Ambisi dan Berhenti Salah Fokus

Sabtu, 02 April 2022

China Town yang dulu kupertanyakan kini sedang menampakkan petunjuk-petunjuk kecil atas seizin-Nya untuk memperbaharui sesuai permintaanku. Sebuah doa di masa lampau yang baru-baru ini teringat kembali.

Mari kita bahas tentang nikmatnya lupa lain kali. Hari ini baru saja tersadar tentang dua hal besar yang tidak disadari menjadi palang pintu menuju versi terbaik diriku. Palang yang membutakan serta  membuatku lalai dari sebuah misi besar dari Tuhan yang harus kulakukan sebagai bukti eksistensiku di dunia adalah hanya karena ke-maha-baik-an-Nya.


Pola pertolongan-Nya memanglah sungguh halus dan perlu penghayatan. Mengenali bahwa Allah sedang menggiringku ke jalan yang lurus, prosesnya tidak mudah. Aku selama 24 tahun ini hidup dengan berbagai turbulensi (lebih ke ugal-ugalan daripada sekedar turbulens) karena porosnya tidak kokoh. Nyatanya hidupku sibuk ngurusin bungkus, isinya masih belum matang sehingga belum layak dibungkus.


Porosku nyaris tidak ada dan hidup seperti melayang di udara. Hampa, bisa bergerak kemana saja tapi tidak terarah, pengap kadang kala terasa gelap dan sepi. Ruang hampa itu selama ini aku sembunyikan karena takut oleh rasa perihnya. Sengaja kubiarkan kosong karena enggan merasa kecewa. Justru, padahal sebenarnya ruang itu yang perlu kuisi, bukan menambah ruangan baru, memenuhinya dengan gudang informasi yang tidak berkaitan. Ruang hampa itu bernama ambisi. Sebuah perasaan yang selama ini tidak pernah terbangunkan kecuali saat super terdesak.


Ambisi yang tidak kumiliki ini, ada pada seorang kawanku. Ia mungkin di cap aneh oleh teman-teman lain (aku pun merasa aku dicap aneh sama orang lain jadi yaa it's oke being aneh is new sexy fyi :p) tapi ia adalah kawan yang paling tahan banting meski ajakan mainnya 9 dari 10 pasti kutolak dengan alasan yang sama: males keluar. Sejak putih abu-abu, hingga aku lulus S1 kemarin, ia sering bercerita dan cukup catch the trend while i'm being cave-girl. Hidupnya penuh ambisi, kesana kemari untuk memenuhi mimpi yang ia tulis.


Sedangkan aku tidak pernah ingin kemanapun karena gak mau, dan kalau mau pun aku ga berkeinginan untuk pergi. Dari lubuk hati terdalam, tidak ada desire untuk aku melakukannya. 


Beberapa hari lalu aku dikontak oleh sepupuku karena ia mendapat warna merah pada hasil seleksi perguruan tingginya. Yang terlintas dikepalaku adalah, waktu dulu aku kuliah prosesnya bagaimana ya? Rasanya tidak ada effort yang bisa kuingat karena semuanya flat terjadi di satu waktu yang cepat. Aku merasa tidak berusaha apapun untuk masuk kuliah. Jurusan Ilmu Komunikasi yang kupilih juga hanya karena pernah baca itu salah satu fakultas yang didalamnya ada penjurusan desain. Dulu aku sangat percaya diri kalau kemampuan desainku adalah satu-satunya kemampuan yang dimili sebab biologi, kimia, apalagi fisika sangat menguras mental untuk menyelesaikan soal buatku. Aku tidak mau kuliah dengan tertekan, jadi kupilih apa yang kusuka. Dan begitu saja, aku diterima di sebuah kampus swasta dengan tanpa membayar sepeserpun uang kuliah (kecuali saat wisuda). Alhamdulillah, tidak ada pemberat yang sampai membuatku enggan menyelesaikan perkuliahan. Semuanya atas izin Allah, lancar sampai lulus sarjana. Lantas saat kembali mengingat, apakah aku kuliah punya ambisi? Ya, ada. Ambisiku saat itu bisa lulus tepat waktu. Lalu apakah aku berpikiran untuk kerja di suatu perusahaan tertentu setelah lulus? Tidak sama sekali.


Ketika selesai wisuda dan menjadi alumnus kampus, aku tidak berambisi untuk bekerja dimanapun. Hanya saat itu doaku punya sebuah pekerjaan dengan nominal gaji sekian juta. Dan baiknya Allah padaku, hanya selang tujuh hari dari permintaan itu, langsung ada tawaran dari senior untuk bekerja. Alhamdulillah... alhamdulillah... segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.


Makanya saat ini ketika semua orang sibuk flexing dengan kepunyaan mereka; mobil, iphuun, rumah, profesi dgn gaji dua digit, dan sebagainya isi kepalaku sibuk dengan "gimana sih caranya mereka punya desire untuk milikin sesuatu? Kok aku ga punya sesuatu yang spark joy ya." Iri.


Terlebih lagi ketika aku mulai melirik Day6, eaJ, dan OOR.


Mereka semua punya satu ambisi yang sama. Tell anyone what their feeling feels at the time to time. Being honest and self-acceptance. Sebuah ambisi yang aku masih terlalu jauh untuk menggapainya. Yaa, at least sekarang sudah 'melek diri' dari yang sebelumnya 'buta literasi diri'.


Terlalu fokus menjadi orang yang tidak fokus tujuan ternyata menyebalkan. Alhamdulillah Allah kasih tempat di China Town yang semua orangnya detail sehingga aku turut memperhatikan hal detail yang selama ini jadi titik buta. Awalnya karena desain sponsor yang berulang kali kena babat habis sama Richard, kini saatnya perbaikan kedalam diri juga. Ada yang salah, dan harus segera diperbaiki.


Semoga Allah memperbaiki dan memudahkan urusan kita semua. 

Barakallahu fiik, selamat menjalankan ibadah puasa 1443 H.



[S2 in China Town, 31 Sya'ban 1443 H]

Melewati Waktu Untuk Memilih

Rabu, 30 Maret 2022
Malam telah larut bersama dengan dua sendok perasaan sepi dan setoples kenangan manis yang rendah kalori. Mungkin lucu, mengingat bahwa yang sedang terbaring dalam kasur itu adalah yang paling banyak merasa bahagia setelah berhasil melihat masa lalu.

Enam tahun adalah perjalanan paling singkat yang penuh cerita. Terlalu banyak sampai benda-benda yang dulunya begitu ia cintai jadi begitu menakutkan untuk disentuh lagi. Sebelum memasuki masa enam tahun penuh perjuangan, ia lebih banyak lagi berjuang untuk sesuatu yang abstrak. Harapan yang begitu tinggi dan seperti mustahil didapatkan. Tapi toh hal mustahil itu tidak ada di dunia ini. Buktinya ia mendapatkan apa yang ia mau.

Everything that he want is on the table. 

Dengan penuh rasa syukur ia menerimanya. Namun tentu ada waktu-waktu dimana penyesalan itu muncul. Masih kadang-kadang ia berkhayal andai kata ia tidak gegabah, mungkin tidak akan seperti ini. Bukan lagi sweet chaos melaikan really chaos yang menakutkan. 


Dulu ia bisa mengalihkan dengan bermain gim atau diusili oleh hate-love-relationship-friend tapi sekarang tidak lagi. Ribuan mil jarak antara rumahnya kini dengan mereka membuat perubahan besar. Ketakutan itu mengubahnya menjadi sebuah rasa sakit yang perlahan membuat mati rasa. Ia mendadak butuh pengingat untuk hidup. Sebuah rasa sakit, atau sesuatu apapun yang bisa ia ingat sebagai tanda ia masih hidup. 


Awalnya sebuah tato. 


Kemudian menjadi dua, tiga, enam, delapan, dan entah di masa depan akan ada berapa banyak lagi. 



Meskipun sedang ada di masa yang tenang karena waktu debut tinggal menunggu hari, ada kalanya waktu seperti sekarang inilah ia merasa menyesal karena keputusan gegabah yang ia ambil.

Mungkin saja kalau ia mau bersabar sebentar, menunggu sampai mereka selesai dengan urusan itu tidak akan ada drama perpecahan seperti ini. Tapi inilah yang ia jalani da yang Tuhan berikan.


Kini keputusan apapun yang ia pilih berdampak pada diri sendiri saja, tidak lagi jadi urusan beramai-ramai. Semakin sepi, di depan sana semakin gelap dan jauh.


Ia masih menyeduh lagu-lagu kenangan bersama dengan kamera web yang terpasang untuk siaran. Ia butuh ditemani meskipun hanya maya. Sebab kini ia benar-benar sendiri di panggung besar nanti.

Tidak ada pilihan yang salah. Ia paham kalau apapun yang ia lakukan sudah paling tepat dan terbaik pada masanya. Cepat ataupun lambat, ia akan ada di satu panggung yang sama entah bagaimanapun caranya. 

Ia tidak lagi melewatkan waktu untuk memilih, kini waktunya untuk jadi yang terpilih. 


Menjadi orang terkuat dari dirinya yang dulu sering terbebani oleh ekspektasi mandiri.












(flash fiction written by s2 for eaJ, a beautiful feeling.)

Dan Seluruhnya Luruh

Minggu, 27 Maret 2022
Mana yang paling penting
Di saat seluruhnya terasa genting
Tertekan diantara harus dan keharusan
Didorong rasa penat dan enggan

Mungkin tak ada yang paling 
Sebab diantara merah dan biru
Selalu ada abu-abu diantaranya
Sebagai jembatan untuk jadi saling

Lima atau empat
Kalau dilihat lagi
Keduanya tidak berpengaruh
Mereka terlalu jauh berlari dari aku yang berdiam diri

Tergerak bermimpi
Namun satu-satunya mimpi
Hanyalah berdiam di rumah
Dan mencapai itu lebih sulit daripada bergerak di luar

Masih keras pada mau
Tapi lembek dengan tipu rayu
Seolah bergerak
Padahal diam di tempat dalam waktu lama

Sudah jatuh entah berapa kali
Sebab lelah berdiri dan berlari
Tanpa tujuan pasti 
Kemana mau membawa kaki

Masih dalam hati ditanyainya sendiri
Sedang apa? Mau sampai kapan begini?
Mendung. Lantas pura-pura tuli.
Ah... Masih tidak mau cari tahu mana yang berarti. 

Di saat empat atau lima itu sudah berlayar 
Sama jauhnya selama sepuluh tahun
Mungkin lebih. 
Abu-abu diantara kita telalu jauh hingga tidak menyisakan biru atau merah dibagian sisi.

Meluruh.
Tapi tak sampai lebur karena masih sama. 
Sama kikuknya, sama kakunya, sama tak mau berubahnya.

Mungkin esok.
Lusa... 
Atau akhir tahun nanti. 
Seluruhnya meluruh. 





(Ditulis tengah malam 24 sya'ban 1443 H, S2-270322)

Congratulations Sebelum Afraid

Selasa, 15 Maret 2022

Jam 2 pagi di China Town dan baru selesai dengan membaca banyak postingan untuk so called inspiration. Sejujurnya aku sendiri lagi di musim pancaroba yang tak kunjung usai. Gara-gara mendadak My Day berasa punya energi ekstra buat menjadi 'real writer' yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Jujur aja aku gak pernah suka jadi penulis karena pasti banyak ngalamin kehidupan yang gak enak dan aku gak suka ngerasa suffering. LOL. Tapi yang namanya kejadian ga enak kayak kecewa, sakit hati, patah hati gitu hal umumlah ya jadi manusia. Masa iya gak ngerasain, apakah aku seorang cyborg? I do mistake because I'm human, so I decided to be writer (padahal kerjanya ga ada nulis-nulisnya samsek lmao weird). At least writing my own blog ajalah, gak usah muluk jadi the next J.K. Rowling aku gak bisa mikir berat maunya yang ringan-ringan aja. Jadi pekerja udah sumpek tolong jangan tambahkan teori evolusi di kepalaku.  Jadi mungkin sejak akhir tahun 2021 sampai nanti akhir 2022 ini tulisanku di blog bakal kayak novel wattpad genre slice of life. Bakal nyablak seenak udel aku karena kapan lagi aku kerasukan nulis gini.


Anyway meskipun gak pernah diselingkuhin (atau ngerasa gak pernah/gak kerasa/) lagu Congratulations - Day6 itu enak banget buat dinyanyiin, kayak kalau lagi kesel ke orang tuh bisa sarkas "Congratulation ya, woy!" padahal maksudnya "Gila lu ndro?!! Kok bisa sih senyebelin itu!!" hahaha. 


Lagi-lagi karena aku kurang ekspresif dalam mengalirkan emosi, jadi kalau kesel ya denger lagu yang bisa menyuarakan isi hati.


Kebetulan, momen hari itu suram banget. Rasanya sedih, mau marah tapi udah janji maafin orangnya sama Allah. Mau kecewa, udah tau salah sendiri percaya sama manusia. Jadi kayak conflicted inner self gitu deh. Apalagi kemarin sempat mengharu-biru juga kan karena kebodohan sendiri. Bisa dilihat dari nuansa puisi-puisi yang ditulis, kayak.... Merasa gak siap jatuh cinta lagi.


Terus mikir, tahun ini gak punya hgoals apapun selain bisa tidur 5 jam. Nulis juga mau nulis apa toh bacaanku sehari-hari cuma webtun dan AU di twitter! Haha. Gak ada ide baru. Tapi diingetin sama Fyn, sejak 2017 punya tokoh-tokoh yang ga diurus karakterisasinya. Okelah, untuk warm up kan jadi cari visualisasi dulu dong. Lah di tengah perjalanan mencari inspirasi buat nulis malah jatuh hati sama tokoh visualisasinya sendiri! Ninuninuninu gawat banget pemirsaaa, aku keracunan sama Day6!!!


Tiba-tiba jadi My Day officially di tahun 2022 padahal semua membernya lagi break wajib militer (kecuali Jae we know why). Maraton mengenali satu persatu membernya. Ikut ngakak sama funny legend moment dan nangis sama concert moment. PAS DAY6 KE INDONESIA DULU AKU BELUM SESUKA ITU SAMA DAY6 dan ga rela duitnya buat beli tiket. Sekarang gak akan ada konser apapun karena pandemi (si gagal nonton OOR karena pandemi hiks), ditambah bandnya lagi ga ada kegiatan apapun lagi pada wamil (Sungjin tahun ini udahan sih harusnya ada konten nanti huhhu). Nangis gak tuh nontonin apapun yang bisa ditonton sejak awal debut sampai yang terakhir ini Wonpil Solo Concert ih hawanya bedaaa dari awal debut jamet gitu sekarang berasa tuan muda 😭😭. Mana banyak berita simpang siur karena member yang nyaris bikin aku jadi My Day di 2019 left the agency. Kacau. Aku merasa hidup di dua alam deh. Reality sebagai pekerja dan unicornity sebagai my day gini. Mana official my day jalur sungjin hahaha. Emang yang namanya jatuh cinta itu suka tiba-tiba. 


Mau permisi sama My Day senior, aku gak sepaham itu sama all the album or theory of day6 but when i see the videos tuh somehow ya kayaknya aku suka sama personaliti anak-anak Day6 deh (aduh akrab banget bilang anak-anak padahal mereka umurnya diatas aku semua, bye reality😂) ya apalagi kalo bukan karena mereka LUCU BANGET YA AMPUN INTERAKSI MEREKA DYNAMIC I CAN'T HELP BUT FALLING. Berlima kalau udah pegang alat musik masing-masing berasa shojou manga, tapi kalo gak pegang jadi genre komedi. Bahkan yang aku simpen itu meme mereka, foto aib, predebut, bukan yang lagi ganteng pas masa Entropy itu *sobbing


Ini semua gara-gara mau pake Sungjin sebagai visualisasi sih (nyalahin leader haha). Jadi kan aku mencoba mempelajari si Bob the builder ini ya, eh kebablasan jadi bukannya fokus set development chara malah ngefangirl (tolong jangan sadarkan aku dulu, masih mau ngehalu). Cocok banget sungjin jadi family-man yang bucin mentok tapi ngerasa gak cukup bisa menyayangi pasangannya karena kekurangan yang dia punya. Aih bang, mellow kali ah. 


Aku bersyukur meskipun jadi My Day pas mereka lagi gaada konten gini.  Malah enak. Bisa eksplorasi tanpa di setting agensi, terus bisa sesuka hati buat milih vibes mereka di album manapun. Gak bisa deh kalau mereka udah ada konten terus aku masih bekerja sibuk gini. OMG gak bisa ikut hype sebagai bentuk ngedukung mereka tuh cukup sedih loh as a fangirl. 


Kalau nonton Our Beloved Summer yang meranin kan Choi Woosik, terus pas tidak sengaja muter lagu Congratulation - Day6 sebagai Comfort Zone's, kageeeeeet banget model MV nya Woosik. Ini karena alasan personal aku skip kenapa gak fokus ke Woosik malah fokus eksplore musik-musik di day6. Gila sih, sesukanya aku sama musik rock, yang day6 tawarkan ke aku selalu musik yang baru aku denger (emang gak ngerti musik juga sih. aku buta dunia seni juga wkwkwk). Lagunya kayak selalu punya warna dan cerita yang aku cukup relate. Yang nulis lirik itu YoungK, si anak sematawayang. Aku jadi kayak lol moment, sesama anak semata wayang tuh harus banget ya sama-sama didunia nulis-nulis gini. Banyak kiasan di lirik-lirik buatan YoungK, ditambah yang compose lagunya Jae sama Wonpil haduh udah deh. Jae ini born to be asthetic after puberty hit him like a truck. Sedangkan Wonpiripiri ini (kutadinya menandai dia wonfreak but now wonfeel soalnya dia soft-boi) emang cukup jenius di musik kayak dia tau banyak gitu loh. Jadi kombinasi sempurna si spontan Jae & si pembelajar Wonpil. Kupingku diberkahi. 


Remember that nothing happen except what Allah has ordained for us.


Jadi aku merasa ketemu Day6 ini emang ditakdirkan Allah, entah untuk sarana move up, atau jadi media sebagai batu loncatan keimanan. Pokoknya ada maksud besar kenapa Allah bikin aku masuk ke perkumpulan lelaki koriya yang bertalenta. Apakah ini maksudnya supaya aku juga ikut semangat menagasah kemampuan??? Bisa jadi. Yuk bisa yuk nulis lagi yuk.


Balik lagi karena Sungjin jadi visual, aku termangu karena dia anak yang serius, tipikal keep it halal until the day with you vibesnya, di beberapa video emang dia ga jelas sampe trending #sungjingjls wakakak absurd banget ni orang tapi keburu nemu good pointnya jadi kayak dah lah semua orang punya keanehannya, aku terima-terima aja kok. Aslinya kocak juga tapi orangnya penuh pemikiran jadi kayak wow too dark here i can't see the light! :') Dia cocok banget jadi visualisasi di tulisanku nanti (masih ngonsep beb).


From congrats before afraid

This could be nothing but master-failed

Even Not Mine is favorite

I'm yours, right?

Mempertanyakan Kesepian Dalam Ramainya Musik Berisik

Sabtu, 05 Maret 2022
Larut malam dan mendengarkan musik adalah kombinasi paling umum yang sering kulakukan. Mungkin dari delapan belas ribu manusia di Indonesia juga melakukan hal yang sama.

Mereka bilang membunuh sepi dengan menyetel musik.

Lantas mengapa sepi harus dibunuh? Mengapa kesepian seolah-olah harus dienyahkan?

Saat mendengarkan musik, biasanya itu karena ingin mengeluarkan energi negatif. Musik yang kudengar umumnya punya lirik seolah-olah menyuarakan emosi dari hatiku. Menyadari bahwa aku bukan orang yang mampu mengalirkan emosi dengan baik, maka saat tahun 2016 menemukan OOR sebagai penerjemah perasaan, saat itu cara pandangku pada musik mulai meluas.


Ada banyak orang di dunia ini, dan tidak semuanya bisa bicara dengan lugas apa yang diinginkan. Mungkin perlu ditulis, mungkin perlu digambar, dan mungkin juga dinyanyikan. Semuanya punya cara masing-masing.


Bahkan saat marah, tidak semua orang bisa mengerti kalau dirinya sendiri sedang marah. Yang ia lakukan malah berlawanan dengan apa yang dirasakan, dan berulang-ulang menahan diri, menekankan bahwa ia tidak apa-apa. Padahal kenapa-kenapa, ada masalah didalamnya yang sedang disangkal. Orqng lain tidak mampu menyentuh pusat masalah itu, hanya diri sendiri yang paham.


Tapi, kata-kata adalah mantra bagi manusia.


Melalui lirik lagu, atau tulisan dari bacaan, atau bahkan warna di sebuah lukisan, mereka semua membuat seseorang yang gak mampu mengalirkan emosi itu untuk lebih jujur pada dirinya sendiri.


Dulu, seseorang suka mengirim link youtube dari lagu yang dia suka untuk aku dengarkan. Genre lagunya mungkin ga cocok denganku, tapi maknanya bisa kumengerti. Yaaa waktu itu sih aku senang-senang aja dengarnya, cuma kalau sekarang didengerin lagi jadi agak terkenang hal yang lain tapi dijadikan referensi musik dan konsep video klip aja.


Kalau dulu ada banyak yang judge tentang musik indie untuk pecinta kopi dan senja, aku jadi punya asumsi kalau yang dengerin lagu indie itu tipe orang yang berusaha tapi umumnya gak di notice dan mereka lelah tapi tetep mau usaha biar diperhatikan.

Aku sempat dalam beberapa fase ada di musik indie ini. Mereka (lagu indie), cukup membantuku mengeluarkan rumitnya pikiran dengan musik pelan dan lirik yang cukup tepat sasaran. Lantas gak lama, aku balik lagi ke musik rock yang berisik.


Asumsiku sih, aku memang kesepian. Musik rock penuh dengan suara drum yang menghentak-hentak, gitar listrik yang berisik, dan bass yang memandu lirik-lirik tersebut bernyawa. Lirik-lirik di band rock umumnya pakai analogi atau vulgar sekalian tanpa sensor.


Buatku, mereka semua (lagu-lagu band rock) cuma mau jujur sama diri mereka sendiri. Dan karena aku gak mampu, jadi dinyanyikan dengan para pemain band rock sudah cukup menyalurkan emosi (gak cuma yang negatif, ada juga yang positif loh). Aku sadar kesepian dan lagu-lagu band rock seperti jembatan untukku merangkul perasaan bersalahku, perasaan marahku, perasaan sedihku, perasaan kecewaku, dan perasaanku ketika jatuh cinta. Aku juga mau jujur dengan perasaan yang kumiliki.


Hahaha, dulu pasti aku ogah denger lagu rock karena selain berisik, umumnya ga populer. Lagu pop itu hidup di masa mudaku. Aku kesepian dan ingin diterima orang, ingin populer, jadi terus-menerus memaksakan musik pop hidup dalam diriku.


Kalo dipikir lagi untuk apa memaksakan diri biar diperhatikan ya? Capek.


Dan kenapa juga harus denial kalau kesepian? Lebih mudah dijalani kalau kesepian itu diterima, menurutku. 


Kalau marah karena kecewa, aku bisa menebak dari lagu yang aku putar berulang kali.

Kalau sedang senang, aku bisa menebak dari lagu terakhir yang kudengarkan. 

Kalau sedang rindu, aku bisa menebak dari apa yang kusukai dari daftar putar lagu.


Lebih mudah, dan lebih jujur.


Bahkan saat ada yang menyebutku berdosa karena bernyanyi dan mendengarkan lagu, aku bisa terima karena ini cuma perbedaan frame of life, beda kacamata aja. Gapapa gak lihat apa yang ku lihat, akupun sama gak bisa lihat apa yang ia lihat.

Menerima diri sendiri itu memang gak mudah prosesnya kan? Mana yang nyaman, mana yang gak nyaman, semuanya punya skala masing-masing dan ukurannya gak bisa pakai alat ukur yang sama. 



Jadi, lagu apa yang sedang kamu dengar? :) 


Raung hampa yang dia sebut sebagai rasa

Kamis, 03 Maret 2022
Berapa lama lagi untuk toleransi ketika cinta menyangkal prioritas diri?

Eksistensi tanpa mati, membedah rasa sebagai tempat lalai sejati.

Bagian dari berjuang adalah melepaskan jika saja mereka mau pahami.

Bukan terus menerus memaksa kaki, pada sepatu yang ukurannya mini.







Ia yang hilang berjuang untuk pulang.

Ia yang tinggal berjuang untuk tunggal.









Berapa malam lagi untuk merenungi apa yang benar dan apa yg salah? Lantas tak tersisa apapun selain pasrah. Amarah hanya bertahan barang sedetik dibandingkan sesal yang kian memenuhi ruang hampa.






Ia sadar, dan ingin sekali lagi berputar.

Ia sadar, tapi tak ingin lagi tersasar.









Dan ruang hampa itu biar terisi,
penuh dengan rasa percaya diri,
penuh dengan cita cinta yang diyakini,
dan biarkan seluruhnya berhenti sendiri.


















-Raung hampa yang dia sebut sebagai rasa oleh S2, 3.3.2022,

Angin Musim Dingin Telah Berlalu

Rabu, 02 Maret 2022
Tiba saatnya memasuki musim peralihan. Angin dingin dan langit yang sering kelabu jadi pertanda bahwa musim gugur juga telah berakhir. Cinta di negara empat musim terasa terlalu singkat, karena pada kenyataannya setiap masa peralihan akan selalu ada yang usai dari perjalanan cinta sepasang kekasih. 

Agustus telah berlalu, sudah saatnya berhenti mengenakan pakaian cerah dan tipis karena cuaca dingin mulai menyapa. Mungkin, itu juga jadi sebab kenapa laki-laki melankolis itu berubah juga seperti musim dingin. 

Baru dua bulan, harusnya cuaca masih sama dinginnya seperti sikap laki-laki melankolis itu. Tapi apadaya, cuaca ekstrim karena global warming mempengaruhi musim sampai selabil ini. Tidak terkecuali dirinya yang kemudian menjadi labil. 

Seperti musim, semuanya tampak berubah dengan suasana dan sikap masing-masing. Masih tidak habis pikir, bagaimana bisa cuaca bisa memprediksi kehidupan seseorang seperti ini. 

Tapi mau gimana lagi? Toh dirinya sendiri tidak pernah sadar bahwa setiap musim berganti, perasaannya bisa berubah. Sudah sejauh ini, dengan masing-masing. Bahkan dengan sopan, mencoba tidak mengusk saat musim berganti empat kali dalam setahun. Tapi setiap di momen pergantian seperti ini, dirinya akan kehilangan kendali dan mulai mencari cara selip agar musim bisa berganti sebelum saatnya. Awalnya tidak mengapa, tapi lama-lama lelah juga harus mengalah memasukan hujan di musim semi. Aku hanya ingin hidup sesuai dengan musimnya. Dengan begitu, aku bisa lebih leluasa menikmati musim demi musim tanpa kecemasan akan perubahan yang belum tentu bisa kukendalikan,. 


Musim dingin telah berlalu sejak lama tanpa disadari oleh kita. Kini bulan april di depan mata. Musim semi tanpamu akan datang lagi. Semuanya masih terlalu vivid untuk sebagai memori. Tapi apa gunanya menangisi pergantian musim? Bukankah karena kita masih muda, jadi bisa lakukan apa saja setiap musim berganti? 

Dirinya mungkin bukanlah sebuah musim di seperempat tahun, melainkan sebuah angin. Terbang bebas tanpa hambatan ke sana dan ke mari untuk sebuah misi lain yang akan membawaku ke suatu tempat tanpa deringan ponsel dan empat musim! 

Suara Sumbang Dari Piringan Hitam

Senin, 07 Februari 2022
[1]
Pagi kemarin ia berbunyi
Hari ini sudah tidak lagi
Lusa ia bernyanyi
Esoknya kembali mati


[2]
Masih betah bergesekan dengan debu
Sengaja tak dibersihkan sampai berkerak
Untuk beli yang baru
Atau sekadar melupakan kaset rusak

[3]
Katanya ia akan tiba nanti petang
Setelah bersabar nyatanya tetap hilang
Suaranya sumbang
Hidupnya jadi tumbang


[4]
Harmoni itu hanya terjadi
Saat masih baru dibeli
Kalo sudah lama ya perbaiki
Bukan ditinggal pergi













Suara sumbang piringan hitam - S2
7.2.22, bersama suara hujan dini hari. 100112


Pertanyaan Untuk Diriku Sendiri

Sabtu, 29 Januari 2022
Malam menggulung bersama dengan angin yang biasanya menjadi tanda hujan akan turun. Teman-teman di kantor sebagian besar sedang bersiap untuk perayaan tahun baru mereka. Sedangkan aku bersiap untuk perayaan patah hati lagi.


Tahun baru, katanya waktu yang tepat untuk mengubah diri.


Tapi kayaknya aku belum siap untuk berubah. Gak siap karena seperti yang Taka utarakan dalam lirik lagunya;


So they say the time takes away the pain, but I'm still the same.


Masih sama seperti aku di tahun 2021. Mungkin lebih baik daripada aku di tahun 2018 atau 2019, bahkan 2020. Dealing with the griefs, dealing with all the issues, dealing with the feeling. Tidak pernah mudah untuk setiap orang mau memvalidasi bahwa apa yang aku rasakan adalah benar-benar terasa. Kebanyakan dari mereka yang mendengar akan selalu berupaya agar aku segera bertindak untuk mengenyahkan perasaan itu. Yang mana, justru, membuatku semakin bingung. Aku nih lagi ngerasain apa sih? Harus apa sih?


Ngomongin soal persiapan patah hati, mungkin setahun atau lima tahun kedepan aku akan ketawain tulisan ini. Tapi biasanya aku gak pernah mau mendokumentasikan dalam bentuk tertulis ketika sedang di fase ini. 

Umumnya, kubiarkan luka dipendam sendiri. Atau akan kubuat layer demi layer untuk menutupi kesedihan dengan memasang topeng didepan semua orang. Atau, bahkan sampai menyakiti diriku dengan terus menerus mencari dia dalam setiap kegiatanku.


Sayangnya tahun ini aku tidak ingin diam begitu. Tahun kemarin kucuran cinta-Nya begitu deras, sampai aku sungkan untuk 'kembali' menjadi umum.


Mungkin akan aneh bagi semua orang, kalau kubilang aku butuh dipertemukan lagi dengan mereka. Membiarkan diri ini sekali lagi tersudutkan. Untuk kemudian memilih untuk pergi atau bertahan sekali lagi, dan mengetahui batas sakitku. Keras kepala. 


Pertanyaan besar setelah seluruh episode ini sudah nyaris di akhir, adalah aku mau apa? 


Sudah sejauh ini untuk menapaki jalan yang terbuka, lantas aku mau apa? 

Pertanyaan ini yang terus mengusik hati, melahirkan pertanyaan lainnya. Sebutuh apa aku terhadapnya? 

Bila ia pernah mematahkanku, seberapa kuat untuk tetap tumbuh? 

Seberapa banyak lagi yang perlu ditoleransi? 

Seberapa lama aku untuk bisa hidup tanpa belenggu? 

Seberapa siap untuk pergi tanpa menoleh lagi? Atau.. Seberapa siap untuk ada tanpa menyakiti diri? 

Bagaimana untuk berani menghadapi tanpa menghapus senyum di masing-masing?



Sekali lagi, ini menjelang akhir dari episode patah hati. Aku perlu mempersiapkan diri merayakannya. 


Dan hujan pun turun.


Gemerisik air hujan terdengar bagai melodi dari lagu duka cita. Sebenarnya, sebagian besar aku sudah tahu mau jawab apa dari pertanyaan tadi. Tapi perlu dipahami, bahwa aku cukup keras kepala dengan jawabanku sendiri.

Maka kali ini, biarkan pelan-pelan cara-Nya yang menuntunku untuk menuliskan jawaban secara tepat dan tanpa syarat.