Malam itu cerah, langit tanpak bersih dengan sedikit awan dan bulan sabit yang bersinar terang. Sebuah lilin yang cerewet sejak tadi mengajak kura-kura itu bicara meskipun pada akhirnya ia yang berbicara terus, sedangkan kura-kura itu sibuk menjadi pendengar.
"Kalau kamu sadar, kita berdua punya kesamaan." Kura-kura tanpa nama itu diam saja ketika lilin putih dengan tubuh besar itu bicara. Hari itu, jagat malam terlalu sunyi untuk sebuah kuil besar sehabis perayaan tahun baru. Tidak ada hujan hari ini. Menurut kepercayaan mereka, itu pertanda baik. Apalagi seminggu sebelum perayaan hujan turun tiada henti.
Lilin yang tubuhnya semakin memendek itu hanya melirik ke arah kura-kura tua yang merangkak pelan diantara keramik-keramik berisi dupa. Tahu kalau ia diabaikan, ia menyahut lagi.
"Kita sama-sama lambat, Pak Kura-kura." ucapnya.
Kura-kura itu berhenti. Hendak menoleh, namun pergerakannya pelan.
"Aku sih lebih baik daripada kamu, Lin." jawab Kura-kura itu. "5 Tahun aku bergerak ke sana-sini, meskipun ujungnya bakal kembali ke kolam kecil di pojok kawasan ini. Setidaknya aku bergerak. Aku tidak habis sepertimu." sombongnya.
"Eh, aku bisa kembali lagi tau!" Sang Lilin tidak terima.
"Ya, kalau mereka-mereka mau mengambil lelehanmu dan menyatukanmu dengan sumbu yang baru." imbuh Kura-kura.
"Artinya, aku lebih beruntung dong daripada bapak yang kerjanya hanya mondar-mandir gak jelas." sungut Lilin.
Angin-angin menimbulkan gemerisik diantara dedaunan seolah menertawakan percakapan dua makhluk Tuhan. Sang lilin masih menyala, menerangi seperempat bagian dari ruangan tersebut. Diantara temaram, Kura-kura kecil yang usianya sudah tua itu berjalan lagi sampai tidak sadar sudah ada dipojokan meja. Ia terjungkal ke bawah, otomatis kepalanya masuk dalam tempurung.
"Dasar penakut! Jatuh begitu saja langsung sembunyi. Pak, kamu gak lihat aku tetap berdiri tegak meskipun hujan badai menggelegar kah?" ejek Lilin.
"Persamaan kita itu lambat, seperti katamu, Lin." Kura-kura mengeluarkan kepalanya lagi setelah hampir saja tempurung itu terbalik membuat dirinya tidak bisa bergerak kemana-mana. "Aku lambat pergi kemanapun yang aku mau karena beban tempurungku ini. Sedangkan kamu, harus lambat meleburkan diri supaya cahayamu tetap ada sampai matahari menggantikan kehadiranmu. Kita lambat di jalan masing-masing."
"Sebenci-bencinya aku berjalan lambat," lanjut Kura-kura itu, "aku senang karena setidaknya aku punya teman satu nasib. Sama-sama mengerti bahwa tidak apa-apa untuk bergerak perlahan ataupun menghancurkan diri sendiri agar bisa menerangi orang lain."
Sang Lilin diam sejenak.
"Tapi aku benci diam saja pak... Aku mau bergerak meskipun lambat sepertimu. Aku ingin seperti kembang api yang indah dan dikelilingi oleh banyak manusia meski hanya sehari di malam tahun baru. Atau aku juga ingin seperti lampu-lampu neon di papan reklame yang selalu dilihat oleh banyak orang. Aku benci menjadi diriku, meliuk-liuk sendirian hingga tubuhku tidak lagi utuh." keluh Lilin.
Kura-kura tersebut berjalan perlahan. Pelan-pelan sekali untuk sampai di bawah kaki meja yang ada lilin cerewet itu diatasnya.
"Awalnya aku juga membenci diriku yang bergerak pelan seperti ini. Aku ingin jadi kucing yang disayang-sayang menusia. Atau jadi seperti tupai yang bisa lompat sana sini. Aku juga terkadang ingin sekali jadi cacing-cacing di tanah yang tidak perlu mendengar bising setiap hari." jawabnya.
"Tapi aku mengerti setelah aku mendengar keluhanmu." lanjut kura-kura itu. Lilin putih tadi tampak penasaran. Tubuhnya tinggal setengah saat ini, hampir habis.
"Mengerti apa?" tanya Lilin.
"Kadang kita hanya perlu bicara seperti ini, Lin. Mengeluh apa yang kita inginkan tidak terwujud, bukan untuk dinasehati atau diberi solusi. Hanya mengeluh saja. Mengeluh dari apa-apa yang tidak bisa kita capai. Atau kusebut ini sebagai berbagi cerita?" Kura-kura tersebut terkekeh. Jenis kekehan yang biasa ditemui ketika merasa lega.
"Selama ini kita hanya mengeluh di dalam hati, kan?" tanya kura-kura.
"Ya..." Jawab Lilin. "Aku mengeluh karena terlalu cepat mencair jika panas dan angin sedang bersama. Aku juga mengeluh kalau api mulai menjalar di sumbu dengan lambat, seolah-olah aku disiksa untuk melihat senyum-senyum manusia yang berdoa dan berbahagia. Aku hanya bisa mengeluh sendirian, lilin-lilin disekitarku tidak pernah setuju dengan pendapatku. Katanya aku aneh."
"Fungsi lilin itu sebagai pengganti cahaya saat gelap. Kamu tahu itu, kan, Lin?"
"Iyaa, tapi kan aku mau juga bisa bergerak bebas!"
"Lantas, kamu mau apa setelah ini? Masih malam tahun baru, kamu mau berdoa jadi lilin yang bergerak bebas? Katanya keinginan bisa terwujud di malam ini."
Lilin tertawa.
"Terima kasih kepedulianmu, Pak Kura-kura. Tapi aku juga tidak mau pergi dari tempat ini. Nanti doa mereka yang datang tidak terwujud."
Sang kura-kura tersenyum.
"Tentu, kau aslinya sudah tahu betapa pentingnya dirimu di sini, kamu hanya ingin mengeluh, kan?"
Malam itu, sang lilin kembali menghanguskan dirinya sampai pagi. Sementara kura-kura itu ditemukan mati terbalik di bawah kolong undakan tangga kecil dekat tempat lilin itu di simpan.
Kalau boleh bilang, sejujurnya aku malu.
Terlalu banyak orang hebat di sekitarku. Terlalu banyak mimpi-mimpi yang aku tunda karena kelalaianku sendiri. Setelah satu bulan lebih beranjak ke usia dua lima, banyak bisikan yang mengusik hal mana yang mau kamu seriusi untuk seisinya diisi rasa syukur?
Mungkin gesit langkah mereka jauh berbeda dengan rute perjalanan hidupku.
Aku lamban,
aku penuh bimbang dalam melihat peluang,
dan masih penuh ragu ketika mencoba satu hal.
Yang sungguh ingin bergerak,
melewati batas mustahil dalam kepalaku,
tanpa tapi,
tanpa nanti.
Semua alasan sibuk.
Semua alasan penuh jadwal.
Apakah itu yang kumau?
Seluruh waktu habis demi memangkas sepi di kalbu?
Apakah itu yang kumau?
Menyatakan sibuk demi ego yang enggan takluk?
Ataukah itu yang kumau?
Mengumpulkan rupiah demi impian yang bahkan tidak meriah?
Semua alasan itu hanyalah air dalam muara malas.
Malas mengenali diri,
Malas mengenali Tuhan nya sendiri.
Mereka sudah bergerak menghidupi mimpi,
kapalnya sudah bernavigasi ke Grand Line pribadi,
sedangkan masih ada yang sendu mencari,
padahal peta dan kompas ada ditangannya sendiri.
Kamu sudah tahu,
apa yang kamu mau.
Jadi untuk apa semua ketakutanmu itu?
@catatanuntukdikenang - Oktober 2022
Already a year di China Town. Kerasa sih, agustus tahun lalu lagi nangis-nangis di kamar ini sambil mengerjakan kerjaan. Tahun ini masih sama, tapi jingkrak-jingkrak karena sambil dengerin lagu. Beberapa bulan belakangan, lagi kepatil sama lagu-lagu Day6. Sebagai orang yang dengerin lagu karena baca liriknya dulu, aku mau sungkem sama YoungK kok bisa kamu nulis lagu isinya kisah hidupku semua mas??? :(
Kata mereka, setiap orang punya puber kedua di dalam hidupnya. Puber pertama ketika masih muda. Saat itu, hal tersulit dilakukan adalah mengungkapkan isi hati kepada seseorang yang kita sukai. Mungkin diselingi sama tugas-tugas sekolah juga. Secara alami, puber ditandai dengan siklus menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Di masa puber pertama, semua tandanya nampak jelas dan bisa terukur perkiraannya. Sedangkan untuk puber kedua... ini cuma masalah feeling. Lah terus apa hubungannya pesona anak band dan soal puber kedua?
Sebenernya gak ada juga sih, kayaknya. Walah jadi gak yakin gini ya penulisnya.
Sebenernya aku agak yakin ini cuma ketertarikan aja, bukan sesuatu yang filosofis. Masih ambigu juga apakah ini karena rasa penasaranku untuk bisa main instrumen musik belum terpenuhi, masih ada sisa perasaan dengan tuan berjas hitam setelah sepuluh tahun berlalu, ataukah masih ada amarah dengan laki-laki melankolis di tahun lalu? Yang jelas, buatku pesona anak band itu bisa bikin pusing, dalam koridor positif.
Aku mau bilang kalau DAY6 bukan cuma anak band yang bisa bikin lagu, tapi mereka itu.... abang-abang dengan kemampuan berbeda yang bisa ngubah pattern hidup orang. Aku sendiri masih gak nyangka mau nerusin sekolah, padahal pas lulus sarjana buanyak pikiran yang bikin gak mau lanjut. Qodarullah, setelah episode patah hati part kesekian malah bisa lanjut sekolah. Tapi diperjalanan itu jujur rasanya ga mudah, udah kayak yang pengen nyerah. Allah malah ngebikin aku ketemu grup band korea yang lagi hiatus karena membernya pada wamil buat nyemangatin :'))
Mendadak aku terpesona sama personaliti membernya, khususnya Park Sungjin dan kerja keras beliau (ngomongnya sopan soalnya berasa ngomong sama bapak wkwk). Jujur aku gemessss banget pengen kasih tau dunia kalau aku naksir berat sama bapak satu ini, selain berwibawa, bisa ngemong temen2nya ke jalan yang benar, suka punya pikiran sendiri wkwk aneh tapi aku suka tandanya dia idealis, sayang papa mama kalau apa2 pasti yg dibawa obrolan orangtuanya gitu weh, oh sama dia tuh gak gitu sering muncul di internet. Buatku, cowo (termasuk idol) yang jarang upload di sosmed tuh baguuus tandanya menikmati hidup di real life (ya tapi gak tau kalo dia punya second account buat rant yaa haha itu sih terserah deh privasyyy).
Terus ditengah kesulitan menjalani hari sebagai pekerja dan pelajar, member DAY6 Kang YoungHyun alias YoungK alias Brian Kang sudah lebih dulu menjalani hari sepertiku di tahun 2017-2019(?) dan udah lulus S2 coba ya allah masyaallah Kang Bri, kamu mah ambisnya mantappu jiwa :''') Jadi, aku sekarang memanut langkahnya kang bri buat go ahead ngejalanin dua hal besar ini. Sampe gak tau lagi lah pokonya aku jalanin aja. Terus kadang masih nangis kalo lagi cape banget. Tapi semangat juangnya masih ada lagi tiap abis ngaji, atau malah makin nangis tiap nonton video everyday6 kang bri bilang "guys, aku tuh cape banget ini gak mudah..." (T_T) banjir air mata. Aku ngerasa banget susahnya, tapi kalau Kang bri aja bisa, masa aku nggak sih... (sisi ambisnya keluar).
Meskipun udah dua orang yang menurutku cocok dijadikan abang-abang angkat, masih ada satu abang lagi yang tingkahnya kayak anak kecil tapi kalau mode serius dia tuh omongannya bisa dalem banget, namanya Jaehyung, karena dia anak LA mari panggil J aja. Sesama virgo, jadi kurleb tau tsundere nya J nih kayak apa, kadang berasa ngaca deh kalau dia ngelakuin sesuatu tuh haduh kok bisa sefrekuensi gini padahal J lahirnya 92! Aku 97 btw.
Mana sering banget ngecengin Wonpil kan, berasa chaotic sibling aura nya dapet banget. Aku suka aja sih kalo ada Wonpil tuh tingkahnya lucu, kayak dia punya kepribadian 4D deh. Aku belum pernah punya temen yang punya kepribadian gini, jadi seneng banget liat wonpil gemes, lucu, manis, huhu mau jadi adek aku aja bisa ga sih kamu tuh pil? ;;;(
Kombinasinya Wonpil tuh Doun. Ya allah ini upin ipin cabang korea deh, sama-sama usil. Tapi Doun lebih usil lagi dan mukanya emang disetting dari pabrik komedi. Dia ngapain aja jadi kayak nonton srimulat, lucunya bukan lucu gemes tapi lucu ngakak gitu paham ga sih?:( Kalau punya temen kayak Doun sih bakal aku ajak sering2 jajan es krim biar ngakak terus. making my day more bright Jiakhhh Un, Un, mau ga sih lo jadi adek gue?;;;(
Pokoknya, almost 4 month or more jadi My Day daaann sangat terhibur banget sama Day6. Diskografi lagunya, konten jadul-jadulnya, pelajaran hidupnya, semuanya ini cukup membantu aku buat grow more. Meskipun ada sedihnya pas tau J left the agency.
Btw aku tuh ternyata udah suka lagu congrats dari awal debut mereka, tapi yaudah selintas aja karena waktu itu masih OOR garis fanatik wkwk. Aku hampir jadi My Day pas Jae sering rilis vlog, karena mantengin Jae di youtube itu berasa belajar bahasa inggris with JaeSix haha, tapi gak jadi. Malah 2022 gara-gara Sungjin yang notabene gak ada konten sama sekali LOL kok bisa yaa... yaa bisa laaahh kan kuasa Allah.
Aku lupa tahun berapa, mungkin sekitar 2010 kali ya pernah banget deket dan suka sama anak band. Kayaknya karakter anak band kalo digeneralisasi itu punya selera humor aneh yang aku sukai deh. Soalnya beberapa kali secara gak sengaja aku nyangkut sama orang yang latar belakangnya anak band terus. Kayak... ih kenapa gitu semesta mempertemukan aku dengan manusia-manusia anak band? apakah hidupku seindah petikan melodi gitar di pagi hari? Haha.
Dari kenal Day6 ini aku berasa punya abang-abang yang merangkul secara virtual. I hope someday I found my own bro [husbu] who treat me like them.
Sudah memasuki akhir musim panas. Agustus tahun ini datang begitu cepat seolah setahun lalu tidak terjadi apa-apa. Jatuh bangun masih terasa tidak ada beda. Lelah masih begitu dominan, si pengecut dalam diri masih enggan turun tahta.
Mata melihat sekitar, setahun dapat mengubah siapapun menjadi berbeda. Tapi aku masih sama seperti daun-daun di pohon nakal yang menjadi teman setia trotoar jalanan. Meskipun terasa ada tali yang samar-samar bisa kugenggam, tapi masih terasa jika kaki tidak menjejek ke bumi. Gravitasi disekitarku mungkin nol, entahlah aku sudah lupa bagaimana menghitung masa.
Terlalu riuh hidupku dengan mimpi-mimpi yang aku ciptakan sendiri, hingga tidak ada ruang bagi sesiapapun untuk masuk. Kamu tuh gak diajak. Harusnya kamu juga sadar hal itu. Dari setahun perjalananku kali ini, tidak ada namamu dari bagian mimpi-mimpiku. Kamu gak bisa begitu saja menyerobot apa yang sudah jadi antrian sejak mereka-mereka meninggalkanku dengan begitu banyak bekas luka.
Aku perlu memeluk diriku lebih erat, kehadiranmu terlalu tinggi dan aku tidak sedang ingin meraih apapun selain tanganku sendiri.
Waktu yang berjalan, puluhan tahun pun, adalah waktu perkenalan terpanjang dan belum tentu dirimu menemukanku diujungnya. Aku masih belum menemukan apa yang menarik, jadi silakan mencari yang lain. Aku sungguhan tidak ingin diganggu dengan hal semacam ini, tidak kecuali ia adalah laki-laki dengan mata rubah setinggi 183 senti yang tampil di televisi.
Jika nanti waktu berulang lagi,
mungkin saat itu takdir benar-benar mengikat sebuah tali untuk kita.
Tapi jika tidak,
berbahagialah dengan dirimu sendiri.
Untuk cerita yang usai, masih belum luntur ucapan terima kasih telah membentukku seperti ini. Meskipun berulang kali memantrai; bahwa 'yang mereka miliki saat ini bukanlah perlombaan, jangan ambil hati', terlalu membingungkan untuk tidak memikirkan mengapa secepat itu semua orang berubah haluan dan menemukan, sedangkan ada orang-orang sepertiku yang masih enggan untuk berhenti mengisolasi diri.
"Memangnya sedalam itu kah?" tanyamu suatu hari.
"Tidak juga..." jawabanku menggantung, tak ingin bicara lagi meskipun kepalaku penuh berisi susunan kalimat panjang yang diplomatis untuk menyangkal.
"Lantas?" pertanyaan berulang yang sudah kudengar ribuan kali, bahkan sejak usiaku genap dua puluh (saat ini usiaku dua empat).
"Hanya... Terlihat menakutkan."
Untuk sebuah acara sakral yang ikatannya sangat kuat, inginku perang batin ini usai terlebih dulu. Berupaya untuk mengikat simpul-simpul yang terlepas dari dalam sebelum membuat rajutan yang lebih rapi di luar. Sayangnya prioritas sering terbalik-balik sampai lelah yang tersisa menguasai diri ini. Berkali-kali kacau, merasa bodoh dan sepi. Lalu marah-marah karena tidak mampu jadi kusir di kereta sendiri.
Bagiku, membuka diri adalah perjalanan paling melelahkan yang harus kutempuh saat ini. Segala macam tragedi membuat enggan bangkit lagi, tapi nyatanya sampai empat tahun setelah kabut mengisi diri, aku masih hidup dan menjalani hari-hari seperti orang normal. Segala macam komedi mengisi ritme monoton seorang puteri tunggal di pentas yang sepi pengunjung.
Pilihan-pilihan ini bisa disederhanakan, bagi mereka yang mau. Sedangkan aku menjalaninya dengan rumus perhitungan yang memutar jauh, sambil berharap cepat selesai. Ada waktu-waktu dimana ingin menyederhanakan hal rumit di dalam kepala, tapi yang kulakukan justru lebih banyak waktu untuk merumitkan hal sederhana.
Mungkin benar, pada akhirnya ini hanya tentang apa yang benar-benar bisa kutoleransi, tentang mecari damai dalam berisiknya suara dalam hati, dan tentang nanti yang ingin kuubah sesuai kehendak Yang Maha Suci.
Bagi mereka yang mau, segalanya akan mudah dan dipermudah.
Bagi mereka yang enggan, segalanya terasa jauh dan ambigu.
Bagi mereka yang siap, badai apapun berani dihadapi.
Bagi mereka yang enggan, kerikil tampak seperti hujan meteor.
Lantas kapan waktu untukku mau dan siap?
Masih tak terjawab, masih tak ingin menjawab.
But have u ever think the oppa need someone who have a good life, like MA?
A good life will bring you to a mission of life. The mission of life isn't to be happy. I once read Prof. Syed Naqub Alatas write: "The Prophets also suffered but theyre know themselves, the meaning and purpose of life and where are theyre heading so their suffering is not a kind of unhappiness (shaqawah) but they knew their stations (maqamat)."
The mission of life isn't to be happy, Ralph Waldo Emerson once said that it is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well.
Tentang takut dan menjadi tumbuh.
Ada waktu tenang yang menghanyutkan air, hingga ke sungai-sungai penuh mimpi.
Sebuah pulau yang tak terjangkau mata, tapi sering dicari-cari.
Tak ada di peta tapi bisa ditebak-tebak pakai hati.
sebuah tanya “Mau jadi apa kamu nanti”
Ada waktu riuh yang mengobarkan api, hingga tinggi asap hitam berkepul
Seperti udara kering, rasa sesak itu timbul.
Luruh seusai dilahap dengan banyak beban dipikul
Dan jawaban apapun terdengar bagai seruling sumbang yang bersiul.
Lalu ditengah hiruk pikuk itu,
ada sebagian yang berhasil merakit ulang dari sisa abu.
ada sebagian yang membuat gebrakan baru.
ada pula yang semangat membangun tempat baru.
Tapi ada juga yang tak mampu.
dan ketidakmampuan itu membuatnya terasa seperti di dalam air
semua hal seperti melayang dan tidak penting di satu waktu.
Hening dan dingin.
Sebuah kombinasi yang tak pernah usai saat ditanya “mau dibawa kemana hidup ini?”
Hening dan dingin.
Sebuah kombinasi sempurna untuk larut dalam mimpi.
Bisakah untuk tetap tumbuh di dalam palung samudra?
Bisakah untuk tetap berkelana dengan kapal yang tersisa?
Bisakah untuk tetap bergerak dengan tangan hampa?
Bisakah untuk tetap ada tanpa merasa terluka?
Bisa.
Bisa.
Bisa.
Bisa.
Episode belum selesai,
luka yang lalu akan usai,
kebisingan akan lerai,
perjalanan menuju pulau itu akan segera tercapai…
Aku juga tidak tahu mengapa kamu mendadak jadi paling penting di kehidupan ini. Kamu jadi sesuatu yang dipikirkan setiap hari, bertanya-tanya dalam hati mengapa setiap lagu yang didengarkan terasa seperti suara hati untukmu.
Meskipun jauh tak tergapai, entah mengapa duduk dan mendengar lagu-lagu lama terasa seperti kita berdua berada di satu tempat yang sama. Aku sadar, ini sudah terlalu jauh dari perasaan kagum. Tapi lagi-lagi, bahkan kini aku sudah hapal judul lagunya dari denting di detik pertama.
Lucunya, ini semua tidak terjadi hanya pada diriku saja. Ratusan, bahkan mungkin ribuan atau milyaran orang juga merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. mungkin memang begitu rasanya menyukai seseorang yang wujudnya ada dibalik layar.
Akui saja dalam sekejap mata, seseorang yang biasa saja menjadi luar biasa dimata seorang penggemar.
Kamu yang menjadi penting, kini menemani dalam hening. Terima kasih untuk menjadi katarsis di kehidupan ini......
China Town yang dulu kupertanyakan kini sedang menampakkan petunjuk-petunjuk kecil atas seizin-Nya untuk memperbaharui sesuai permintaanku. Sebuah doa di masa lampau yang baru-baru ini teringat kembali.
Mari kita bahas tentang nikmatnya lupa lain kali. Hari ini baru saja tersadar tentang dua hal besar yang tidak disadari menjadi palang pintu menuju versi terbaik diriku. Palang yang membutakan serta membuatku lalai dari sebuah misi besar dari Tuhan yang harus kulakukan sebagai bukti eksistensiku di dunia adalah hanya karena ke-maha-baik-an-Nya.
Pola pertolongan-Nya memanglah sungguh halus dan perlu penghayatan. Mengenali bahwa Allah sedang menggiringku ke jalan yang lurus, prosesnya tidak mudah. Aku selama 24 tahun ini hidup dengan berbagai turbulensi (lebih ke ugal-ugalan daripada sekedar turbulens) karena porosnya tidak kokoh. Nyatanya hidupku sibuk ngurusin bungkus, isinya masih belum matang sehingga belum layak dibungkus.
Porosku nyaris tidak ada dan hidup seperti melayang di udara. Hampa, bisa bergerak kemana saja tapi tidak terarah, pengap kadang kala terasa gelap dan sepi. Ruang hampa itu selama ini aku sembunyikan karena takut oleh rasa perihnya. Sengaja kubiarkan kosong karena enggan merasa kecewa. Justru, padahal sebenarnya ruang itu yang perlu kuisi, bukan menambah ruangan baru, memenuhinya dengan gudang informasi yang tidak berkaitan. Ruang hampa itu bernama ambisi. Sebuah perasaan yang selama ini tidak pernah terbangunkan kecuali saat super terdesak.
Ambisi yang tidak kumiliki ini, ada pada seorang kawanku. Ia mungkin di cap aneh oleh teman-teman lain (aku pun merasa aku dicap aneh sama orang lain jadi yaa it's oke being aneh is new sexy fyi :p) tapi ia adalah kawan yang paling tahan banting meski ajakan mainnya 9 dari 10 pasti kutolak dengan alasan yang sama: males keluar. Sejak putih abu-abu, hingga aku lulus S1 kemarin, ia sering bercerita dan cukup catch the trend while i'm being cave-girl. Hidupnya penuh ambisi, kesana kemari untuk memenuhi mimpi yang ia tulis.
Sedangkan aku tidak pernah ingin kemanapun karena gak mau, dan kalau mau pun aku ga berkeinginan untuk pergi. Dari lubuk hati terdalam, tidak ada desire untuk aku melakukannya.
Beberapa hari lalu aku dikontak oleh sepupuku karena ia mendapat warna merah pada hasil seleksi perguruan tingginya. Yang terlintas dikepalaku adalah, waktu dulu aku kuliah prosesnya bagaimana ya? Rasanya tidak ada effort yang bisa kuingat karena semuanya flat terjadi di satu waktu yang cepat. Aku merasa tidak berusaha apapun untuk masuk kuliah. Jurusan Ilmu Komunikasi yang kupilih juga hanya karena pernah baca itu salah satu fakultas yang didalamnya ada penjurusan desain. Dulu aku sangat percaya diri kalau kemampuan desainku adalah satu-satunya kemampuan yang dimili sebab biologi, kimia, apalagi fisika sangat menguras mental untuk menyelesaikan soal buatku. Aku tidak mau kuliah dengan tertekan, jadi kupilih apa yang kusuka. Dan begitu saja, aku diterima di sebuah kampus swasta dengan tanpa membayar sepeserpun uang kuliah (kecuali saat wisuda). Alhamdulillah, tidak ada pemberat yang sampai membuatku enggan menyelesaikan perkuliahan. Semuanya atas izin Allah, lancar sampai lulus sarjana. Lantas saat kembali mengingat, apakah aku kuliah punya ambisi? Ya, ada. Ambisiku saat itu bisa lulus tepat waktu. Lalu apakah aku berpikiran untuk kerja di suatu perusahaan tertentu setelah lulus? Tidak sama sekali.
Ketika selesai wisuda dan menjadi alumnus kampus, aku tidak berambisi untuk bekerja dimanapun. Hanya saat itu doaku punya sebuah pekerjaan dengan nominal gaji sekian juta. Dan baiknya Allah padaku, hanya selang tujuh hari dari permintaan itu, langsung ada tawaran dari senior untuk bekerja. Alhamdulillah... alhamdulillah... segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.
Makanya saat ini ketika semua orang sibuk flexing dengan kepunyaan mereka; mobil, iphuun, rumah, profesi dgn gaji dua digit, dan sebagainya isi kepalaku sibuk dengan "gimana sih caranya mereka punya desire untuk milikin sesuatu? Kok aku ga punya sesuatu yang spark joy ya." Iri.
Terlebih lagi ketika aku mulai melirik Day6, eaJ, dan OOR.
Mereka semua punya satu ambisi yang sama. Tell anyone what their feeling feels at the time to time. Being honest and self-acceptance. Sebuah ambisi yang aku masih terlalu jauh untuk menggapainya. Yaa, at least sekarang sudah 'melek diri' dari yang sebelumnya 'buta literasi diri'.
Terlalu fokus menjadi orang yang tidak fokus tujuan ternyata menyebalkan. Alhamdulillah Allah kasih tempat di China Town yang semua orangnya detail sehingga aku turut memperhatikan hal detail yang selama ini jadi titik buta. Awalnya karena desain sponsor yang berulang kali kena babat habis sama Richard, kini saatnya perbaikan kedalam diri juga. Ada yang salah, dan harus segera diperbaiki.
Semoga Allah memperbaiki dan memudahkan urusan kita semua.
Barakallahu fiik, selamat menjalankan ibadah puasa 1443 H.
[S2 in China Town, 31 Sya'ban 1443 H]
Jam 2 pagi di China Town dan baru selesai dengan membaca banyak postingan untuk so called inspiration. Sejujurnya aku sendiri lagi di musim pancaroba yang tak kunjung usai. Gara-gara mendadak My Day berasa punya energi ekstra buat menjadi 'real writer' yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Jujur aja aku gak pernah suka jadi penulis karena pasti banyak ngalamin kehidupan yang gak enak dan aku gak suka ngerasa suffering. LOL. Tapi yang namanya kejadian ga enak kayak kecewa, sakit hati, patah hati gitu hal umumlah ya jadi manusia. Masa iya gak ngerasain, apakah aku seorang cyborg? I do mistake because I'm human, so I decided to be writer (padahal kerjanya ga ada nulis-nulisnya samsek lmao weird). At least writing my own blog ajalah, gak usah muluk jadi the next J.K. Rowling aku gak bisa mikir berat maunya yang ringan-ringan aja. Jadi pekerja udah sumpek tolong jangan tambahkan teori evolusi di kepalaku. Jadi mungkin sejak akhir tahun 2021 sampai nanti akhir 2022 ini tulisanku di blog bakal kayak novel wattpad genre slice of life. Bakal nyablak seenak udel aku karena kapan lagi aku kerasukan nulis gini.
Anyway meskipun gak pernah diselingkuhin (atau ngerasa gak pernah/gak kerasa/) lagu Congratulations - Day6 itu enak banget buat dinyanyiin, kayak kalau lagi kesel ke orang tuh bisa sarkas "Congratulation ya, woy!" padahal maksudnya "Gila lu ndro?!! Kok bisa sih senyebelin itu!!" hahaha.
Lagi-lagi karena aku kurang ekspresif dalam mengalirkan emosi, jadi kalau kesel ya denger lagu yang bisa menyuarakan isi hati.
Kebetulan, momen hari itu suram banget. Rasanya sedih, mau marah tapi udah janji maafin orangnya sama Allah. Mau kecewa, udah tau salah sendiri percaya sama manusia. Jadi kayak conflicted inner self gitu deh. Apalagi kemarin sempat mengharu-biru juga kan karena kebodohan sendiri. Bisa dilihat dari nuansa puisi-puisi yang ditulis, kayak.... Merasa gak siap jatuh cinta lagi.
Terus mikir, tahun ini gak punya hgoals apapun selain bisa tidur 5 jam. Nulis juga mau nulis apa toh bacaanku sehari-hari cuma webtun dan AU di twitter! Haha. Gak ada ide baru. Tapi diingetin sama Fyn, sejak 2017 punya tokoh-tokoh yang ga diurus karakterisasinya. Okelah, untuk warm up kan jadi cari visualisasi dulu dong. Lah di tengah perjalanan mencari inspirasi buat nulis malah jatuh hati sama tokoh visualisasinya sendiri! Ninuninuninu gawat banget pemirsaaa, aku keracunan sama Day6!!!
Tiba-tiba jadi My Day officially di tahun 2022 padahal semua membernya lagi break wajib militer (kecuali Jae we know why). Maraton mengenali satu persatu membernya. Ikut ngakak sama funny legend moment dan nangis sama concert moment. PAS DAY6 KE INDONESIA DULU AKU BELUM SESUKA ITU SAMA DAY6 dan ga rela duitnya buat beli tiket. Sekarang gak akan ada konser apapun karena pandemi (si gagal nonton OOR karena pandemi hiks), ditambah bandnya lagi ga ada kegiatan apapun lagi pada wamil (Sungjin tahun ini udahan sih harusnya ada konten nanti huhhu). Nangis gak tuh nontonin apapun yang bisa ditonton sejak awal debut sampai yang terakhir ini Wonpil Solo Concert ih hawanya bedaaa dari awal debut jamet gitu sekarang berasa tuan muda ðŸ˜ðŸ˜. Mana banyak berita simpang siur karena member yang nyaris bikin aku jadi My Day di 2019 left the agency. Kacau. Aku merasa hidup di dua alam deh. Reality sebagai pekerja dan unicornity sebagai my day gini. Mana official my day jalur sungjin hahaha. Emang yang namanya jatuh cinta itu suka tiba-tiba.
Mau permisi sama My Day senior, aku gak sepaham itu sama all the album or theory of day6 but when i see the videos tuh somehow ya kayaknya aku suka sama personaliti anak-anak Day6 deh (aduh akrab banget bilang anak-anak padahal mereka umurnya diatas aku semua, bye reality😂) ya apalagi kalo bukan karena mereka LUCU BANGET YA AMPUN INTERAKSI MEREKA DYNAMIC I CAN'T HELP BUT FALLING. Berlima kalau udah pegang alat musik masing-masing berasa shojou manga, tapi kalo gak pegang jadi genre komedi. Bahkan yang aku simpen itu meme mereka, foto aib, predebut, bukan yang lagi ganteng pas masa Entropy itu *sobbing
Ini semua gara-gara mau pake Sungjin sebagai visualisasi sih (nyalahin leader haha). Jadi kan aku mencoba mempelajari si Bob the builder ini ya, eh kebablasan jadi bukannya fokus set development chara malah ngefangirl (tolong jangan sadarkan aku dulu, masih mau ngehalu). Cocok banget sungjin jadi family-man yang bucin mentok tapi ngerasa gak cukup bisa menyayangi pasangannya karena kekurangan yang dia punya. Aih bang, mellow kali ah.
Aku bersyukur meskipun jadi My Day pas mereka lagi gaada konten gini. Malah enak. Bisa eksplorasi tanpa di setting agensi, terus bisa sesuka hati buat milih vibes mereka di album manapun. Gak bisa deh kalau mereka udah ada konten terus aku masih bekerja sibuk gini. OMG gak bisa ikut hype sebagai bentuk ngedukung mereka tuh cukup sedih loh as a fangirl.
Kalau nonton Our Beloved Summer yang meranin kan Choi Woosik, terus pas tidak sengaja muter lagu Congratulation - Day6 sebagai Comfort Zone's, kageeeeeet banget model MV nya Woosik. Ini karena alasan personal aku skip kenapa gak fokus ke Woosik malah fokus eksplore musik-musik di day6. Gila sih, sesukanya aku sama musik rock, yang day6 tawarkan ke aku selalu musik yang baru aku denger (emang gak ngerti musik juga sih. aku buta dunia seni juga wkwkwk). Lagunya kayak selalu punya warna dan cerita yang aku cukup relate. Yang nulis lirik itu YoungK, si anak sematawayang. Aku jadi kayak lol moment, sesama anak semata wayang tuh harus banget ya sama-sama didunia nulis-nulis gini. Banyak kiasan di lirik-lirik buatan YoungK, ditambah yang compose lagunya Jae sama Wonpil haduh udah deh. Jae ini born to be asthetic after puberty hit him like a truck. Sedangkan Wonpiripiri ini (kutadinya menandai dia wonfreak but now wonfeel soalnya dia soft-boi) emang cukup jenius di musik kayak dia tau banyak gitu loh. Jadi kombinasi sempurna si spontan Jae & si pembelajar Wonpil. Kupingku diberkahi.
Remember that nothing happen except what Allah has ordained for us.
Jadi aku merasa ketemu Day6 ini emang ditakdirkan Allah, entah untuk sarana move up, atau jadi media sebagai batu loncatan keimanan. Pokoknya ada maksud besar kenapa Allah bikin aku masuk ke perkumpulan lelaki koriya yang bertalenta. Apakah ini maksudnya supaya aku juga ikut semangat menagasah kemampuan??? Bisa jadi. Yuk bisa yuk nulis lagi yuk.
Balik lagi karena Sungjin jadi visual, aku termangu karena dia anak yang serius, tipikal keep it halal until the day with you vibesnya, di beberapa video emang dia ga jelas sampe trending #sungjingjls wakakak absurd banget ni orang tapi keburu nemu good pointnya jadi kayak dah lah semua orang punya keanehannya, aku terima-terima aja kok. Aslinya kocak juga tapi orangnya penuh pemikiran jadi kayak wow too dark here i can't see the light! :') Dia cocok banget jadi visualisasi di tulisanku nanti (masih ngonsep beb).
From congrats before afraid
This could be nothing but master-failed
Even Not Mine is favorite
I'm yours, right?