Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Mencari Ambisi dan Berhenti Salah Fokus

Sabtu, 02 April 2022

China Town yang dulu kupertanyakan kini sedang menampakkan petunjuk-petunjuk kecil atas seizin-Nya untuk memperbaharui sesuai permintaanku. Sebuah doa di masa lampau yang baru-baru ini teringat kembali.

Mari kita bahas tentang nikmatnya lupa lain kali. Hari ini baru saja tersadar tentang dua hal besar yang tidak disadari menjadi palang pintu menuju versi terbaik diriku. Palang yang membutakan serta  membuatku lalai dari sebuah misi besar dari Tuhan yang harus kulakukan sebagai bukti eksistensiku di dunia adalah hanya karena ke-maha-baik-an-Nya.


Pola pertolongan-Nya memanglah sungguh halus dan perlu penghayatan. Mengenali bahwa Allah sedang menggiringku ke jalan yang lurus, prosesnya tidak mudah. Aku selama 24 tahun ini hidup dengan berbagai turbulensi (lebih ke ugal-ugalan daripada sekedar turbulens) karena porosnya tidak kokoh. Nyatanya hidupku sibuk ngurusin bungkus, isinya masih belum matang sehingga belum layak dibungkus.


Porosku nyaris tidak ada dan hidup seperti melayang di udara. Hampa, bisa bergerak kemana saja tapi tidak terarah, pengap kadang kala terasa gelap dan sepi. Ruang hampa itu selama ini aku sembunyikan karena takut oleh rasa perihnya. Sengaja kubiarkan kosong karena enggan merasa kecewa. Justru, padahal sebenarnya ruang itu yang perlu kuisi, bukan menambah ruangan baru, memenuhinya dengan gudang informasi yang tidak berkaitan. Ruang hampa itu bernama ambisi. Sebuah perasaan yang selama ini tidak pernah terbangunkan kecuali saat super terdesak.


Ambisi yang tidak kumiliki ini, ada pada seorang kawanku. Ia mungkin di cap aneh oleh teman-teman lain (aku pun merasa aku dicap aneh sama orang lain jadi yaa it's oke being aneh is new sexy fyi :p) tapi ia adalah kawan yang paling tahan banting meski ajakan mainnya 9 dari 10 pasti kutolak dengan alasan yang sama: males keluar. Sejak putih abu-abu, hingga aku lulus S1 kemarin, ia sering bercerita dan cukup catch the trend while i'm being cave-girl. Hidupnya penuh ambisi, kesana kemari untuk memenuhi mimpi yang ia tulis.


Sedangkan aku tidak pernah ingin kemanapun karena gak mau, dan kalau mau pun aku ga berkeinginan untuk pergi. Dari lubuk hati terdalam, tidak ada desire untuk aku melakukannya. 


Beberapa hari lalu aku dikontak oleh sepupuku karena ia mendapat warna merah pada hasil seleksi perguruan tingginya. Yang terlintas dikepalaku adalah, waktu dulu aku kuliah prosesnya bagaimana ya? Rasanya tidak ada effort yang bisa kuingat karena semuanya flat terjadi di satu waktu yang cepat. Aku merasa tidak berusaha apapun untuk masuk kuliah. Jurusan Ilmu Komunikasi yang kupilih juga hanya karena pernah baca itu salah satu fakultas yang didalamnya ada penjurusan desain. Dulu aku sangat percaya diri kalau kemampuan desainku adalah satu-satunya kemampuan yang dimili sebab biologi, kimia, apalagi fisika sangat menguras mental untuk menyelesaikan soal buatku. Aku tidak mau kuliah dengan tertekan, jadi kupilih apa yang kusuka. Dan begitu saja, aku diterima di sebuah kampus swasta dengan tanpa membayar sepeserpun uang kuliah (kecuali saat wisuda). Alhamdulillah, tidak ada pemberat yang sampai membuatku enggan menyelesaikan perkuliahan. Semuanya atas izin Allah, lancar sampai lulus sarjana. Lantas saat kembali mengingat, apakah aku kuliah punya ambisi? Ya, ada. Ambisiku saat itu bisa lulus tepat waktu. Lalu apakah aku berpikiran untuk kerja di suatu perusahaan tertentu setelah lulus? Tidak sama sekali.


Ketika selesai wisuda dan menjadi alumnus kampus, aku tidak berambisi untuk bekerja dimanapun. Hanya saat itu doaku punya sebuah pekerjaan dengan nominal gaji sekian juta. Dan baiknya Allah padaku, hanya selang tujuh hari dari permintaan itu, langsung ada tawaran dari senior untuk bekerja. Alhamdulillah... alhamdulillah... segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.


Makanya saat ini ketika semua orang sibuk flexing dengan kepunyaan mereka; mobil, iphuun, rumah, profesi dgn gaji dua digit, dan sebagainya isi kepalaku sibuk dengan "gimana sih caranya mereka punya desire untuk milikin sesuatu? Kok aku ga punya sesuatu yang spark joy ya." Iri.


Terlebih lagi ketika aku mulai melirik Day6, eaJ, dan OOR.


Mereka semua punya satu ambisi yang sama. Tell anyone what their feeling feels at the time to time. Being honest and self-acceptance. Sebuah ambisi yang aku masih terlalu jauh untuk menggapainya. Yaa, at least sekarang sudah 'melek diri' dari yang sebelumnya 'buta literasi diri'.


Terlalu fokus menjadi orang yang tidak fokus tujuan ternyata menyebalkan. Alhamdulillah Allah kasih tempat di China Town yang semua orangnya detail sehingga aku turut memperhatikan hal detail yang selama ini jadi titik buta. Awalnya karena desain sponsor yang berulang kali kena babat habis sama Richard, kini saatnya perbaikan kedalam diri juga. Ada yang salah, dan harus segera diperbaiki.


Semoga Allah memperbaiki dan memudahkan urusan kita semua. 

Barakallahu fiik, selamat menjalankan ibadah puasa 1443 H.



[S2 in China Town, 31 Sya'ban 1443 H]