Februari telah berlalu lama, dan baru terasa semakin sepi dan hening setelah berbagai badai berlalu. Masih berlanjut episode China Town ini namun berbeda tempat dari tahun sebelumnya. China Town kali ini di lewati pesawat-pesawat serta berbagai kendaraan yang lebih sibuk dibandingkan manusia itu sendiri. Lebih jauh di jangkau untuk dijenguk.
Memasuki tahun akhir dari perkuliahanku, semester empat yang rasa-rasanya menjadi hampa karena tidak ada lagi zoom meeting setelah maghrib dan kesibukan mengerjakan tugas seperti sebelumnya. Waktu berlalu begitu saja, penurunan terjadi diberbagai sisi, terasa seperti menjebak diri dalam ruang hampa tanpa cahaya, lantas jadi buta dan tidak tahu harus ke mana.
Dunia berjalan selayaknya biasa dan pertanyaan what's next yang sama kembali muncul ke permukaan.
Semuanya baik-baik saja, secara raga. Lantas setelah episode panjang untuk memaafkan, menjadi aku versi ideal ternyata tidak semudah bayanganku. Kekalahan demi kekalahan setiap harinya kujalani dengan gelisah. Harusnya gak gini tapi kemudian tetap gini karena naga dalam diri masih tidur pulas.
Menjadi buih di lautan bertahun-tahun, apa yang ia lakukan untuk berubah menjadi arus? Tubuhnya sendiri tak beraturan, bagaimana bisa menjadi arus?
Menggali, di mana pusat gelisah yang dirasakan beberapa waktu belakangan. Kenapa waktu-waktu yang lapang justru menjadikanku lalai tidak seperti ketika badai sedang tinggi waktu itu? Kenapa selalu setelah perkara diabaikan menjadi titik turun merah dalam grafik?
Aku ingin usai, tapi seluruhnya belum selesai....