Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Jangan Doa Sembarangan

Senin, 30 Agustus 2021

Masih pukul 9 malam di China Town, dan tiba-tiba ingin dengar lagu Stand Out Fit In-nya One Ok Rock. Eh keterusan sampe ke lagu lain juga.


Band Rock kenamaan asal Negeri Sakura ini sudah cukup lama aku gandrungi karena lirik-lirik lagunya cukup mempresentasikan isi hati. Aku tuh sadar kalau diriku cukup melankolis dan lirik lagunya OOR ini menyentuh kalbu banget, dan musiknya seperti mewakili diri buat bebas. Aku gak bilang hidupku dibatasi yang sampai gimanaaaa gitu ya. Cuma beberapa hal memang agak dibatasi dan terkadang frustasi jika terjadi berkali-kali. Awalnya gak sengaja, terus jatuh cinta. Awalnya cuma dengar satu lagu, terus satu album, tau-tau udah sampe khatam aja sejarah OOR ini.

Inget banget, pas masih freshgraduate, punya gaji lumayan dan kebetulan akan diadakan konser OOR di Jakarta. Langsung ngebut cuzz beli tiket, tapi ya ga bakat ticker war gitu akhirnya beli dari calo aja lah yang cepet haha.

Setelah beli tiket itu lumayan ya harganya 1,5 juta. Sungguh mahal itu uang tabungan 3 bulan aku abisin buat beli tiket DEMI NONTON ONE OK ROCK, pengen jejeritan bareng niatnya. Terus dalam hati bertanya-tanya:


Aku tuh tau nonton konser gak bermanfaat, berbaur laki-laki perempuan, rame, belum risiko hp ilang atau kejadian lainnya, ga ada dakwahnya sama sekali karena ini hiburan. Tapi aku pengen.. Gimana dong Ya Allah.. aku tau ini ga bermanfaat tapi pengen dan udah beli tiketnya. 



Habis itu aku mikir, ya pokoknya kalau bisa sampe nonton stagenya OOR artinya kata Allah boleh, kalau sampe gak bisa ya berarti takdirnya emang ga boleh nonton konser.

Kebetulan juga itu H+3 Lebaran 2020 kalau ga salah tanggal konsernya tuh. Aku udah beli dari januari-nya. TERUS QODARULLAH MALAH PANDEMI. Awalnya cuma di postponed kan. TAPI PANDEMINYA SAMPE TAHUN INI BELOM BERES, jadi di cancel tiketnya pada refund. GAGAL NGONSER. Doanya terkabul.

Terus kalau diinget lagi lucu aja. Aku berdoanya nanggung sih ya. Kalau jadi oke, gak jadi oke juga. Ya kan jadi Allah ngabulinnya di cancel ajalah orang akunya gak butuh. Salah sendiri doa-nya gak pernah yakin. 

Sampai kemarin juga masih gitu kalau doa. Masih sembarangan aja. Ya Allah mau kerja. terus dapet kerjaan, tapi jauh. YA KAN KAMU SENDIRI DOANYA GAK JELAS ESTUWISEEEE. Coba berdoa tuh yang tenang, yang detail, yang jelas. Biar gak setengah-setengah. Nanti kalau terkabul, nangis-nangis padahal diri sendiri yang doainnya kayak gitu. huh :)

Sebuah pelajaran untuk diingat-ingat. Pokoknya buat apapun, kalau doa jangan AB Testing, langsung aja tembak poinnya. All in!


Meronce Makna Hidup Di Ruangan Kedap Suara

Udah hari ke-90 ada di China Town, mungkin lebih. Bukan hal yang menyenangkan, tapi tetap aku jalani sebagaimana manusia berhijrah pada suatu tempat ke tempat lain untuk mencari rahmat Allah. Segala puji bagi Allah yang membuat semua hal berada dalam kemudahan dan bisa jadi dalam kesulitan. Semuanya sudah ditakdirkan dalam kitab sejak sebelum aku hidup di dunia.


Kembali lagi aku merasa narsis. Dunia seolah berporos padaku, lampu-lampu menyorot diri dan menjadikan aku pemeran utama dalam panggung ini.


Padahal semua orang punya panggung masing-masing, dan setiap orang bisa jadi penonton bagi panggung lainnya.


Pergi bukan artinya aku tidak mau berada di rumah, pergi bukan artinya tidak mau kembali. Aku pergi untuk menambah apa yang jadi kekuranganku, lalu meningkatkan apa yang jadi kelebihanku. Banyak waktu yang kuhabiskan untuk merenungi, apa maksud Allah menggerakkan kaki dan tanganku ke tempat antah berantah begini. Ada suatu pengalaman apa yang harus aku dapatkan agar semakin dekat dengan jalan yang lurus dalam Al Fatihah?


Meninggalkan tempat ternyaman untuk mencari sesuatu yang tidak kuketahui sungguh acak dan ganjil, menurutku saat ini. Bahkan seolah-olah aku membuang takdir demi takdir lain yang entah apa. Hanya saja, lagi-lagi meski kadar keimananku masih ala kadarnya, aku percaya ini akan membawaku pada sesuatu. Selalu ada kebaikan dalam setiap peristiwa. Mungkin ilmu desain-ku di sini akan membawa manfaat esok hari. Atau melatih diri bangun tanpa mendengar kumandang suara adzan. Aku juga belum paham.


Perjalananku kali ini, bukan pelarian patah hati seperti sebelum-sebelumnya. Atau sekadar asal mengikuti takdir-Nya, sebagaimana aku lima tahun lalu. Kali ini, secara sadar aku pergi dan melihat semua hal dengan mata terbuka (biasanya merem emang, kan ga sadar). Banyak hal yang hilang, dan banyak hal yang terulang. Setahun begitu cepat seperti sekedipan mata. Memikirkan hal yang bikin sesak tidaklah menentramkan.


Banyak hal yang ingin kulakukan dalam satu waktu. Dan banyak pula yang tidak ingin kulakukan. Di sini, sepi terasa menyesakkan. Berkali-kali bertanya ke diri sendiri tentang hikmah yang didapat setelah ada di kota ini. Namun gagal lisan ini bicara, justru isak tangis saja yang sering kudengar sebagai jawaban.


Aku tidak pernah bilang jika hijrah itu mudah. Tidak semua orang pergi ke tempat asing dengan senang hati, tidak pula semua orang yang menjelajah itu sedang susah hati. Semuanya akan berbeda tergantung darimana sudut pandang kita yang menjalaninya.


Bagiku ini kawasan abu-abu. Aku tidak bisa dengan jelas bilang ini hitam atau ini putih dengan segala suasana dan ilmu yang kudapat di sini. Sisi lain aku bergembira, sisi lain aku menyesal pula pada hal-hal yang memang bukanlah hak-ku. 


Kajian tadi, baru diingetin lagi tentang arti bismillah setelah denger Ust. Nurul Dzikri tausiyah tentang ilmu. Mencari ilmu itu wajib bagi seluruh muslim, dunia udah dibentangkan seluas ini suruh nyari rahmat Allah. Jadi, sebagai perantau duh... rasanya kayak dihibur. Diingetin, betapa beruntungnya orang yang mau cari ilmu. 


Tapi bukan estu kalo gak banyak pertanyaan. Dari setiap perkataan ustad tadi, dalam hatiku bertanya-tanya apakah ini benar-benar ilmu yang kubutuhkan? Ataukah ini hanyalah fase karena aku benar-benar tidak mengerti batasan tentang banyak hal antara dunia dan akhirat. 


Perjalanan di sini penuh kontemplasi. Banyak keraguan, yang satu-satu Allah jawab secara tersirat dan tersurat. Aku melihat sendiri bagaimana sebuah doa terwujud, dan dikabulkan berkali-kali. Namu tetap kagum dengan bagaimana perancangan Allah sungguhlah sempurna!


Semua hal, yang dimulai dari bismillah, artinya bentuk taat sebagai hamba yang meminta tolong pada Rabb-nya. Kepada Yang Maha Penolong. 


Dan kita sudah melakukannya.


Tapi mungkin memang jalannya begini.


Bismillah yang dipanjatkan sama-sama meminta tolong, minta petunjuk. Minta belas kasihan dan rasa sayangnya Allah untuk kita karena kelemahan yang dimiliki. Lalu ketika Allah tolong, kita bergegas kepada arah yang menurut kita beda. Padahal bisa jadi itu tepat. Ketika Allah bilang kun! maka jadi.


Ini adalah jadi, Kun faya kuun. Terjadilah.


Setelah mencoba membuka diri dan banyak bicara dari hati ke hati, secara jujur memanglah yang dibutuhin bukan kita. Masih butuh ilmu lain untuk menguatkan arti kita dalam sebuah tali tanpa putus. Masih butuh cukup banyak tambalan dan mempercantik hati. sebagaimana aku ingin menjadi perempuan yang teduh, pun kamu ingin pula menjadi laki-laki yang teguh. Pilihan besar dengan risiko besar.


Hidup dengan angan-angan memang indah, dan jika ingin mewujudkannya perlu pengorbanan besar yang bahkan air mata saja tidak bisa lagi keluar sebagai ekspresi emosi. Tidak mengesankan orang lain tidak apa-apa, hidup yang apa adanya juga tidak apa-apa, mau luar biasa sangat diperkenankan. Pilihlah mana yang mampu kita tanggung risiko dari pilihan tersebut. Dan kita sudah memilihnya.


Maka, maafkan karena selama ini penuh duri dalam lisan. Maafkan karena selama ini cacat dalam perbuatan. Maafkan untuk kemarahan yang terpatik tanpa bisa padam dengan cepat. Maafkan untuk semua waktu yang terasa sia-sia karena menunggu kepekaanku. Masih banyak hal lain yang aku bahkan tidak ingat jika itu melukaimu dan aku melakukannya.


Berlarilah.


Kuizinkan kaki-ku berlari sama sepertimu. Meski tidak beriringan, meski tentu kecepatannya berbeda, meski jika tujuannya tidak persis sama, meski jarak tempuhnya entah akan berapa lama. Kuizinkan hati melepas apa-apa yang mengingat. Kuizinkan pula derai dari kedua mata ini sebagai kawan, bukan lagi musuh yang menyandera.


Berlarilah.


Kepingan pengalaman akan membentuk kita menjadi sesosok orang yang diinginkan. Semoga sosok itu bisa membuat kita tetap terpandang saat bertemu-Nya nanti. Sebagai seorang pejuang yang ikhlas bekerja dan jujur. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua dengan ilmu yang dimiliki. Sebagai hamba yang takut dan cinta pada-Nya.


Masih banyak hal yang harus diselesaikan, dirapikan, dan disusun ulang untuk tujuan yang lebih besar. Bergegas, dan beranikan diri. Jatuh cinta-lah berkali-kali pada Allah yang Maha Cinta. Sudah sebegitu rincinya menuliskan takdir seperti ini padamu, padaku, pada kita.


Sampai jumpa lagi, di versi kita yang lebih baik.


Memilih Bahagia

Sabtu, 28 Agustus 2021

 Pagi yang tenang, sabtu yang indah. Segalanya jadi lebih jelas dan lebih jernih dibanding beberapa hari belakangan. Kemarin sempat menulis tapi ga di post karena energinya negatif.


Seperti teori fisika, energi itu kekal. Gak bisa hilang, tapi bisa berubah wujud. Maka dari itu, daripada tetap jadi energi negatif, tulisan-tulisan yang kemarin dibiarkan di draft bersama dengan rahasia-rahasia yang ada. Allah Maha Baik, dan yakin selalu ada kebaikan dalam setiap peristiwa.


Selepas subuh tadi, tangan bergerak sendiri membuka instagram, dan ternyata ada kajian dari UYM tentang mencintai Al-Qur'an. Allah Maha Baik, dan aku digerakkan oleh-Nya untuk duduk mendengarkan ceramah. Pembahasan hari ini tentang betapa dahsyatnya Qur'an nyerep semua energi negatif. KAGET DONG AKU PAS DENGER. Ya, kan emang ini lagi banyak energi negatif yang kalo dikeluarin jadi marah gitu mah ga solusi, ga dikeluarin nyesek bun hati sayahhh. Terus yaudahlah nyimak aja. lumayan lama tuh kagian, pokoknya pas tengah-tengah kajian itu aku juga lagi ada tes. Jadi dengerin ceramah sama ngerjain tes. Ya mudah-mudahan barokah deh. Biar Allah aja yang atur. 


UYM bilang "ini saya asal buka Qur'an aja, seketemunya surah apa, kita ngaji bareng." terus ketemu dah tuh surah An Nahl, 119-128. Belum apa-apa aku udah nangis duluan baca terjemahannya. Yee asli ini kayaknya kemaren bingung banget sampe nanya temen-temen "marah tuh gimana sih caranya, ini pengen marah tapi gatau marahnya gimana" eeeehh sama temen kantor malah dijajanin Pizza + boba alhamdulillah sih cuma tetep jadi kagak keluarkan si emosi negatif ini. Malah paginya, berasa ditunjukkin. Bener kata UYM, ini Allah yang bikin kayak gini semua, masa iya dari semua yang diciptain kaga ada yang bisa bikin lu seneng? ga ada yang bikin lu bahagia gitu? Gua (Allah) ga menyenangkan hati tamu (kita) apa? Heu terus nangis lagi. Kurang bersyukur amat ya aku tuh. Udah minta, dikabulin, malah disedihin. 


Kalo Allah itu aku pasti bakal ngomong: bloon lu, ada yg enak malah milih yg sedihnya. kocak dah. gitu kali ya haha. 


Kagak dah itu cuma ilustrasi, emang guanya ini yang bebel. Dari kapan tau udah ditunjukkin jelas-jelas depan mata. Masihhh aja keras kepala. Ngerasa ini bener kok, ini ga salah kok, kan ini kan itu. Pokoknya banyak alesan. Sampe pas gong berbunyi baru dah, haduh kacau hati, mental ama pikiran. Ngaji sih ODOC tapi ga dibaca artinya. Ehh diingetin sama UYM. Emang paling baik Allah tuh. Tempat bergantung satu-satunya, yang ga pernah ngecewain. Benerrrrr tad. Ampe nangis baca suratnya diulang-ulang bagian:

"tapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yg lebih baik bagi orang yg sabar"


Kalo denger permasalahan lain itu beneran gede banget loh. Kelilit utang milyaran lah, dijegal inilah, itulah. Masyaallah ngeri banget. Lah ini masalah hati, ucapan-ucapan kecil doang berasa dihujat satu dunia. Yang dihujat satu dunia aja dia anteng, kenapa gua yang gampang baperan. Abis itu diingetin tentang kisah Nabi Ibrohim. Dah, abis itu dunia gua kayak tiba-tiba jadi lapangan sepak bola di pagi hari. Lega, luas, ijo, adem.


Pertolongan Allah itu dekat, makanya Dia tunjukkin semuanya. Awalnya gak kerasa, masih tipis-tipis, goyan-goyang dan terus terguncang, sampai gong nya udah bunyi kemarin pagi. Terus rahmat Allah ini masa iya ditangisi kesedihan bro? Udah liatnya yang bikin seneng aja. Tuh liat temen-temen yang masih nagihin kerjaan di grup, yang kirim-kirim makanan mulu, yg pada perhatian kaga disyukuri malah nyari kesedihan sendiri kan suatu kebodohan. Tapi gapapa, Allah Maha Menerima Taubat. Selama belum mati, masih terbuka kok pintu taubat dan hidayahnya, insyaallah.



sabar itu berat, tapi ga sabaran itu lebih berat



Jadi yaudah dah sabar aja. Puyeng dikit, obatnya baca deh itu Al-Qur'an. Kan Asy-syifa, penyembuh. Obat galau, obat stres, obat capek, obat sakit, obat segala obat, ilmu segala ilmu, kalamullah, Qur'an. Apalagi perkara gini doang, harusnya ga perlu dipusingin. Inget, masih ada orang-orang yang harus digaji per-project. Kudu bener kerja di dua tempat. Mana belajar juga yang lain. Deuh sibuk dah, ngapain sih masih aja nyari kesibukan lain yang ga penting.


Nah, yang mau pergi ya pergi, yang mau datang ya duduk. Lagian kita semua cuma tamu. Semua yang kita punya cuma titipan Allah. Kenapa dah pusing. Udah kasiin aja dah, nih Ya Allah, punya Engkau. Beres kan. Yang bikin sedih gausah diliat, yang ada disyukuri.


Abis ini pasti ada jalan cerita yang seru. Life is never flat kalo kata jargon Chitato. Udah ya, aku pilih jadi bahagia. Besok mari kita lihat tulisanku isinya apa. Hehe.


Mencari yang Sudah Ada

Kamis, 26 Agustus 2021
Sepanjang tahun ini berbagai hal audah kucoba dan sepenuhnya dilakukan dengan sadar. Bulan per bulan sudah mampu kuingat meski hari-hari didalamnya masih berurutan dengan acak, tak jarang terlupa.

Ingat di September tahun lalu sedang sibuk mentoring artikel dan masih bekerja sebagai desainer di start up muslim.

Oktober, aku lupa detailnya. Tapi ini mulai lelah dengan semua hal yang ada di sekitar dan berfokus untuk hidup hari per hari tanpa mikirin apapun. 

November resign, dan mencoba memulai sebuah agensi bersama beberapa teman. Periode duka karena selama 40 hari setelahnya hidupku hanya Allah yang tau.

Desember mencoba bekerja lagi tapi belum mantap akhirnya di Januari berhenti. Padahal masa probation juga belum usai 3 bulan.

Januari dimulai dengan pertanyaan "nanti mau ke mana?" tiap menuju weekend. Benar juga sih waktu itu waktu luang cukup banyak. Obrolan ringan serius ringan sampai diajak ketemu banyak orang baru cukup meyakinkan untuk okelah gas pake bismillah. Apa yang di gas? Motornya dulu.... 

Februari masih mencari apa yang bisa kukerjakan bersama dengan usaha agensi yang alhamdulillah masuk beberapa klien. Ditemani seseorang, pelan-pelan mencari apa yang kubutuhkan dan melepaskan apa yang bukan jadi tujuan.

Maret, mengurus ijazah dan bertemu kolega lama. Mendapat project juga. Dan mendekatkan diri dengan seseorang pula. Periode menyenangkan karena hari ke hari diisi dengan perasaan hangat. Aku suka sekali ketika didengarkan, dan sangat merasa dihargai ketika ia mau meluangkan waktu untuk sekadar menjawab 4x4 ketika ditanya.

April masih masa periode senang, sesekali mulai serius karena agak ambis mengenai beberapa hal. Kayak, hari ini belajar apa, masak apa, mau naikin jenis postingan apa, udah sampe mana persiapan one step closer, mau pergi ke mana minggu ini sudah tidak lagi terdengar. Masing-masing fokus pada memperbesar kapasitas.

Mei itu mendadak dapat undangan interview. Dan kebetulan mulai sibuk pula seseorang tersebut dengan tugas baru. Banyak yang harus masing-masing benahi karena akarnya sudah nampak. Menampakkan kecacatan pada orang diluar diri sendiri, sungguh menguras energi, kalau saja ia tau. Di bulan ini sudah banyak resah. Bagaimana kalau ia tak sanggup dengan cacat yang kupunya... Selalu terlintas dan belum terjawab.

Juni, segalanya mulai jauh lebih rumit dan kompleks sebab tidak ada mimpi di bulan ini. Sisi realistisku dan dirinya muncul. Sebagai perempuan, banyak hal yang dipikir sekaligus dibicarakan. Menjadi bimbang sudah seperti keseimbangan agar hidup berjalan sebagaimana biasa. Tapi sebagai laki-laki, bicara dan berpikir tidak bisa di satu waktu. Tapi sambil menekan ego, masih beriringan dan mendengarkan keluh kesah masing-masing.

Juni ke juli, periode gila dengan 8 klien masuk dan pekerjaan baruku ditambah pula event menulis. Rasanya nyawaku sudah tipis tapi ia tetap menyemangati dan menungguiku mengetik. Aku sesekali merengek untuk tidsk menulis, tapi berkali-kali ia menyemangati dengan tenangnya. Mau tidak mau, aku jd harus mengetik.

Juli itu mulai agak senggang, pekerjaan baru mulai bisa dimengerti. Tapi untukmu, bulan itu hidupmu baru di mulai. Segala peruntungan berkat kerja keras di masa lalu terbayar di bulan ini. Mendapat promosi, mencari jati diri, membangun sebuah mimpi. Hal besar datang padamu secara bersamaan.

Jadi harusnya aku sudah bisa memprediksi.


Hal besar membutuhkan pengorbanan besar.

Ini bukan berarti kehidupan berhenti, di beberapa persimpangan memang harus pilih untuk belok kanan atau lurus terus. Karena berjalan perlu energi, dan tidak mungkin semua jalan bisa dilewati di satu waktu.

Sudah akan September lagi.

Setelahnya usiaku akan bertambah. Apa yang sudah kupelajari selama setahun ini adalah sadar akan setiap pilihan dan risikonya yang mampu kutanggung. Selama ini memang impulsif dan tidak pernah benar-benar sadar untuk melakukan sesuatu. Tapi tahun ini, berkatmu, segala sesuatu aku pikirkan. Dulu aku takut untuk berpikir tentang keputusan, maka aku menolak segala hal yang kupunya demi sesuatu yang tidak pernah ada. Sekarang, aku jadi makin sadar dengan apa yang kupunya. Apa yang bisa kutambah, dan apa yang harus diperbaiki. Pengalaman yang indah. Sejujurnya naik motor sore itu seru banget. Gak panas, gak macet, bisa ngobrol santai. Dan naik motor malam hari juga seru karena bisa lihat lampu jalanan. Hal yang ga pernah aku rasain selama puluhan tahun, tapi karena kamu aku jadi tau. 

Aku malu bilangnya, tapi intinya kamu punya tempat somewhere in this heart, dan mau kamu tau kalo rasa terima kasih ini ga akan bisa kamu denger atau rasain langsung, karena aku udah nitip biar Allah yang bales. Hehe. Biar balasannya setimpal sama kebaikan kamu untuk pengenalan banyak hal baru yang ga terjamah sama tempurung kecilku.

Kayak kata kamu, waktu berjalan ke depan, apapun yang terjadi sudah garis takdir. Kita punya Allah dan ga akan sendirian. Tahun ini China Town jadi saksi anak perempuan yang cengeng jadi lebih berani.

Kalau uang, keluarga dan kesehatan udah kamu punya semua dan bukan lagi jadi masalah untuk hidupmu, apa yang bakal kamu lakuin selama sisa hidup sampai mati nanti? 

Membaca Kisah Lama

Selasa, 24 Agustus 2021

Ini sudah hari apa ya? Aku lagi senang nulis blog banget buat curhat. Lebih cepat ngetiknya karena punya keyboard bluetooth baru. Tapi ya ini lg ngetik di laptop kantor sih.


Aku suka baca, apalagi tulisan lamaku. Hidupku yang sudah hambar seperti dapat asupan micin ketika baca cerita-cerita lama. Tulisan-tulisan tentang momen bahagia, tulisan saat galau, tulisan gak penting di setiap lembaran akhir buku (ini setiap buku yang aku punya entah kenapa selalu ada tulisannya haha), jadi ketika aku baca ulang, memoriku langsung bermain. Wah.. ternyata aku pernah begini ya. Oh ternyata responku dulu begitu ya ketika ada ini. Semuanya tertulis jujur dan aku jadi merasa dekat dengan diriku sendiri.


Ada tulisanku yang begini:


mungkin alasan kamu biarin aku ke jkt biar kamu juga tau apa yang paling kamu butuhin. 


Trus aku berasa ditampar. Lah, ini aku ngerti. Pas kemarin ada bilang pengen fokus ke apa yg dibutuhin tuh sebenernya dari bulan Mei udah kerasa dan tertulis hahaha. Kenapa Agustus ini sekarang aku yang heboh yak. AADC, Aduh Aku Dodol Cekali? Haha. 


Nyatanya selain pemikir, ternyata aku pelupa. Kombinasi yang aneh.


Bagusnya emang ditulis, jadi kalo mau berbuat sesuatu aku bisa buka jurnalnya dan inget lagi harusnya aku gimana. Baiknya aku gimana. Biar ga heboooohhh mulu atuh capek dunia ini ngikutin maunya kepalaku yang berubah-ubah. Kasian juga para terapis udah ngasih berbagai macam saran bebaaallll semua ga ada yang masuk. Lagian kalo nulis di jurnal pake tangan gitu lebih bebas, ga ada yang menghakimi sekalipun isinya misuh-misuhin orang kan. Lebih tenang dan damai. 


Lantas kenapa aku nulis di blog juga? Ya biar yang di sini lebih tersaring aja. Soalnya tulisan kan tetap butuh filter biar kece seperti instagram story.


Cuma mau kasih tau kalau semuanya terjadi bukan karena tiba-tiba. Emang udah step by stepnya keliatan. Kalau aja lebih peka, sedikiiiiiit aja. Cuma ya, cinta itu buta kapten. Biarkan berlayar dan kebingungan tanpa petunjuk arah.

Ah, ngomong-ngomong agak geli sih memang, kalau dibaca lagi semua tulisan lamaku itu agak puitis dan nyebelin karena ketus banget ya allah, untung ga ada yang baca kayak di blog (lah di blog jg ga ada yang baca sih). Bener-bener pedes banget ini kalau geprek udah level 10 kali. Sebuah fakta, semua kalimat ceritanya dimulai dari kata "kenapa" dan trusss ngalir terus ceritanya sampe berlembar-lembar buat satu hal yang intinya mah ya cuma satu kata. Tapi penjabarannya masyaallah, Allah hebat banget kasih aku otak buat ngide kayak gitu ya. Harusnya jadi novelis aja deh kamu tuh tu. Kenapa jadi tukang disen yak.


oh aku suka kalimatku yang ini:


sedang bergerak ke arah impian masing-masing, sesepele apapun, aku maunya terlibat tapi mungkin, ah.. sudahlah. 



Kalian kalo zaman SD dulu baca kutipan novel di buku Bahasa Indonesia, kan suka ada kalimat yang "ah.. sudahlah." gitu hahahaha kayak bagus banget menurut aku. Ngomong-ngomong setelah baca lagi kisah lama yang aku tulis di jurnal harian, rasanya aku ngerti kenapa angin menggerakkan kita ke sini.


Karena memang belum saatnya.


Karena khawatir masih jadi pusatnya.


Maka ini kesempatan terbaik untuk belajar lebih banyak. Ilmu dunia, ilmu agama. Bismillah semua akan sampai pada tujuan akhirnya; pulang.

Sementara Selesai

Seringkali merasa heran oleh hal-hal yang yang tidak dianggap penting bagi sebagian orang, justru adalah hal paling penting menurutku. Tentu keheranan itu terus terjadi hingga aku, pada akhirnya memiliki lingkaran pertemanan dengan orang-orang yang cukup bisa bertoleransi.

Berkali-kali ditinggal membuat aku paham rasanya sesak dan menjadi sedih seorang diri. Bertekad kalau nanti ada lagi, aku tidak akan menjadi orang yang meninggalkannya. Bagaimanapun kondisinya.

Memang dasarnya kepala batu. Diberi nasihat apapun bebal. Pokoknya aku mau dia, titik. Aku perjuangin dia, titik. Membabi-buta, memproteksi apa yang ada, dengan dua tangan kecilku yang bahkan untuk membuka tutup botol air mineral juga kesulitan, aku tidak mau lagi ada orang yang merasa ditinggal. Rasanya gak enak, aku sendiri pernah. Sebisa mungkin jangan sampai perasaan itu hadir. Apalagi padamu.

Sementara aku pikir itu hal utama, setelah saling sepakat antara banyak hal lain. Nyatanya, yang utama bagiku belum tentu sejalur dengan-Nya, dan tidak searah maumu. Oh, jelas. Deklarasi aku gak mau ditinggalin adalah kalimat yang selalu sama-sama kita gaungkan sejak awal. Lucunya, kita berdua kepala batu.

Diberi nasehat pun kita akan sama-sama mengiyakan dan hanya selintas saja setuju, lalu kembali lagi sibuk dengan pikiran pribadi untuk harus begini dan begitu. Makanya, mendadak kita justru saling disibukkan untuk hal lain yang bukan tentang kita, sederhana untuk tidak lagi saling menyakiti.

Apapun yang baik bagimu, menurutku, tidak bisa diterimamu. Pun pada setiap yang baik bagiku, menurutmu, sulit dicerna olehku. Baik kamu atau aku, kita adalah tinggi yang sukar membumi.

Aku selalu yakin banyak doa yang dilangitkan untukku. Banyak yang sayang padaku, hingga doanya makbul dan aku harus berhenti peduli hari ini. Mungkin ada salah satu doamu yang juga terwujud, hanya saja berubah bentuk. Dulu kamu merasa bertanggung jawab atas bahagiaku, kan? Doamu agar aku bahagia, mungkin harus dilepas olehmu.

Selepas selesai ini, aku bingung tujuanku. Aku harus cari cara agar tidak limbung. Sejak awal datang ke China Town, hanya punya satu tujuan. Kumpulkan uang semampunya, lalu pulang agar bisa kembali memelukmu selamanya. Lalu, jika pelukanmu bukan lagi tujuan akhir. Kira-kira ada kebaikan apa yang Allah ingin aku dapatkan di sini?

Aku tidak tahu akan seberapa lama, atau seberapa jauh lagi. Alasan-alasan dibutuhkan agar aku punya energi melakukan sesuatu. Tapi kalau alasannya karena keputusan ingin fokusmu, aku malah jadi emosi. Energi yang kudapat jadi negatif. Rasanya ingin rekatif pada segala hal tapi ah itu cuma bikin lelah saja. Aku seringkali merasa tidak mampu, tapi toh sudah berjalan sejauh ini kan.

Untuk bersamamu, semuanya terasa dipersulit. Padahal banyak kemudahan didalamnya. Mungkin garis takdir tidak mengikat kita. Apapun keputusannya, katamu, yakin bahwa ini adalah yang terbaik. Kita sama-sama belajar tentang penerimaan diri. Tidak ada yang takut ditinggal lagi kali ini. 

Aku yakin ini adalah jawaban atas doa-doa yang kita bisikkan saat sujud. Tidak ada yang salah. Kita sama-sama jahat untuk satu sama lain jika terus bersama. Katamu, takut menggantung harapanku. Aku bilang untuk sama-sama bahagia saja.


Sementara selesai.


Sebab di masa depan, aku dan kamu mungkin saja masih bisa bertemu lagi. Dengan kita versi yang lebih baik, entah masih sama-sama sendiri atau salah satu dari kita sudah terikat dengan orang lain. Hanya Allah yang Tahu.

Sama-sama berjuang bukan berarti bisa bersatu. Iya ya, terima kasih kamu sudah mau berjuang sejauh ini. Terima kasih aku, sudah mau mencoba sampai akhir. 

Aku jadi penasaran, perwujudannya seperti apa ya sosok jodoh yang selama ini dibicarakan oleh kita. 

Siapapun itu, yang pasti aku sendiri harus bisa berdamai dengan diriku. Berdamai dengan masa lalu dan inner child yang nampaknya masih jadi masalah besar, sumber ketakutan yang tak tersentuh. Aku harap Allah kasih bantuan, Allah kan baik. Pasti ada jalannya untuk menerima diri sendiri dan membersamai luka.


Allah Maha Baik. Terima kasih atas cinta-Mu yang memalingkanku darinya. Untukmu, semoga bahagiamu tetap bersumber untuk-Nya.

Sementara selesai. 

Sembunyi

Sabtu, 21 Agustus 2021
Ngomong-ngomong aku masih suka sembunyi.


Semua ini aku pelajari dari orang-orang terdekat tentu saja. Yang paling jago tentu saja ibuku sendiri. Ia adalah sosok paling hebat kalau soal ini. Beberapa temanku yang lain juga. Yah.. Tapi jelas aku bukan mereka dan mereka bukan aku.


Mereka selalu berhasil bersembunyi, sedangkan aku bersembunyi ketika sedang ingin saja. Tidak selalu.

Kadang aku malu. Ah, untuk apa aku menulis hal-hal tidak berguna ini di blog. Bagus kalau tidak ada yang baca. Kalau ada orang iseng baca, terus dia jadi merasa gak enak hati baca tulisanku gimana?

Tapi endingnya tetep kuposting.

Balik lagi, aku bersembunyi ketika sedang ingin.

Aku merasa menulis di blog jadi tempat kabur terbaik. Aku merasa bisa bebas bicara. Tidak dapat penghakiman apapun. Aku bisa bersyukur sesukaku tanpa takut merasa dianggap sedang sombong. Aku bisa sedih dgn takaranku tanpa dianggap sedang cari perhatian.

Aku menulis untuk mengenang.

Bahwa aku hanyalah manusia. Bisa patah hati, bisa jatuh cinta, bisa tertarik dgn berbagai hal, bisa juga tidak peduli dgn berbagai hal. Aku adalah orang yang punya perasaan. Marah dan khawatir harus dituang kemana kalau bukan tulisan? Air mata hanya isyarat kalau organ tubuhku berfungsi normal. Tapi emosiku tidak tersalurkan dgn menangis saja.


Jika suatu hari ada kawanku yg merasakan hal yang sama sepertiku, semoga saja Allah berikan kekuatan padamu. Bahwa kamu mampu. Kamu anti fragile. Kamu bukan jagoan tapi terima kasih telah menjadi orang yg berusaha sampai hari ini.

Berapa kali kamu kehilangan akal sehat tapi Allah lagi-lagi bangunkan kamu dgn kondisi sehat wal afiat?

Sejatinya kita hanya menunggu dengan sabar.

Apa yg menyenangkan, ditunggu.
Apa yg menyebabkan kesedihan, ditunggu. 
Kehilangan tinggal tunggu waktu.
Kebahagian tinggal tunggu waktu. 


Diantara menunggu itulah, yang mungkin Allah hitung sebagai amalan.

Berapa banyak waktu dzikir, berapa banyak kerjaan yg kamu habiskan waktunya sambil berdoa pagi petang, dan seberapa mampu kamu menahan hawa nafsu.

Sekarang semuanya bisa bersembunyi.

Semua orang mampu tampil indah di mata orang lain.

Mungkin ini juga bukan tulisan bagus yg mengingatkan kamu dengan Allah. Ini hanyalah keluh kesah seorang perempuan sentimentil yang suka berpikir. Hanya saja semoga dengan tulisan ini, aku bisa berpikir lebih jernih.

Tentang pengelolaan emosi.

Tentang menjadi manusia yang bisa terluka lalu bisa lebih kuat dari sebelumnya.

Tentang perempuan yang cuma butuh pelukan tiap luka yang sengaja dibuka untuk minta disembuhkan.

Tentang aku.


Semoga Allah memberikanku dan kamu petunjuk untuk saling berkasih sayang sesama manusia. 

Semua Ada Masa Habisnya

Dulu aku menulis untuk mengingat, merasakan, dan melupakan. Kini aku menulis untuk mengenang.


Seberapa manis dan pahit semuanya ingin aku ingat-ingat, dan tidak berniat untuk denial lagi. 22 tahun sudah cukup untuk hidup ugal-ugalan, yang kata Richard seperti bemo. Hahaha. Kadang punya teman yang biasa ngobrol dengan analogi, suka bener. Baru kepikiran deh aku selama ini bekerja seperti bemo. Ada draft, aku bikin, satsetsatset, kirim! Gatau bagus apa engga ga dipikirin, yang penting jadi! Hahaha. Persis bemo lagi kejar setoran di zaman sebelum ada transportasi online. 

Aku sedang mengingat-ingat sepanjang usia 23 tahun ini udah ngapain aja ya. Sepertinya makin ugal-ugalan yang mana akhirnya bisa jadi aku kecelakaan. Alhamdulillah masih selamat. Seingatku umur 23 awal itu sedang susah payah keluar dari jeratan film youtube adiktif tentang warna-warna. Nggak sampai terjerumus, tapi pernah coba masuk kolamnya. Rasanya gelisah banget, merasa salah, dan dari situ aku stop. Lalu minta ke Allah biar kasih apa kek gitu ya biar ada kegiatan. Jadi mentor boleh lah, eh langsung aja dapet mentoring kelas menulis artikel di Lingkar Penulis. Masyaallah... Ibuku sampai heran, perasaan kamu baru ngomong, katanya waktu itu. Kok tiba-tiba beneran jadi mentor? Kok bisa? Caranya gimana? Terus aku cuma ketawa. Digerakkan Allah bu, tanganku ini gak tau kenapa iseng daftar jadi mentor beneran keterima jadi mentor.

Lalu perjumpaan dengan seseorang yang mana biarlah Allah yang tahu kisah ini. Penuh derai air mata dan energiku terkuras nyaris habis. Aku benar-benar diujung jalan dan hanya berharap Allah kasih pertolongan, apapun itu caranya. Saat benar-benar tersudutkan, mendadak Allah gerakkan hati laki-laki sentimentil yang banyak pikiran itu untuk membantuku. Alhamdulillah wa syukurillah... Setelah semuanya kembali pada track, justru aku dan laki-laki sentimentil yang banyak pikiran ini jadi ketergantungan. Terikat tapi tak bisa tampak nyata. Aku yakin dalam pikirannya, ia merasa ingin bertanggung jawab atas semua perkataannya itu. Tapi ia tidak tahu kalau aku pun sama sentimentil dan banyak pikiran. Jadilah kami berdua keras pada ideologi masing-masing.



Apa itu musyawarah. Kami berdua lebih senang berdiam diri, dan menganggap tidak ada masalah apapun.



padahal dalam hati semuanya bergejolak. hahahaha. makan tuh diem aja. besok kalau kamu dapet kesempatan hidup di umur 24, berhenti memaksakan diri dan mulai bicara ya tu. Kamu harus punya batasan untuk diam dan batasan untuk bicara. Tidak semua orang paham amarahmu dalam diam, dan tidak semua orang paham bercandaanmu dalam bicara. 

Lanjut. Aku masih mengenang.

Oh, kemarin sempat bahas. kalau kata Kak Whisnu, mengenang dan mengingat itu beda. Kegiatan mengenang jauh lebih deep daripada mengingat yang ala kadarnya. Aku agak gak paham arti 'deep' itu kedalamannya sampai berapa dalam? sampai tenggelam dan tidak bisa kembali ketepian karena sudah ada di dasar bumi? hahaha.


Usia 23 tahun ini entah sudah berapa kali gonta ganti kerjaan. Mungkin ego anak muda kalau kata bapak2id. Kalau liat loker, diatas usia 25 tahun memang mulai sulit cari pekerjaan. Maka sebisa mungkin aku mau belajar lebih cepat dan lebih banyak. Supaya ketika semua orang punya batas masa habisnya untuk bekerja, aku yang akan mempekerjakan mereka. Semoga Allah ridhoi. Tapi sebelumnya, harus bisa ubah diri sendiri.

Percayalah di sini masjid itu jauh. Bahkan suara adzan jarang terdengar saking jauhnya. Solat mengandalkan aplikasi pengingat adzan, alhamdulillah aku hidup di era serba aplikasi gini jadi gak bingung nebak-nebak udah boleh buka puasa belum. hehe. ngomong-ngomong aku muslim sendirian di kantor. 

Agak sedikit menyesal aku tidak belajar agama lebih rinci apalagi perihal ilmu fiqh. Karena orang-orang di kantor tertarik banget dengan hukum-hukum islam. Sedangkan aku hanya tahu sedikit. Ibarat air, boro-boro se-mata kaki, itu aku cuma cipratan airnya doang yang aku ngerti tentang fiqh. Sedih deh, harus belajar lagi berarti. Belajarnya juga yang bener, gak boleh ugal-ugalan. 

Eh kalau dipikir lagi, ini bukan lingkungan ideal buat disebut tempat kerja terbaik. Gak ada masjid, makan harus lihat dulu ini pork/gak, gak bisa ngobrol sama tetangga kosan karena ga ada siapapun. Tapi sepertinya ada hikmahnya aku ada di sini.

Aku bisa punya banyak waktu untuk mengaji karena jam kerja dimulai pukul 11 siang. Aku bisa punya waktu untuk menulis atau belajar hal baru, atau sekadar baca novel wattpad yang mengandung bawang. Aku bisa punya kerja sambilan. Aku bisa ngelola uang (karena kantornya tentang finance haha). Aku bisa membiasakan diri berharap pada-Nya saja.

Aku sendiri, tapi Allah sengaja kasih aku kemampuan untuk bertahan selama ini ditengah segala hal yang akal manusia bisa aja menentang. Anak tunggal kok kerjanya jauh sih. Anak cewek kok maunya pergi kerja segala. Gak sayang orang tua ya. Kamu mau ngejer apa sih di sana. Dan berbagai ucapan lain yang bikin goyah.

Iya ya, untuk apa sih aku pergi kerja jauh. Toh masih ada orang tua.
Buat apa sih aku berjuang ala-ala kayak gini, kamu gak akan jadi kaya raya kali. Biasa aja.
Iya aku kenapa sih pengen belajar sampe jauh gini, ninggalin orang di rumah?

Tapi berkali-kali mau nyerah, ada aja jalan Allah mempermudah ini tempat yang serba sulit ini. Ada aja rencana Allah yang aku gak habis pikir begitu baiknya Allah sama aku yang banyak kesalahan ini.

Siapa yang kebayang tahun ini aku bisa nerbitin buku novel pertama? Aku sendiri gak berencana. Tapi terjadi.

Terus buat apa aku capek-capek memaksa kalau memang semua memang ada masanya?

Tinggal diikuti aja kan.


Maka bersabarlah kamu dan laksanakan solat...... 

aku gak inget itu ada di surah apa, tapi intinya kita hidup di dunia ini dari Allah, untuk Allah, dan kembali ke Allah. Lillahita'ala....

Kalau bisa kilas balik. Aku udah berapa kali nyaris mati tapi masih bisa hidup sampai umur 23 gini.

Pertolongan Allah sungguh dekat.

Berkali-kali aku diselamatkan-Nya dari banyak hal. Dijauhkan dari lingkungan yang menyita waktu ibadah, dijauhkan dari orang yang berpotensi menghancurkan hidupku, didekatkan dengan orang baik, dikelilingi orang yang peduli, bahkan masalah kematian, sampai hari ini aku masih hidup diantara wabah yang belum usai dua tahun lamanya. 

Beberapa kerabat dekat telah berrpulang. Covid katanya. Ada yang menjadi yatim piatu di usia muda. Banyak lagi beritanya sepanjang usia 23 tahun ini. Reunian dengan orang di kantor lama yang mana kemudian tetap tidak cocok dengan prinsip kerja masing-masing. hehe. Aku diselamatkan saat di serempet motor, saat nyebrang jalan raya hanya berjarak lima senti ada mobil ngebut, kalau gak Allah yang nolong, mungkin saat ini namaku hanya jadi kenangan di ingatan orang tua dan kerabat saja.

Itu pun kalau mereka sedang sempat mengingat.

Siapa sih yang bisa ingat orang mati lebih dari sepuluh tahun? Semua orang sibuk. Berdoa untuk orang mati paling sesekali. Ya, kalau kanjeng nabi mah beda lagi ya. Mana ada orang biasa bisa ngaji yasin tiap hari sampai sepuluh tahun untuk mendoakan orang yang telah berpulang ke Maha Kuasa?

Aku paling lama bisa ingat orang mati itu hanya 40 hari, ngaji yasin dan bersedih. Setelahnya, aku sibuk ini dan itu sampai suatu hari aku lupa kalau aku juga akan mati. Lantas ketika saat ini di China Town, aku sendirian juga. Dipikir lagi, siapa yang bisa berkehendak selain Dia Yang Maha Kuasa coba? Kalau bukan Dia, mana mungkin out of the blue nyasar ke negeri ini. Dikuatkan seperti ini. Diingatkan untuk beribadah padahal aku gak punya teman sekamar.


Ini pasti berkat doa-doa orang sekitarku yang aku bahkan gak tahu siapa. Mudah-mudahan Allah balas kebaikan mereka dengan kebaikan yang lebih banyak lagi. 


Allah tahu aku tipe orang observer, kalau belum ngalamin sendiri gak bisa bilang enggak. Gas teross sampe mentok! Gak bisa dikasih tahu. Ngeyel. Makanya Allah kasih aku tempat di China Town, dengan kemurahan-Nya aku tetap bisa menyesuaikan diri dan bergantung pada-Nya di antah berantah begini.

Sekali lagi aku berpikir, mungkin ini cara-Nya supaya aku benar-benar bergantung pada-Nya saja.

Punya orang tua itu titipan,
punya harta benda juga hanya titipan,
punya kerjaan itu titipan,
punya kawan yang mengingatkan dalam kebaikan juga karena Allah nitip,
Allah percaya sama aku kalau aku bisa pegang amanah ini.

Kalau suatu hari semuanya Allah ambil, ya itu hak Allah.
Da cuma nitip atuh, kita kan bukan pemiliknya ya.

Semua pasti ada hikmahnya.
yang gak enak hari ini, pasti ada kebaikan didalamnya.
yang ga nyaman hari ini, esok lusa atau di masa depan pasti aku akan mengerti alasannya.

Alhamdulillah ala kulli hal.


Ah, ngomong-ngomong jadi kepikiran. Siapa ya yang akan ngaji untukku? Apa amalku sudah cukup untuk jadi kawan selama sepi di alam barzah?


Tidak Pernah Sendiri

Senin, 16 Agustus 2021

 Tulisan ini dibuat saat adzan berkumandang di Chinese Town. 


Sungguh rasanya terharu bisa dengar suara adzan. Mungkin untuk beberapa perantau bisa mudah mendengar adzan karena lingkungan yang mayoritas muslim. Tapi di sini, terasa bagai luar negeri. Antah berantah yang entah bagaimana ceritanya Allah gerakkan tungkai kaki ini hingga berada jauh dari siapapun, dan jauh dari apapun.


Dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang...

Sungguhlah hanya itu sebagai pelipur lara. Sebab tidak mungkin Allah memberikanku sesuatu tanpa alasan dan hikmah dibaliknya. Sebagai anak tunggal, sendiri dan kesepian sudah seperti tubuh dan bayangannya. Tidak jarang banyak waktu-waktu yang terbuang percuma karena terlalu fokus pada rasa sedih seorang diri. Tidak ada teman curhat, apalagi yang bisa bantu ketika ada sesuatu. Hanyalah orangtua yang alhamdulillah masih lengkap dan mau membantu. Mungkin memang sudah garis takdir bahwa aku dimampukan untuk melakukan berbagai hal sendirian. Wah sombongnya... padahal itu juga kuasa Allah.

Mana mampu aku hidup sendirian tanpa Allah sebagai sandarannya?

Mana mampu aku hidup sendiri tanpa kebaikan dan rahmat Allah?


Allah ghofur... maafkan aku sering lalai. Bertumpuk dosa, berbuat maksiat sesuka-suka... Ketika ditimpa musibah baru meminta-minta. Jujur saja beberapa waktu belakangan ini banyak berpikir ada hikmah apa yang aku kurang peka dengan tanda-tandanya? Karena setiap kebaikan dan keburukan Allah bayar kontan di dunia. Ketika berbuat baik, ada saja kemudahan yang kurasakan (oh tentu saja ini sebab doa orang tua juga!), dan ketika salah, langsung hati rasanya terguncang. Segalanya jadi tampak salah dan sedih.


Allah yang baik, terima kasih atas nikmat keimanan ini. Bisa merasakan lelap dalam tidur, bisa bangun dan mandi air bersih. Bisa makan apa yang aku mau. Bisa bersedekah sebanyak yang kumampu, dan meskipun jauh dari manapun, ada saja rencanamu yang indah. Seorang teman yang mau rela datang jauh-jauh hanya untuk membawakan makanan buka puasa untukku. Allah... masyaallah, semoga Allah balas kebaikanmu ya.


Bersedih hati beberapa waktu ini bisa terobati dengan 6 buah pisang ambon dan ayam geprek. Allah tahu yang terbaik, dan jika memang rezekiku, ia tidak akan pernah melewatkanku. Sejauh apapun. Sesulit apapun. Insyaallah.