Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Kamulah Sahabatku, Rezekiku, Nasehatku

Minggu, 03 Oktober 2021
Rezeki nyatanya bukan hanya berupa angka, tapi teman perjalanan di dunia yang mau diajak ke masjid, membaca Al Qur'an, dan mempelajarinya, sudah sangat mewah rasanya.


Lucu ketika aku takut sendirian, sedangkan sejak awal memang terlahir sebagai anak tunggal. Kesepian itu membunuh, dan siapapun tidak suka merasa kesepian. Maka, ketika ada kerabat yang menyambut sapaanku, ada kegembiraan yang paling tidak membuatku sanggup berbuat lebih banyak hal demi menghilangkan kesepian itu.


Aku selalu merasa kayaknya bakal lebih aman buat cerita sama kakak/adik kandung yang sudah kenal dari lahir dibandingkan ke orang terdekat yang bukan sedarah. Kita bisa cerita banyak hal sama teman, tapi rahasia diri yang mungkin dirasa aib belum tentu mereka terima. Hanya keluarga, yang mau gimanapun jeleknya kita tetap menerima apa adanya.


Rezekiku, sebagai anak sematawayang. Berteman sepi, berkawan sendiri. Alhamdulillah masih ada banyak yang peduli. Bahkan ketika tidak sadar menghilang dari story, mereka yang khawatir bertanya kondisi dan posisi. Masyaallah, Allah yang maha baik mengirimkan orang-orang ini untuk membersamaiku ketika lelah dan jenuh dengan duniawi.


Orangtuaku aja kadang gak pernah tanya kabar, ini orang lain yang tanya, bagaimana kabarku? Amankah? Sudah makankah? Sudah beryukur apa hari ini? Dan lain sebagainya.


Terharu.... Ini rupanya wujud penghiburan dari langit atas doa-doa yang kubisikkan tiap waktu. Allah-ku yang baik, terima kasih atas segala sesuatu...


Mungkin sebagai anak tunggal, aku ga paham rasanya rebutan perhatian orangtua. Aku ga paham rasanya harus mengalah pada yang lebih muda. Aku ga paham rasanya diprioritaskan lebih daripada saudara yang lainnya. Aku terbiasa mendapatkan semuanya utuh dan penuh. Karena itu, jadi ketika orang asing butuh, kuberikan semua yang kupunya untuknya. Pun pada yang tidak lagi asing, seperti kawan atau bahkan saudara-saudari dari setiap kawanku.


Karena tidak pernah punya, makanya aku mau tau. Mau tau rasanya jadi kakak, mau tau rasanya punya kakak, mau tau rasanya jadi adik, mau tau rasanya punya adik. Semua peran kulakukan, karena gak pernah punya saudara untuk melakukan hal itu. Hal seperti berbagi perhatian, berbagi pengalaman, berbagai hadiah, berbagi makanan, semua itu hanya kulakukan bersama kedua orangtua dan diri sendiri.


Aku terus mencari orang untuk memenuhi kebutuhan itu. Sampai aku lelah.


People come and go, mereka memang datang dan menghilang. Sudah jadi sunatullah, dan kini bisa mengerti buat gak memikirkan apa yang gak mampu dikontrol oleh diriku. Mereka sudah saatnya pergi, mungkin nanti akan datang lagi, mungkin nanti tidak akan datang sama sekali, mungkin nanti datang ketika butuh, atau tidak akan datang sama sekali karena sudah beda dimensi.


Selama puluhan tahun, baru sekarang tersadar, sahabatku rupanya hanya segelintir. Mereka adalah orang yang Allah kirimkan untuk membuatku merasa bersyukur.


Allah memilih beberapa orang saja untuk terus jadi lonceng peringatan hidupku. Segala sesuatunya baik, bahkan lebih baik karena rasa cinta itu fitrah. Aku bersamamu karena Allah yang mau. Eitss konteksnya persaudaraan, ingeeet.


Senang sekali kalau lihat teman-teman lain pergi bersama saudara-saudari, berceloteh, mungkin ada bertengkar tapi tetap akan saling akur. Terkadang iri karena aku tidak punya hal itu. Tapi dengan jadi anak tunggal, aku bisa lebih kasih perhatian kebanyak orang yang bahkan tidak perlu sedarah untuk saling berbagi.


Terima kasih Allah, udah membuatmu jadi temanku, sebagai pelipur laraku, yang memberi nasehat untukku, dan mendoakanku. Semoga selalu mendapatkan lindungan Allah agar bisa istiqomah dalam kebaikan.


Saudaramu, saudaraku. Semuslim, sedunia, dan sesurga, insyaallah.

Barakallahu fiik.