Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Belajar Diam

Rabu, 06 Oktober 2021






Tulisan ini lagi-lagi dibuat untuk refleksi diri, karena memang ingin mengenang bukan untuk dilupakan.



Sibuk. Empat bulan terakhir ini sudah terlalu banyak kesibukan. Sengaja menyibukkan diri, terlepas itu bener-bener pengen belajar buat upgrade diri, atau memang pelarian dari satu dan lain hal. 

China Town sungguh kota penuh berkah dengan seizin Allah untukku. Sungguh bersama kesulitan, disitu ada kemudahan. Bersama hati yang merasa kesulitan, disitu hati dilapangkan.


Diri sendiri seperti kotak pandora untukku. Membuatku penasaran dan ingin membukanya tapi takut kalau isinya tidak membuatku senang. Pada akhirnya, aku harus mengupas diriku sendiri seperi bawang merah di dapur rumah. 

Aku, dan lapisan kepribadianku yang terluar sangat cantik. Kalau tau bawang merah, tentu tau bagian kulit bawang yang ungu mengkilat itu setelah dibersihkan dari tanah. Cantik kan? Tapi mana tau bagian dalamnya bawang itu sudah busuk atau memang sama bagusnya dengan bagian luar.


Dunia ini fana, pikiranku belum tentu nyata.


Rentetan kejadian sepanjang lima tahun ke belakang, membuat perubahan yang cukup signifikan. Susah, senang, sedih, kecewa, marah, bahagia, syukur, mengambil keputusan, dan level tertinggi dari itu semua adalah diam.

Ternyata diam lebih sulit, daripada harus berbicara di depan puluhan orang untuk presentasi materi. Diam lebih susah daripada mencari bagian error ketika ngoding. 


Diam itu susah, ketika aku marah.


Mungkin bibirku tidak mengucapkan apapun, tetapi isi kepalaku penuh berbagai tanya dan kalimat berisi kemarahan. Dan kemarahan itu seringnya berujung pada diri sendiri. Mencaci maki diriku, seolah aku tidak berusaha memperbaiki.

Padahal sama-sama tau, bahwa sabar itu memang susah dan perlu terus dicoba. Ketika salah, ulang lagi prosesnya. Tentunya tetap minta bantuan Allah selama proses itu. 


Sayangnya, setelah ditelusuri, memang aku yang lupa meminta bantuan. Aku merasa cukup mampu berusaha dan menghindari apa yang Allah gak suka. Tapi jelas gagal karena sejak awal aku yang gak minta tolong kepada Allah pemilik jagat raya ini.


Belajar diam perlu waktu, dan aku perlu menyadari emosiku supaya bisa meresponnya dengan tenang.


Aku, dan lapisan kepribadianku yang kedua, yang ketiga, keempat, kelima, dan aku masih belum merasa ini sampai inti. Lapisanku terlampau banyak dan tebal. Ibarat benteng takeshi, mungkin inilah labirin jebakan yang tiap buka pintu isinya monster dan harus cari jalan lain sebelum dijeburin ke kolam air.


Aku masih belajar. Sebelum napas berada di kerongkongan, sebelum bertemu malaikat Munkar & Nakir dipergunakan apa sajakah waktuku, aku rasa belum terlambat untuk mengenal diri. 

Alhamdulillah, Allah kasih pertolongan dengan setiap kejadian yang menimpaku. 

Alhamdulillah, Allah kasih rahmat, hidayah, dan taufiknya untuk terus upgrade ilmu. 

Alhamdulillah, Allah kasih nikmat iman untukku.


Begitu banyak cinta-Nya padaku, padahal sering aku lalai mengingat-Nya.


Maafin aku ya Allah, dan berilah aku kekuatan untuk belajar diam dan menerima semua ketetapan-Mu.