Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

All I Want Is Grown Up! But I'm not That Ready

Kamis, 05 Mei 2022
Setiap kali mata memandang langit biru dengan awan putih bertumpuk yang tampak empuk seperti roti bantal, setiap itu pula kepala tidak berhenti berpikir mengenai waktu.

Sudah berjalan hampir seperempat abad, baru kali ini benar-benar merasa siap menjadi anak kecil.

Lucu rasanya karena baru siap menjadi anak-anak di usia dewasa muda. Tapi mau bagaimana lagi. Waktu itu, aku tidak siap menjadi anak-anak disaat harusnya aku menjadi anak-anak. Banyak kondisi yang membuat seseorang jadi dewasa lebih cepat, dan tumbuh menjadi orang dewasa yang kekanakan.

Tidak dipungkiri masa kecilku yang penuh dengan kesendirian dan kebingungan itu, membentukku jadi seorang yang ignoran. Boleh dibilang, sisi egoisku selalu menang untuk berbagai hal. Aku diandalkan diberbagai situasi. Dan sebagai konsekuensinya, selain mendapat 'panggung' untuk bersinar, beban yang kubawa juga terlalu gengsi untuk dibagi.

Di berbagai persimpangan, banyak hal yang kusesali. Khususnya bagian sulit menerima kenyataan. Mungkin sebagian orang tidak mau melakukan sesuatu karena orang lain, tapi aku selalu melakukan apapun untuk orang lain. Entah sebagai validasi, entah untuk menyenangkan hati yang lain. Intinya, selalu punya dasar untuk pembuktian diri.

Lantas, setelah jauh waktu berlalu. Setelah lelah menumpuk ribuan kali, setelah jatuh bangun dengan statement creating my own way sejak sekolah menengah pertama, yang salah selama ini adalah aku tidak punya tumpuan utama.

Aku tidak bisa meluas karena tidak punya poros. Kalau ibarat pohon, akar yg kumiliki sebagai dasar itu lemah sedangkan batangnya sudah terlanjur tumbuh tinggi. Tidak heran tiap kena guncangan meski kecil, batang pohonnya seperti mau runtuh.

Lebih lucu lagi, aku merasa siap menjadi dewasa waktu umurku belum genap tujuh belas tahun. 

Bisa dibayangkan berapa banyak komedi yang kulakukan untuk menyelamatkan peranku menjadi dewasa? 


Sebenernya aku paham, apa yang waktu itu kulakukan pasti intinya agar semuanya aman dan tidak ada komentar negatif. Aku yang dulu tidak masalah untuk berkorban demi orang lain, diriku yang waktu itu merasa tidak bisa diselamatkan makanya butuh validasi.


Aku yang sekarang, sama seperti orang-orang di luar sana, sedang mencoba menjadi lebih baik. I try to be better, everyday. Just like you. We're still trying to be better version aren't we all? 

Dibandingkan ingin mengubah apa yang sudah terjadi, aku yang sekarang lebih fokus kepada perbaikan di hari esok. Yang sudah berlalu tidak diungkit untuk dicari kesalahannya. Sudah jelas salah, maka tugasku memaafkannya lalu berubah. Berubah ke arah yang benar dan baik. Benar dulu, baru baik. 

Sesederhana itu harusnya. Sejak dulu rumusnya cuma itu. 

Tapi aku berputar-putar, mencari, memaki, dan menyelamatkan diri sendiri dari turbulensi, barulah paham konsep ini. 


Aku siap menjadi anak-anak, setelah itu aku baru bersiap menjadi dewasa muda. Setelah kematangan itu sempurna, masih ada pr lain yang perlu dikerjakan sebelum Tuhan memintaku pulang keharibaaNya.

Smile often, do better, life well, and stay healthy.