Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Semua Ada Masa Habisnya

Sabtu, 21 Agustus 2021
Dulu aku menulis untuk mengingat, merasakan, dan melupakan. Kini aku menulis untuk mengenang.


Seberapa manis dan pahit semuanya ingin aku ingat-ingat, dan tidak berniat untuk denial lagi. 22 tahun sudah cukup untuk hidup ugal-ugalan, yang kata Richard seperti bemo. Hahaha. Kadang punya teman yang biasa ngobrol dengan analogi, suka bener. Baru kepikiran deh aku selama ini bekerja seperti bemo. Ada draft, aku bikin, satsetsatset, kirim! Gatau bagus apa engga ga dipikirin, yang penting jadi! Hahaha. Persis bemo lagi kejar setoran di zaman sebelum ada transportasi online. 

Aku sedang mengingat-ingat sepanjang usia 23 tahun ini udah ngapain aja ya. Sepertinya makin ugal-ugalan yang mana akhirnya bisa jadi aku kecelakaan. Alhamdulillah masih selamat. Seingatku umur 23 awal itu sedang susah payah keluar dari jeratan film youtube adiktif tentang warna-warna. Nggak sampai terjerumus, tapi pernah coba masuk kolamnya. Rasanya gelisah banget, merasa salah, dan dari situ aku stop. Lalu minta ke Allah biar kasih apa kek gitu ya biar ada kegiatan. Jadi mentor boleh lah, eh langsung aja dapet mentoring kelas menulis artikel di Lingkar Penulis. Masyaallah... Ibuku sampai heran, perasaan kamu baru ngomong, katanya waktu itu. Kok tiba-tiba beneran jadi mentor? Kok bisa? Caranya gimana? Terus aku cuma ketawa. Digerakkan Allah bu, tanganku ini gak tau kenapa iseng daftar jadi mentor beneran keterima jadi mentor.

Lalu perjumpaan dengan seseorang yang mana biarlah Allah yang tahu kisah ini. Penuh derai air mata dan energiku terkuras nyaris habis. Aku benar-benar diujung jalan dan hanya berharap Allah kasih pertolongan, apapun itu caranya. Saat benar-benar tersudutkan, mendadak Allah gerakkan hati laki-laki sentimentil yang banyak pikiran itu untuk membantuku. Alhamdulillah wa syukurillah... Setelah semuanya kembali pada track, justru aku dan laki-laki sentimentil yang banyak pikiran ini jadi ketergantungan. Terikat tapi tak bisa tampak nyata. Aku yakin dalam pikirannya, ia merasa ingin bertanggung jawab atas semua perkataannya itu. Tapi ia tidak tahu kalau aku pun sama sentimentil dan banyak pikiran. Jadilah kami berdua keras pada ideologi masing-masing.



Apa itu musyawarah. Kami berdua lebih senang berdiam diri, dan menganggap tidak ada masalah apapun.



padahal dalam hati semuanya bergejolak. hahahaha. makan tuh diem aja. besok kalau kamu dapet kesempatan hidup di umur 24, berhenti memaksakan diri dan mulai bicara ya tu. Kamu harus punya batasan untuk diam dan batasan untuk bicara. Tidak semua orang paham amarahmu dalam diam, dan tidak semua orang paham bercandaanmu dalam bicara. 

Lanjut. Aku masih mengenang.

Oh, kemarin sempat bahas. kalau kata Kak Whisnu, mengenang dan mengingat itu beda. Kegiatan mengenang jauh lebih deep daripada mengingat yang ala kadarnya. Aku agak gak paham arti 'deep' itu kedalamannya sampai berapa dalam? sampai tenggelam dan tidak bisa kembali ketepian karena sudah ada di dasar bumi? hahaha.


Usia 23 tahun ini entah sudah berapa kali gonta ganti kerjaan. Mungkin ego anak muda kalau kata bapak2id. Kalau liat loker, diatas usia 25 tahun memang mulai sulit cari pekerjaan. Maka sebisa mungkin aku mau belajar lebih cepat dan lebih banyak. Supaya ketika semua orang punya batas masa habisnya untuk bekerja, aku yang akan mempekerjakan mereka. Semoga Allah ridhoi. Tapi sebelumnya, harus bisa ubah diri sendiri.

Percayalah di sini masjid itu jauh. Bahkan suara adzan jarang terdengar saking jauhnya. Solat mengandalkan aplikasi pengingat adzan, alhamdulillah aku hidup di era serba aplikasi gini jadi gak bingung nebak-nebak udah boleh buka puasa belum. hehe. ngomong-ngomong aku muslim sendirian di kantor. 

Agak sedikit menyesal aku tidak belajar agama lebih rinci apalagi perihal ilmu fiqh. Karena orang-orang di kantor tertarik banget dengan hukum-hukum islam. Sedangkan aku hanya tahu sedikit. Ibarat air, boro-boro se-mata kaki, itu aku cuma cipratan airnya doang yang aku ngerti tentang fiqh. Sedih deh, harus belajar lagi berarti. Belajarnya juga yang bener, gak boleh ugal-ugalan. 

Eh kalau dipikir lagi, ini bukan lingkungan ideal buat disebut tempat kerja terbaik. Gak ada masjid, makan harus lihat dulu ini pork/gak, gak bisa ngobrol sama tetangga kosan karena ga ada siapapun. Tapi sepertinya ada hikmahnya aku ada di sini.

Aku bisa punya banyak waktu untuk mengaji karena jam kerja dimulai pukul 11 siang. Aku bisa punya waktu untuk menulis atau belajar hal baru, atau sekadar baca novel wattpad yang mengandung bawang. Aku bisa punya kerja sambilan. Aku bisa ngelola uang (karena kantornya tentang finance haha). Aku bisa membiasakan diri berharap pada-Nya saja.

Aku sendiri, tapi Allah sengaja kasih aku kemampuan untuk bertahan selama ini ditengah segala hal yang akal manusia bisa aja menentang. Anak tunggal kok kerjanya jauh sih. Anak cewek kok maunya pergi kerja segala. Gak sayang orang tua ya. Kamu mau ngejer apa sih di sana. Dan berbagai ucapan lain yang bikin goyah.

Iya ya, untuk apa sih aku pergi kerja jauh. Toh masih ada orang tua.
Buat apa sih aku berjuang ala-ala kayak gini, kamu gak akan jadi kaya raya kali. Biasa aja.
Iya aku kenapa sih pengen belajar sampe jauh gini, ninggalin orang di rumah?

Tapi berkali-kali mau nyerah, ada aja jalan Allah mempermudah ini tempat yang serba sulit ini. Ada aja rencana Allah yang aku gak habis pikir begitu baiknya Allah sama aku yang banyak kesalahan ini.

Siapa yang kebayang tahun ini aku bisa nerbitin buku novel pertama? Aku sendiri gak berencana. Tapi terjadi.

Terus buat apa aku capek-capek memaksa kalau memang semua memang ada masanya?

Tinggal diikuti aja kan.


Maka bersabarlah kamu dan laksanakan solat...... 

aku gak inget itu ada di surah apa, tapi intinya kita hidup di dunia ini dari Allah, untuk Allah, dan kembali ke Allah. Lillahita'ala....

Kalau bisa kilas balik. Aku udah berapa kali nyaris mati tapi masih bisa hidup sampai umur 23 gini.

Pertolongan Allah sungguh dekat.

Berkali-kali aku diselamatkan-Nya dari banyak hal. Dijauhkan dari lingkungan yang menyita waktu ibadah, dijauhkan dari orang yang berpotensi menghancurkan hidupku, didekatkan dengan orang baik, dikelilingi orang yang peduli, bahkan masalah kematian, sampai hari ini aku masih hidup diantara wabah yang belum usai dua tahun lamanya. 

Beberapa kerabat dekat telah berrpulang. Covid katanya. Ada yang menjadi yatim piatu di usia muda. Banyak lagi beritanya sepanjang usia 23 tahun ini. Reunian dengan orang di kantor lama yang mana kemudian tetap tidak cocok dengan prinsip kerja masing-masing. hehe. Aku diselamatkan saat di serempet motor, saat nyebrang jalan raya hanya berjarak lima senti ada mobil ngebut, kalau gak Allah yang nolong, mungkin saat ini namaku hanya jadi kenangan di ingatan orang tua dan kerabat saja.

Itu pun kalau mereka sedang sempat mengingat.

Siapa sih yang bisa ingat orang mati lebih dari sepuluh tahun? Semua orang sibuk. Berdoa untuk orang mati paling sesekali. Ya, kalau kanjeng nabi mah beda lagi ya. Mana ada orang biasa bisa ngaji yasin tiap hari sampai sepuluh tahun untuk mendoakan orang yang telah berpulang ke Maha Kuasa?

Aku paling lama bisa ingat orang mati itu hanya 40 hari, ngaji yasin dan bersedih. Setelahnya, aku sibuk ini dan itu sampai suatu hari aku lupa kalau aku juga akan mati. Lantas ketika saat ini di China Town, aku sendirian juga. Dipikir lagi, siapa yang bisa berkehendak selain Dia Yang Maha Kuasa coba? Kalau bukan Dia, mana mungkin out of the blue nyasar ke negeri ini. Dikuatkan seperti ini. Diingatkan untuk beribadah padahal aku gak punya teman sekamar.


Ini pasti berkat doa-doa orang sekitarku yang aku bahkan gak tahu siapa. Mudah-mudahan Allah balas kebaikan mereka dengan kebaikan yang lebih banyak lagi. 


Allah tahu aku tipe orang observer, kalau belum ngalamin sendiri gak bisa bilang enggak. Gas teross sampe mentok! Gak bisa dikasih tahu. Ngeyel. Makanya Allah kasih aku tempat di China Town, dengan kemurahan-Nya aku tetap bisa menyesuaikan diri dan bergantung pada-Nya di antah berantah begini.

Sekali lagi aku berpikir, mungkin ini cara-Nya supaya aku benar-benar bergantung pada-Nya saja.

Punya orang tua itu titipan,
punya harta benda juga hanya titipan,
punya kerjaan itu titipan,
punya kawan yang mengingatkan dalam kebaikan juga karena Allah nitip,
Allah percaya sama aku kalau aku bisa pegang amanah ini.

Kalau suatu hari semuanya Allah ambil, ya itu hak Allah.
Da cuma nitip atuh, kita kan bukan pemiliknya ya.

Semua pasti ada hikmahnya.
yang gak enak hari ini, pasti ada kebaikan didalamnya.
yang ga nyaman hari ini, esok lusa atau di masa depan pasti aku akan mengerti alasannya.

Alhamdulillah ala kulli hal.


Ah, ngomong-ngomong jadi kepikiran. Siapa ya yang akan ngaji untukku? Apa amalku sudah cukup untuk jadi kawan selama sepi di alam barzah?