Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Meronce Makna Hidup Di Ruangan Kedap Suara

Senin, 30 Agustus 2021

Udah hari ke-90 ada di China Town, mungkin lebih. Bukan hal yang menyenangkan, tapi tetap aku jalani sebagaimana manusia berhijrah pada suatu tempat ke tempat lain untuk mencari rahmat Allah. Segala puji bagi Allah yang membuat semua hal berada dalam kemudahan dan bisa jadi dalam kesulitan. Semuanya sudah ditakdirkan dalam kitab sejak sebelum aku hidup di dunia.


Kembali lagi aku merasa narsis. Dunia seolah berporos padaku, lampu-lampu menyorot diri dan menjadikan aku pemeran utama dalam panggung ini.


Padahal semua orang punya panggung masing-masing, dan setiap orang bisa jadi penonton bagi panggung lainnya.


Pergi bukan artinya aku tidak mau berada di rumah, pergi bukan artinya tidak mau kembali. Aku pergi untuk menambah apa yang jadi kekuranganku, lalu meningkatkan apa yang jadi kelebihanku. Banyak waktu yang kuhabiskan untuk merenungi, apa maksud Allah menggerakkan kaki dan tanganku ke tempat antah berantah begini. Ada suatu pengalaman apa yang harus aku dapatkan agar semakin dekat dengan jalan yang lurus dalam Al Fatihah?


Meninggalkan tempat ternyaman untuk mencari sesuatu yang tidak kuketahui sungguh acak dan ganjil, menurutku saat ini. Bahkan seolah-olah aku membuang takdir demi takdir lain yang entah apa. Hanya saja, lagi-lagi meski kadar keimananku masih ala kadarnya, aku percaya ini akan membawaku pada sesuatu. Selalu ada kebaikan dalam setiap peristiwa. Mungkin ilmu desain-ku di sini akan membawa manfaat esok hari. Atau melatih diri bangun tanpa mendengar kumandang suara adzan. Aku juga belum paham.


Perjalananku kali ini, bukan pelarian patah hati seperti sebelum-sebelumnya. Atau sekadar asal mengikuti takdir-Nya, sebagaimana aku lima tahun lalu. Kali ini, secara sadar aku pergi dan melihat semua hal dengan mata terbuka (biasanya merem emang, kan ga sadar). Banyak hal yang hilang, dan banyak hal yang terulang. Setahun begitu cepat seperti sekedipan mata. Memikirkan hal yang bikin sesak tidaklah menentramkan.


Banyak hal yang ingin kulakukan dalam satu waktu. Dan banyak pula yang tidak ingin kulakukan. Di sini, sepi terasa menyesakkan. Berkali-kali bertanya ke diri sendiri tentang hikmah yang didapat setelah ada di kota ini. Namun gagal lisan ini bicara, justru isak tangis saja yang sering kudengar sebagai jawaban.


Aku tidak pernah bilang jika hijrah itu mudah. Tidak semua orang pergi ke tempat asing dengan senang hati, tidak pula semua orang yang menjelajah itu sedang susah hati. Semuanya akan berbeda tergantung darimana sudut pandang kita yang menjalaninya.


Bagiku ini kawasan abu-abu. Aku tidak bisa dengan jelas bilang ini hitam atau ini putih dengan segala suasana dan ilmu yang kudapat di sini. Sisi lain aku bergembira, sisi lain aku menyesal pula pada hal-hal yang memang bukanlah hak-ku. 


Kajian tadi, baru diingetin lagi tentang arti bismillah setelah denger Ust. Nurul Dzikri tausiyah tentang ilmu. Mencari ilmu itu wajib bagi seluruh muslim, dunia udah dibentangkan seluas ini suruh nyari rahmat Allah. Jadi, sebagai perantau duh... rasanya kayak dihibur. Diingetin, betapa beruntungnya orang yang mau cari ilmu. 


Tapi bukan estu kalo gak banyak pertanyaan. Dari setiap perkataan ustad tadi, dalam hatiku bertanya-tanya apakah ini benar-benar ilmu yang kubutuhkan? Ataukah ini hanyalah fase karena aku benar-benar tidak mengerti batasan tentang banyak hal antara dunia dan akhirat. 


Perjalanan di sini penuh kontemplasi. Banyak keraguan, yang satu-satu Allah jawab secara tersirat dan tersurat. Aku melihat sendiri bagaimana sebuah doa terwujud, dan dikabulkan berkali-kali. Namu tetap kagum dengan bagaimana perancangan Allah sungguhlah sempurna!


Semua hal, yang dimulai dari bismillah, artinya bentuk taat sebagai hamba yang meminta tolong pada Rabb-nya. Kepada Yang Maha Penolong. 


Dan kita sudah melakukannya.


Tapi mungkin memang jalannya begini.


Bismillah yang dipanjatkan sama-sama meminta tolong, minta petunjuk. Minta belas kasihan dan rasa sayangnya Allah untuk kita karena kelemahan yang dimiliki. Lalu ketika Allah tolong, kita bergegas kepada arah yang menurut kita beda. Padahal bisa jadi itu tepat. Ketika Allah bilang kun! maka jadi.


Ini adalah jadi, Kun faya kuun. Terjadilah.


Setelah mencoba membuka diri dan banyak bicara dari hati ke hati, secara jujur memanglah yang dibutuhin bukan kita. Masih butuh ilmu lain untuk menguatkan arti kita dalam sebuah tali tanpa putus. Masih butuh cukup banyak tambalan dan mempercantik hati. sebagaimana aku ingin menjadi perempuan yang teduh, pun kamu ingin pula menjadi laki-laki yang teguh. Pilihan besar dengan risiko besar.


Hidup dengan angan-angan memang indah, dan jika ingin mewujudkannya perlu pengorbanan besar yang bahkan air mata saja tidak bisa lagi keluar sebagai ekspresi emosi. Tidak mengesankan orang lain tidak apa-apa, hidup yang apa adanya juga tidak apa-apa, mau luar biasa sangat diperkenankan. Pilihlah mana yang mampu kita tanggung risiko dari pilihan tersebut. Dan kita sudah memilihnya.


Maka, maafkan karena selama ini penuh duri dalam lisan. Maafkan karena selama ini cacat dalam perbuatan. Maafkan untuk kemarahan yang terpatik tanpa bisa padam dengan cepat. Maafkan untuk semua waktu yang terasa sia-sia karena menunggu kepekaanku. Masih banyak hal lain yang aku bahkan tidak ingat jika itu melukaimu dan aku melakukannya.


Berlarilah.


Kuizinkan kaki-ku berlari sama sepertimu. Meski tidak beriringan, meski tentu kecepatannya berbeda, meski jika tujuannya tidak persis sama, meski jarak tempuhnya entah akan berapa lama. Kuizinkan hati melepas apa-apa yang mengingat. Kuizinkan pula derai dari kedua mata ini sebagai kawan, bukan lagi musuh yang menyandera.


Berlarilah.


Kepingan pengalaman akan membentuk kita menjadi sesosok orang yang diinginkan. Semoga sosok itu bisa membuat kita tetap terpandang saat bertemu-Nya nanti. Sebagai seorang pejuang yang ikhlas bekerja dan jujur. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua dengan ilmu yang dimiliki. Sebagai hamba yang takut dan cinta pada-Nya.


Masih banyak hal yang harus diselesaikan, dirapikan, dan disusun ulang untuk tujuan yang lebih besar. Bergegas, dan beranikan diri. Jatuh cinta-lah berkali-kali pada Allah yang Maha Cinta. Sudah sebegitu rincinya menuliskan takdir seperti ini padamu, padaku, pada kita.


Sampai jumpa lagi, di versi kita yang lebih baik.