Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Berhenti Khawatir

Minggu, 05 Desember 2021
"... Manusia itu sangat zhalim dan bodoh. "


Berulang kali surah Al Ahdzab ayat 72 diperdengarkan, sampai penggalannya kutulis sebagai pembuka tulisan hari ini. Sebagai pengingat dan mengenang kalau aku telah melakukan kebodohan dan semoga tidak berulang kembali. 


Kutipan dari Rumaysho mengenai surah ini adalah, Allah Ta’ala menerangkan mengenai beratnya amanat yang diemban. Amanat ini adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amanat ini ditunaikan dalam keadaan diam-diam atau tersembunyi, sebagaimana pula terang-terangan. Asalnya, Allah memberikan beban ini kepada makhluk yang besar seperti langit, bumi dan gunung. Jika amanat ini ditunaikan, maka akan memperoleh pahala yang besar. Namun jika dilanggar, maka akan memperoleh hukuman. Karena makhluk-makhluk ini takut tidak bisa mengembannya, bukan karena mereka ingin durhaka pada Rabb mereka atau ingin sedikit saja menuai pahala.

Lalu amanat tersebut diembankan pada manusia dengan syarat yang telah disebutkan. Mereka mengemban dan memikulnya, namun dalam keadaan berbuat zalim disertai kebodohan. Mereka senyatanya telah memikul beban yang teramat berat.



Lantas setelah mengikuti kajian Riyadhus Shalihiin mengenai bab amanat, ternyata besar sekali tanggungjawab sebagai khalifah di bumi. Belum lagi setelah aku membaca tulisan Ust. Harry Santoso mengenai Fitrah Life Based yang juga tentang amanat. Masyaallah... Sekurang bersyukur itu aku pada pemberian-Nya. Sedih sekali ternyata aku sangat zhalim terutama pada diri sendiri. Mungkin kepada orang lain juga. Hanya aku ga sadar saja. 


Amanat-amanat itulah yang seharusnya kufokuskan untuk terus mencari tenang dan wajah Allah tanpa terganggu oleh pandangan manusia lain. Tapi rupanya aku belum mampu. Masih terasa sulit apalagi ketika yang menjadi ujiannya adalah si ganjalan tisu dalam hati.

Maha Cinta, sesungguhnya apa yang Engkau inginkan atas pertemuan ini? Iya kah ia menjadi qowwam ataukah sekali lagi sebagai bukti ke-Maha Suci-an-Mu dan melindungiku dari keburukan?


Mungkin bila boleh meminta, biarlah yang kemarin menjadi cerita. Biar saja pudar dengan sendirinya. Tidak perlulah lagi tarik ulur jika akhirnya hanya sebatas mengisi gelas kosong bukan untuk memenuhi gelasnya.


Maafmu diterima, maafku diterima. Lantas apa lagi yang dicari dari cerita dua orang yang sedang mencari Tuhannya? Bukankan sudah cukup bekal untuk maju? Kita kan sedang mencari apa yang tertinggal di masa lalu, untuk sembuh di masa depan.


Saking bodoh dan zhalimnya, yang kukhawatirkan malah kau, bukan dosa-dosa karena lalainya aku menunaikan amanat. Aku rasanya ingin membenci diriku seperti yang sudah-sudah, tapi Allah yang Maha Cinta begitu baik padaku sampai segan. Jika aku membenci diriku, itu kan sama artinya dengan membenci Dzat yang menciptakanku. Mana sudi aku membenci Allah yang Maha Baik. Tidak sepatutnya aku zhalim pada diriku sendiri.


Jadi, bolehkah aku minta untuk berhenti sementara? Berhenti khawatir terhadap apa yang menjadi takdir-Nya. 


Aku tak masalah sendirian dulu sampai amanat-amanat yang kumiliki rampung. Aku ingin mengenal Rabb yang menciptakanku lebih dalam lagi, dan jika Allah mengizinkan baru kita bisa mengenal-Nya bersama-sama.


Aku gak mau salah langkah lagi.