Halo!
Minggu ini
masih membahas tentang ekologi, tapi karena sudah tiga minggu berturut-turut
bahas sampah, jadi gumoh juga huhu. Terus uploadnya lewat dari dateline lagi ya, sungguh ternyata ide dan waktu adalah hal yang mahal. Nah, berhubung kampus lagi gencar banget sama studi kepariwisataan, dan tempat pariwisata sedang naik-naiknya setalah tayangan My Trip My Adventure, sekalian berhubung skripsiku juga masih berkaitan dengan komunikasi pariwisata, mari
kita bahas tentang eco-tourism saja (penganut sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui garis keras).
Apa sih Tu,
ecotourism itu?
Ecotourism
atau ecology tourism, menurut TIES (The International Ecotorism Society) adalah
perjalanan wisata ke tempat alami untuk menikmati, dan bertanggung jawab
terhadap kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat. Singkatnya,
ecotourism ialah pariwisata yang ramah lingkungan. Dengan adanya ekowisata,
diharapkan para wisatawan ini dapat melihat alam secara dekat, merasakan
keaslian lingkungan untuk kemudian mencintai alam beserta adat dan budaya yang
menyertainya. Istilah gaulnya mah, Back to nature.
Menurut
Ahmad Rosyidi Syahid dalam laman studipariwisatadotcom, ekowisata diselenggarakan
dengan tidak memodernisasi fasilitas alias semuanya serba sederhana dengan memelihara
keaslian alam, lingkungan, seni, budaya, adat-istiadat, kebiasaan hidup (the
way of life), hingga tercipta rasa tenang dan terpelihara flora dan fauna agar
kehidupan manusia dan alam jadi keseimbangan.
Menurut
data dari Badan Pusat Statistik, ada 9.4 juta kunjungan ke Indonesia dari total
42 negara di tahun 2014. Perkembangan tempat pariwisata dan kunjungan wisatawan
yang setiap tahunnya meningkat, akhirnya berdampak pada perkembangan
transportasi dan industri hotel. Persentase paling tinggi diraih oleh Tiongkok
dan Malaysia untuk wisatawan mancanegara yang berkunjung dengan 14,24% dan
13,91% di tahun 2018.
Terus,
kalau ekowisata ada dampak positif dan negatif gitu gak, Tu?
Jelas ada
dong.
Kalau
dampak postif sudah jelas untuk menjaga kelestarian alam, meningkatkan
pendapatan daerah, dan sederet kalimat sejenis yang intinya adalah konservasi
lingkungan. Ada
aturannya juga lho teman-teman.
Nih listnya
:
- Meminimalisir dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh wisatawan
- Mengamati dan menghormati lingkungan dan
budaya sekitar
- Menguntungkan bagi wisatawan dan penggiat
ekowisata
- Memberikan donasi untuk konservasi
lingkungan
- Memberikan dukungan dana kepada penduduk
setempat
- Meningkatkan kesadaran pengunjung mengenai
lingkungan, masyarakat, politik di tempat pariwisata tersebut agar dapat
berkolaborasi menjaga lingkungan
Tapi keberadaan
ekowisata tidak selamanya memberi dampak positif. Seperti dua sisi mata uang,
kehadiran ekowisata selain menjadi salah satu strategi pemerintah untuk
meningkatkan perekonomian daerah, tidak dapat dipungkiri pembangunan wisata
yang ramah lingkungan ini, nyatanya membuat lahan kosong menjadi industri
perjalanan atau hotel-hotel untuk penginapan para turis.
Tidak
jarang dengan tumbuhnya hotel-hotel disekitar tempat wisata justru 'mematikan'
adat dan kegiatan komunitas lokal, yang berujung pada rusaknya integritas
komunitas tersebut dan tidak mendapat manfaat ekonomi dari industri pariwisata.
Pariwisata
berbasis ramah lingkungan yang digadang-gadang menjadi salah satu solusi untuk
menjaga keaslian ekosistem justru mempengaruhi habitat para satwa liar maupun
kehidupan tanaman yang ada. Hadirnya manusia yang terus menerus bisa sangat
berdampak negatif bagi perilaku alami hewan-heawan tersebut.
Mengingat
bahwa ekowisata bertujuan untuk mendidik dan mempromosikan konservasi habitat
alami, tentu menjadi peluang besar bagi pengusaha dibidang bisnis perjalanan.
Dengan kepopuleran parwisata berbasis ramah lingkungan ini harusnya organisasi
yang berkaitan dengan kepariwisataan tidak mengabaikan praktik ramah lingkungan
itu sendiri.
Pariwisata
memang mempengaruhi lingkungan alam, terkadang para penyedia wisata akan
mencari hal-hal unik yang ada di daerah mereka untuk menarik perhatian
pengunjung. Misalnya
karena ada sebuah pantai yang belum ramai dikunjungi di wilayah X, pasti
sebagian orang akan berpikir ini adalah peluang besar kalau membuka rumah makan
berhalaman parkir besar atau hotel dengan banyak kamar untuk pengunjung dari
luar kota. Pembangunan semacam ini tentu membuat kerusakan pada lingkungan
sekitar tempat wisata kan?
Itulah
sebabnya ekowisata dibuat untuk menghindari perusakan alam yang lebih besar.
Penggiat ekowisata akan mengupayakan bahwa kegiatan bisnis mereka tidak merusak
lingkungan.
Dari contoh
pantai tadi, para penggiat ekowisata mungkin memilih untuk membangun struktur
bertingkat rendah yang tersembunyi di bawah garis pohon dan mengikuti prosedur
yang berwawasan lingkungan dalam hal menghasilkan energi, pembuangan limbah,
dan daur ulang. Selain itu, ekowisata ini haruslah aktif dalam mempromosikan
kegiatan yang menawarkan dukungan kepada masyarakat setempat untuk bersinergi
menjaga alam. Tidak hanya sekadar untuk kebutuhan mencari nafkah, tetapi
berkolaborasi untuk meningkatkan kesaran tentang lingkungan.
Bagaimana
caranya supaya kita mendukung para penggiat ekowisata ini, Tu?
Sebuah web
dari Thailand yang mendukung konservasi lingkungan, flight of the gibbon
menuliskan bahwa cara termudah ialah mengajukan pertanyaan kepada tempat
wisatanya. Sebagian besar hotel misalnya akan memiliki fasilitas yang
menyatakan bahwa pihak hotel akan mencuci handuk hanya jika diminta, tanyakan
apakah penyedia pariwisata bekerja dengan komunitas mereka, mendukung proyek
konservasi terdekat atau mendanai program pendidikan lokal dan sebagainya.
Bertanya
sekarang tidak harus face to face kan? bisa via e-mail, bisa via telepon, skype
atau menggunakan media sosial lain untuk mengobrol dengan mereka sebelum
mendaftar untuk tur dan berwisata.
Nah, kalau
kalian nemu tempat dan penyedia ekowisata yang bagus, promosikan ya!
sumber : penulis |
Sumber :