Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Kepada Seluruh Hal yang Pernah Terjadi

Minggu, 07 November 2021
Apa yang kamu ingat tentang usia dua puluhan? 


Mayoritas akan bilang isinya tentang suka cita. Bertemu banyak orang baru, teman-teman yang sefrekuensi, tenaga yang mumpuni, dan sebagian besar pasti merasakan gairah cinta terhadap lawan jenis.


Banyak diantaranya yang mengejar cita-cita, banyak juga yang sibuk foya-foya, dan diantara lainnya bertanya-tanya, untuk apa aku ada di dunia?


Hal tersulit ketika sedang merasa marah adalah mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan. Mungkin aku merasa marah pada makhluk-Nya, atau marah pada diriku sendiri yang tidak mampu menjadi kusir dari nafsuku. Lantas kebaikan Allah yang sangat banyak kepadaku ini jadi terlupa. Dan sempit menguasai isi hati.


Sibuk menggali potensi, berlatih tanpa henti, melupakan banyak cerita tentang itu dan ini. Dan akhirnya, berkontemplasi. Sebenernya apa sih? Apa yang mau aku cari dari seluruh kesibukan yang kujalani?


Menjadi jujur pada diri sendiri rupanya seperti sengaja menabur garam pada sariawan. Perih, meskipun menyembuhkan. Ada rasa traumatis dan kelelahan ketika membuka diri pada kesalahan yang pernah dilakukan.


Usia dua puluhan bagiku, adalah waktu ketika memulai mengenali perasaan. Menggali makna dan sedang berusaha membasuh luka pengasuhan. Sebagian bilang bahwa aku terlalu maskulin untuk jadi perempuan, terlalu berani mengambil keputusan. Dan aku makin bertanya-tanya, kemanakah fitrahku dan perjanjianku dengan Rabb-ku Yang Maha Baik, mengapa aku bisa lupa? 


Umur dua puluhan, apalagi yang sudah menuju tengah maupun berada di akhir, umumnya merasakan kegelisahan luar biasa mengenai hal-hal yang tak kasat mata. Mungkin berkenaan tentang pasangan, atau berkenaan tentang pengembangan diri. Mencari-cari, apa sih sesungguhnya yang Allah mau dari diriku yang kecil ini? 


Mengapa Allah terus menjauhkanku dari orang yang baik padaku? Lantas, sesungguhnya apa yang aku harus aku lakukan atas segala hal yang datang dan pergi?


Allah... Ketika kuingat segala salahku di masa lalu, dan bahkan yang baru hari ini terjadi, aku merasa tidak pantas untuk seluruh rahmat yang kurasakan setiap harinya. Terlalu banyak kebaikanmu Ya Allah... Bagaimana caraku membalasnya? 


Engkau Yang Maha Tahu atas segala isi hati dan setiap pergerakan. Engkau yang Maha Penjaga, dan tempat bergantungnya seluruh harapan. Maafkan aku masih lalai dalam menunaikan hak-Mu, dan masih sering merasa sedih atas segala sesuatu yang tak dimiliki olehku. Aku terlalu ingin jadi pengatur, padahal itu bukan pekerjaanku. Engkau-lah yang Maha Mengatur.


Wahai Allah, kepada siapa nama dan doa-doa yang kutitip pastilah Engkau ketahui. Sebagaimana kegelisahan yang mengusik ini, pastilah Engkau yang Maha Mengerti kapan waktu terbaik untukku menemukan fitrah dan kembali.


Kepada sesiapapun yang pernah kujanjikan tak akan pergi, maafkanlah aku terlalu sombong ketika berujar. Maafkan bila pahit pada tindakan dan terlalu bermanis di bibir tanpa pengantar. 


Bila perbuatanku yang berubah-ubah seperti musim hujan di Bulan Juni itu nyatanya menyakiti hatimu, semoga Allah memberimu kelapangan hati agar memaafkanku. 


Ketahuilah bahwa aku sama lemahnya denganmu, aku sama-sama manusia sepertimu, dan kemampuanku hanyalah sebatas permintaan maaf tak langsung seperti ini. Sebab entah siapa yang kusakiti, entah siapa pula yang enggan bertemu lagi setelah disakiti. Mungkin sedikit, mungkin banyak, aku tidak tahu pasti. Yang aku tau, aku merasa perlu menyampaikan ini padamu; bahwa aku menyesal telah menyakiti dengan lisan dan perbuatanku.



Kepada seluruh hal yang pernah terjadi, aku kini tidak akan lagi memusuhimu. Aku nyata dan mengerti mengapa kamu melakukan itu di masa lalu. Dan aku akan memaafkan diriku atas salah tindakan itu. Menerima kalau hidupku tak akan pernah sama dengan mereka punya opini, bahkan perbedaan itu sampai pada iklim hati. Allah Maha Mengerti mengapa aku terlahir seperti ini. 



Aku masih menggali, apa yang sebenarnya Allah mau. Belajar berhenti untuk mengatur urusan yang bukan pekerjaanku. 



Jika Rabb-ku menghendaki perpisahan, maka berpisahlah dengan kemudahan. Begitu juga dengan pertemuan, jika Allah menghendaki pertemuan, maka terjadilah dengan tanpa kesusahan.


Aku ingat sebuah kutipan :


"I have loved you, I did my best."
(Jane Hawking, Theory of Everything)




Semoga selalu diberikan kekuatan dan kesabaran. 


Barakallahu fiikum.