Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

To me, and the world they said I deserve

Sabtu, 09 Maret 2024

Tengah malam yang damai diiringi dengan ramainya pikiran dan tumpukan pekerjaan yang enggan diselesaikan. Hari ini sudah sabtu, 10 jam lagi keretaku tiba untuk membawa pergi dari ruangan ber-AC ke rumah berisikan ibu dan ayah didalamnya. Ada haru, juga sebagiannya sedih karena ingat cerita-cerita di masa lalu.


Untuk menjadi aku yang hari ini mereka bilang sebagai anak baik, jutaan malam perlu dilewati dengan hembusan frustasi yang diam-diam kulakukan ditengah terpaan ekspektasi sejak kecil. Anak tunggal, perempuan, berjilbab, akademik yang baik, relasi yang mendukung, orang tua yang lengkap dan tegas, aku punya kelebihan-kelebihan itu semua. Dan itu semua menjadi bumerang untuk mengharapkan aku, minimalnya, tidak mengecewakan, siapapun itu, karena mereka semua, mendoakan kebaikan untukku.


Lantas sedih untuk apa?


Dia yang dulu bilang janji untuk menemaniku-pun bertanya hal yang sama. Sedihin apa lagi sih? katanya. Lalu marah-marah dan mengungkit bahwa aku kurang bersyukur atas segala privilege itu. Dan ceramah-ceramah lain soal melihat terlalu keatas dan kebanyakan online di sosmed. Aku saat itu merespon dengan tertawa saja. Lalu diam-diam membuat sebuat private post di line yang hanya bisa dibaca diri sendiri tentang betapa menyeramkannya sebuah lubang hitam itu. Sesuatu yang menarik habis energi bahagiaku sampai yang tersisa hanya kesedihan, aku gak layak dan gak capable untuk sesuatu itu. Lantas ketika dia yang dulu bilang janji untuk menemaniku itu minta maaf dan pergi. Rasanya sedikit lega karena aku sudah tahu bakal ada kejadian ini, lubang hitam yang menyeramkan itu sudah mengajariku rasa sakitnya lebih awal.


Bagaimana kabar kakak hari ini?


Ingatanku tiba-tiba ditarik lagi ke momen dimana orang lain yang jika boleh kusebut ia anak baik yang suka bohong itu muncul. Orang lain, bahkan tidak sampai enam bulan berkenalan, ia sudah dipanggil Yang Maha Esa untuk pulang saking baiknya, dan bohong. Anak itu tiap hari menanyai kabarku. Sesuatu yang sederhana, harusnya. Tapi setiap ditanya itu, aku selalu bingung membalas apa. Kabarku hari ini gimana ya.... jawabku, selalu begitu. Lalu dia selalu jawab, semoga kakak baik-baik ya, walaupun aku gak didekat sana. Setelahnya aku jadi sedih. Sedih sekali sampai sering kali mau nangis tiap baca dan inget momennya. Oh ada ya, orang yang seperti ini? Memangnya aku melakukan apa sih, sampai ada yang berdoa sebaik ini untukku. 

Sebab aku tidak merasa pantas, minimalnya dari kepalaku sendiri untuk diriku sendiri. Meskipun aku menolak ideasi tentang itu. Aku layak, saat aku senang. Lalu merasa paling buruk dan hina saat lubang hitam itu datang mendadak. 


Ada kalanya aku merasa lebih baik sendiri, tidak ada siapapun yang perlu aku pedulikan. Tapi aku lebih takut proses kehilangan dan menjadi sendirian itu tidak menyenangkan. Aku benci merasa sedih sendirian dan menangisi diri sendiri di ruangan ber-AC yang hanya aku dan Tuhan yang tahu soal perkara apa kesedihan itu mengguncang akal sehatku. Aku enggan, bukan berarti tidak mau sama sekali. Hanya saja, bagaimana ya bilangnya...


Apa ada orang waras di luar sana yang mau ikut berantakan hanya untuk hidup sepanjang hari seumur hidup denganku? Rasa-rasanya orang gila juga ogah ikutan berantakan, ya kan?


Maka dari itu, aku hanya ingin utuh dengan diri sendiri. 


Setidaknya aku juga mau menjadi waras dengan berhenti berantakan. Atau jika boleh bilang, ini bentuk terimakasihku pada mereka. Soalnya, kalau dunia yang mereka doakan untukku itu datang padaku suatu hari nanti, aku ingin mendekapnya dengan riang gembira ditanganku. Tidak mau dunia yang baik itu jadi sendu. Kalaupun memang tidak sampai padaku, minimalnya mereka tau... aku sudah berusaha semampuku untuk berhenti berantakan dan mengingatku sebagai perempuan yang menyenangkan yang pernah mereka kenal.


Aku tahu kalau aku cantik dan penuh cerita, banyak kurangnya tapi ada juga lebihnya. Mungkin semakin kenal, semakin paradoks dan penuh duri, it's totally fine to walk out. Untukku, terima kasih sudah bertahan. Jika di masa depan kamu tidak menjadi apa-apa, aku di masa ini tidak masalah sama sekali. Aku tahu kamu udah mencoba sebisamu, sekuat kekeraskepalaanmu, lalu jika hasilnya tidak ada, kamu tidak menyia-nyiakan apapun. Istirahat ya, dunia ini tidak selamanya... Gak apa-apa.