Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Maybe Next Time

Selasa, 16 Januari 2024
Pukul dua pagi. Saat semua orang sudah lelap dalam tidur, ia masih terjaga dengan puluhan informasi tidak berguna yang didapatkan dari menyelam dari tweet ke tweet. Ia ingin berhenti, namun tubuhnya lebih dulu bergerak untuk menggulirkan layar dibanding mematikan gawai dan memejamkan mata.


Tahun baru, semangat baru. Katanya. 

Sudah lewat dari seminggu ia merasa tahun ini akan sama saja. Ia yang masih malas, masih takut, dan sisi lainnya yang masih ambisius dan impulsif. 

Kalau boleh bercerita, ia sendiri sudah tidak berharap apa-apa lagi. Meskipun yakin gagal dua tiga kali bukan akhir dari segalanya, namun perihal menemukan dan ditemukan orang lain untuk saling berbagi beban dan mengasihi sangat terasa jauh untuknya. Ia rela jika adik-adik sepupu atau rekan kerja yang lebih muda mendahului. Ia merasa tidak urgent untuk mempunyai hubungan, karena memang sedang tidak mood untuk berkasih sayang. Tidak ada yg cocok, tidak ada yg rela memberikan waktu mereka padanya, kalau ia mau bicara lebih jujur. Tidak is a strong words, tapi kalau bukan tidak, ia sendiri akan meragukan pernyataannya. Memang ada orang yang rela sehidup sesurga dengannya? Dengan dirinya yang kepalanya penuh hiruk pikuk pertanyaan dan kebohongan. Dengan dirinya yang punya stamina fisik rendah, darah rendah, dan self-esteem rendah pula?

Kata mereka, jodoh cerminan diri. 
Ia sudah dengar itu sejak masih pakai rok putih biru. 

Tapi justru itu, ia semakin ingin kabur dari segala hal yang menjadi aturan dunia. Ia tidak ingin bertemu jodoh yang pengecut, plinplan, tergesa-gesa dan keras kepala seperti dirinya.

Terbukti gagal dua tiga kali ternyata memiliki efek besar baginya untuk sekadar membuka diri. Ia memang baik-baik saja di luar, namun pada pukul dua pagi, segala perasaan yang ia sembunyikan itu memeluknya hingga pagi. Menyelimuti diri dengan perasaan sedih lalu esok harinya terbangun untuk menuruti keinginan dunia ini, lagi. 

Tahun baru, doa-doa yang disemat masih yang itu. 


Semoga semoga itu sudah digaungkan kerabatnya sejak enam tahun lalu. Jika ditarik kebelakang, mungkin bahkan sepuluh tahun lalu ketika putih abu-abu masih terbalut dalam tubuh. Ia tidak berhenti untuk percaya keajaiban Tuhan. Ia percaya pada suatu hari akan datang untuk berhenti, lalu memulai lagi tanpa curiga dan menghitung mundur berapa lama waktu tersisa sebelum ditinggal pergi. 

Ia percaya akan temukan. 
Ia percaya akan dipertemukan. 

Peruntungannya bilang, mungkin ada kesempatan di lain kali.