Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Lemon cover

Kamis, 20 Juni 2019
Ting!

Satu pesan masuk. Ah, lagi-lagi dari nomor yang tidak dikenal. Kenapa sih mereka terus-menerus mengirimi pesan spam? Aku kan tidak butuh hadiah 200 juta tapi palsu! Aku butuhnya yang pasti aja, bukan khayalan.

Ngomongin pesan, kapan ya kamu kirim pesan lagi?

(Suara instrumen musik, intro)


Alangkah indah bila semua ini hanya mimpi
Bahkan dalam lelap ku masih terus melihatmu
Memori yang kau tinggalkan jauh dalam benakku
Membawaku sekali lagi kembali padamu

Ah, sudah berapa lama ya aku tidak lagi membuka laptopku ini? Sebulan? Dua bulan? Setahun? Lebih? Untunglah tidak ada masalah saat aku mengoperasikannya lagi. Lalu, kenapa lagu ini masih ada di dekstop ya? Semuanya masih sama seperti terakhir aku lihat sih... Foto-foto, screenshot chat, tugas-tugas dan film semuanya masih berantakan di satu folder data E.

Benci ya? Tapi menyesal tidak menyelesaikan masalah. Yang ada malah berulang kali muncul di kepala. Bahkan ketika tidur masih terbayang kesalahan yang pernah ku buat hingga akhirnya seperti ini. Saking lamanya menyimpan sesuatu yang harusnya sudah usai, aku malah kembali ke masa lalu.

Masa-masa remaja yang menyenangkan.

Ah, sekarang umurku sudah 21. Kalau ada mesin Doraemon, aku mau minta tolong untuk membawaku ke masa lalu, mengulang hal manis di SMA saja. Aku mau lebih menikmati wajahnya, caranya berbicara, dan senyum setengah tertawanya. Ah! Aku juga mau menikmati mata coklat terangnya lebih lama lagi.

Pada akhirnya kaulah yang telah menyadarkanku
Kebahagiaan ini takkan bisa kuulang lagi
Dan luka di dalam hatiku takkan pernah utuh
Jika kau tak pernah melangkah ke dalam hidupku


Gak, aku gak mau ujian sekolah lagi!!
Tapi kalau itu momen terbaikku bersamamu, ya tidak apa-apa sih. Soalnya, kamu kan pasti membantuku kan? Supaya lulus bareng-bareng. Kamu yang aku kenal akan selalu menyapa dan berbicara banyak hal. Lalu, aku yang kamu kenal akan selalu membicarakan hal lain pula untuk menarikmu dalam obrolan. Kita akan ngobrol sampai kamu kembali disibukkan dengan urusan sinyal WiFi sekolah dan koleksi film, terus aku kembali disibukkan dengan mengobrol bersama kawan lain. 

Begitu saja.

Sederhana banget, kan?

Aku cuma mau menikmati apa yang pernah aku miliki dengan mengingat setiap detailnya. Aku mau lebih lama bersamamu, kalau bisa kita sampai hari ini jangan berhenti seperti ucapanku di musim dingin itu.

Ah, bodohnya. Padahal kamu sendiri sudah bilang untuk berhenti saja kan? Kenapa ya, aku masih memaksakan perasaanku padamu? 

Kalau gak gara-gara kamu, aku gak akan inget film kesukaanku dulu pas awal kuliah tahu. Teman-teman di lingkungan kuliah bukan penggemar film bergenre sama denganku. Memang cuma kamu yang sejak dulu bertanya kabar sekaligus perkembangan tontonanku. Tapi sekarang kenapa berhenti sih? Oh iya, aku ya yang memaksamu pergi? Lantas kenapa begitu saja setuju? Sudah tidak ada rasa lagi ya? Hey, sepertinya aku yang malah membuatmu lelah ya? Maaf ya... Aku sebenarnya hanya pengecut yang takut ditinggal.

Maaf lagi-lagi aku mengenang traumaku sendirian, maaf ya kamu gak aku libatkan dalam konflik diriku sendiri ini. Bukan apa-apa sih, hanya saja aku gak mau setelah tahu kamu malah kasihan padaku. Aku, lemah sih... Tapi bukan berarti dikasihani gitu, aku kuat kok. Buktinya aku masih bernapas kan?

Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan belajar menulis lagi. Menggambar itu pelarian dari menulis ternyata. Terima kasih ya, dan maaf selalu membuat kamu repot... Ah, mataku buram. Kenapa ya air mata itu kalau menggenang membuat penglihatan kabur? 

Hey, sudah sejauh ini kuberikan tanda dan mencicil rahasia hidup kepadamu, apakah itu semua masih belum cukup mengkredit masa hidupmu agar kita bisa bersama? Tapi meskipun berhenti, aku tetap saja mencari kamu diantara bayangan memori. fragmen itu ya, bukannya memudahkan ku untuk menyelamati keberhasilanmu malah membuat aku sedih. Kenapa sih perpisahan itu menyedihkan?

Tapi kalau tidak sedih, aku tidak akan belajar bahagia ya, kan? Daaannn kalau tidak sedih, itu artinya perasaanku padamu perlu dipertanyakan. Jangan-jangan aku menipu perasaanku sendiri lagi. Semoga saja kamu juga tidak. Eh sotoy! Memang sih kamu bilang sedih, tapi bagusnya adalah kmu tetap melanjutkan hidup kan? Coba katakan kalau aku benar... Kamu tidak tiba-tiba menangis di tengah malam begini kan? 

Ceritakan malam ini ya, datanglah ke mimpiku.



****


"Dia gila!"

"Nggak, pak! Dia sehat. Tuh lihat kulitnya putih gitu, bersiiih! Kinclong seperti keluar dari spa!"

"Tapi ngapain tiap hari duduk di kursi kayu itu sambil nangis? Apalagi kalau bukan gila, Bu!"

"Nggak, Pak. Dia cuma sedih!"

"Sedih kok sampai setengah tahun begini. Bukannya pergi bekerja kek! Kuliah kek! Apa gitu, malah asik nangis di pinggir kali!"

"Pak!"

"Udahlah, bawa aja ke RS terdekat!"

"Pak ...."

"Bu, ikhlasin aja Bu. Lagian ini sudah jadi suratan kalau lelaki yang ia sayangi pergi.."

"Tapi pak," 

"Bu, periksa dulu saja. Tidak apa-apa kok. Kita bawa ke profesional ya?"

"Kenapa kita perlu percaya ke profesional sih, bapak sendiri gak percaya sama anak gadis sendiri kan?"

-tamat-