Top Social

cerita-cerita untuk dikenang

Jika Hari Raya Nanti Datang

Selasa, 04 Juni 2019
Hari berikutnya sudah Syawal, tidak ada lagi Ramadan yang maghrib-nya ditunggu-tunggu, juga tidak ada lagi suara dari speaker masjid di jam tiga subuh yang membangunkan sahur.

Hari berlalu tapi aku tetap hidup di masa lalu. Pada masa-masa yang menyenangkan, ingatan membekas menjadi bingkai cerita cantik, pun pada masa yang memalukan. Lekat diingatanku sejak bertahun-tahun lalu kita memang tak pernah saling maaf-maafan di hari raya. Sebetulnya memang kita tak pernah saling sapa di ruang maya, kan? Hanya beberapa tahun belakangan kita agak dekat, hingga terlalu dekat dan itu menyiksamu, juga aku.

Dan, jika kamu membaca tulisan ini... Aku percaya bahwa rasa itu, rasa yang sedikit banyak membuatmu menyesal, rasa yang sedikit banyak membuatmu (dan kita) berubah, itu nyata dan ada. Seperti hukum kekekalan energi, bahwa energi tidak bisa hilang, ia hanya berubah bentuk, maka rasa yang kamu punya itu pada akhirnya dibentuk sebagai doa (yang kamu menyebutnya sebagai 'anggap saja basa-basi' karena aku tak mau disemangati). Doa itulah yang pada akhirnya membuatku percaya bahwa Tuhan memiliki banyak tirai rahasia untuk membuatku cukup kuat hingga hari ini.

Beberapa bulan lalu tentunya selain sedih dan marah, kamu perlu tahu kalau pikiran 'itu' terus berdatangan. Entah berapa lama pikiran tentang menghilang lebih baik karena tidak akan ada yang mencari itu menguat, membentuk sistem sendiri di tubuh hingga aku merasa bukan aku. Air mata bukan hal aneh bagiku, tapi menangis didepan banyak orang secara tiba-tiba cukup mengkhawatirkan. Kemudian, lewat bantuanNya, terdengar lantunan ayat-ayat suci yang kini mengisi bagian kosong.

Kamu perlu berapa lama untuk berhenti mencari kesalahan dirimu sendiri ketika apa yang diinginkan berbeda dari apa yang terjadi?

Aku perlu bertahun-tahun dulu, sekarang belum tahu.

Mungkin masih tetap butuh waktu bertahun-tahun, karena sampai sekarangpun aku masih menyalahkan sikap sembrono dalam memutuskan sesuatu.

Masih menyalahkan diri jika ada orang lain yang luka karena ucapanku... Masih banyak ketakutan yang...(bagaimana membagikan ketakutan tanpa menambah atau mengurangi hal itu sih??) Pokoknya masih... Termasuk masih menunggu kamu.

Kamu sendiri sudah ultimatum kalau dirimu sudah bahagia.

Tapi aku masih enggan percaya.


Mencoba agar tidak larut namun sedikit banyak aku sendiri meragukan kemampuan bahwa menunggu kamu adalah bukan nihil hasilnya.

Jika bertahun kemudian aku membaca ini, tulisan ini semoga tidak membuatku sedih karna teringat betapa menyedihkannya ditinggal seseorang yang aku percayai hingga tulang persendianku sendiri. tulisan ini dibuat bukan untuk itu, tu. Melainkan agar kamu ingat bahwa kamu yang akan datang adalah orang kuat. Orang yang mampu mengendalikan dirimu sendiri berkat bantuan Tuhan Yang Maha Esa. Kamu mampu untuk tidak menyerah, mampu mempertahankan idealismemu pada dunia (yang menurutmu sangat aneh dan menyebalkan), kamu bisa bertahan dari cercaan manusia lain dan legowo untuk meminta serta menerima maaf. Kamu kuat, dan terima kasih telah bertahan untuk mempelajari hal baru.

Di hari ini, aku haturkan permintaan maaf yang semoga langit mendengarnya untuk disampaikan ke kamu. Terlalu banyak doa dan harapan di hari ini, para malaikat pasti sibuk tetapi aku yakin suatu hari akan sampai. Kepadamu, perlahan aku terima bahwa pernah ada bukan berarti aku bisa bersandar pada manusia. 

Lidah bisa berkata tapi hati tak sejalan,
Kata-kata tak menjamin cinta


Semua yang terjadi biarlah terjadi. Kita berdua percaya bahwa Tuhan mengetahui mana yang baik. Terima kasih untuk membagi keceriaanmu meski aku sering mengabaikan dan sibuk sendiri, terima kasih aku karna masih mau bertahan untuk memperbaiki apa yang sudah rusak...